Lebih dari 15.000 Warga Makassar Jadi Sasaran Tes Usap Massal
Tes usap massal kembali digelar Pemkot Makassar setelah terjadi peningkatan kasus sejak awal Desember. Mobilitas masyarakat dan kian longgarnya protokol kesehatan jadi salah satu penyebab peningkatan kasus.
Oleh
Reny Sri Ayu
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Sebanyak 15.267 warga menjadi sasaran tes usap (swab) massal yang digelar Pemerintah Kota Makassar, Sulawesi Selatan, selama Desember ini. Tes ini akan diikuti pendataan bagi warga yang terkonfirmasi positif dan memiliki penyakit penyerta.
Tes usap massal digelar di 15 kecamatan yang ada di Makassar setelah kasus konfirmasi positif di wilayah ini kembali meningkat. Pada November, Makassar turun dari zona merah (risiko tinggi) ke jingga (menengah).
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Agus Jaya, Jumat (11/12/2020), mengatakan, 15.267 warga yang menjadi sasaran tes usap adalah satu persen dari total jumlah penduduk. Beberapa bulan sebelumnya, tes usap massal sudah digelar dua kali di seluruh kecamatan, tetapi dengan jumlah sasaran lebih sedikit.
”Sebelumnya, sekitar 7.000 warga yang jadi sasaran. Sekarang kami tingkatkan dua kali lipat. Setelah tes massal ini, kami akan aktifkan penelusuran. Selain itu, kami juga akan mendata warga yang terkonfirmasi positif dan memiliki penyakit bawaan agar gampang dikontrol. Tentu yang tanpa gejala juga akan dikontrol, terutama isolasinya,” kata Agus.
Menurut Agus, meningkatnya kasus positif di Makassar sejak awal Desember ini tak lepas dari semakin pulihnya aktivitas masyarakat. Sayangnya, hal ini tidak dibarengi dengan pengetatan protokol kesehatan. Sebaliknya, warga dan pemilik usaha kian longgar.
”Kami akan meminta Satpol PP lebih ketat melakukan pengawasan. Jika perlu menerapkan sanksi berupa denda dan sanksi lain yang bisa menimbulkan efek jera. Lagi pula, perda-nya (peraturan daerah) sudah ada. Kasus yang sekarang tinggi ini juga tak lepas dari mobilitas warga. Makassar kian banyak dikunjungi orang dari luar, sebaliknya, warga Makassar juga banyak bepergian keluar kota,” ujar Agus.
Terkait kembali meningkatnya kasus positif di Makassar dan Sulawesi Selatan pada umumnya, epidemiolog Universitas Hasanuddin, Prof Ridwan Amiruddin, menyatakan hal ini di luar dugaan. Ini mengingat kasus di Sulsel, termasuk Makassar, sempat melandai.
Ridwan mengatakan, beberapa penyebab peningkatan itu, antara lain, banyaknya pasien isolasi mandiri yang tidak patuh protokol. Mereka tetap berinteraksi dengan anggota keluarga dan rekan sehingga terbentuk kluster penularan. Pasien isolasi mandiri kini mencapai angka 35 persen dari kasus aktif di Sulsel, dari sebelumnya hanya 12 persen.
Tahapan pilkada juga disebut Ridwan menyumbang hingga 15 persen penambahan kasus. Walau tak ada kampanye besar-besaran, pertemuan dalam bentuk kerumunan-kerumunan kecil yang dilakukan pasangan calon dan tim sukses dari rumah ke rumah, permukiman, hingga warung kopi juga dinilai memicu penyebaran.
Selain itu, longgarnya protokol kesehatan di tempat-tempat umum, mulai dari mal, rumah makan, kafe, perkantoran, dan tempat wisata. ”Akan terjadi lonjakan besar di akhir hingga awal tahun jika pemerintah dan masyarakat tidak waspada,” ujar Ridwan.
Dia menambahkan, saat ini kita menghadapi pilkada, Natal, dan libur panjang akhir tahun, yang semuanya berpotensi menyumbang ledakan kasus. ”Pascapilkada, jika terjadi riak-riak seperti euforia atau aksi protes, juga bisa menambah jumlah kasus,” katanya.
Yang harus dilakukan pemerintah, kata Ridwan, adalah mencermati potensi yang bisa menyebabkan terjadinya lonjakan kasus dan menyiapkan langkah antisipasi.