Ratusan Petugas Pilkada di Sulsel Reaktif Covid-19, Ledakan Kasus Dikhawatirkan Terjadi
Dua hari jelang pemungutan suara, ratusan petugas penyelenggara di 12 kabupaten/kota yang melaksanakan pilkada di Sulawesi Selatan diketahui masih reaktif Covid-19.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS/RENY SRI AYU
·4 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Dua hari jelang pemungutan suara, ratusan petugas penyelenggara di 12 kabupaten/kota yang melaksanakan pilkada di Sulawesi Selatan diketahui masih reaktif Covid-19. Sebagian besar merupakan hasil penyaringan melalui uji cepat dan hanya segelintir yang telah diuji spesimen. Ledakan kasus pun dikhawatirkan terjadi.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulsel Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Pengembangan SDM Fatmawati Rahim menyampaikan, pihaknya masih menunggu data lengkap jumlah petugas KPPS yang reaktif Covid-19 dari semua daerah. Saat ini, kondisi kesehatan ratusan petugas yang bertugas di tempat pemungutan suara (TPS) ini sedang ditelusuri untuk memastikan hanya yang sehat yang akan bertugas nantinya.
”Di H-2 saat ini, semua anggota KPPS yang bertugas, juga petugas keamanan, dipastikan harus betul-betul sehat saat bertugas. Mereka yang diketahui reaktif tidak akan bertugas nanti,” kata Fatmawati, di Makassar, Senin (7/12/2020).
Data terakhir, tutur Fatmawati, sejumlah daerah telah menyelesaikan tes ulang bagi petugas KPPS. Beberapa daerah dengan kasus rendah, seperti Maros dan Barru, tidak menunjukkan banyak petugas yang reaktif. Petugas yang sebelumnya reaktif telah diarahkan untuk istirahat hingga hari pemilihan tiba.
Daerah dengan kasus Covid-19 tinggi, tambah Fatmawati, menunjukkan jumlah petugas KPPS yang reaktif Covid-19 juga tinggi. Kota Makassar tercatat paling tinggi dengan sekitar 400 petugas yang reaktif, menyusul Gowa di angka 140-an orang.
”Dengan waktu yang tersisa, tentu tidak mudah untuk mencari pengganti. Jadi, mereka yang reaktif hari ini tidak akan bertugas lagi. Kami upayakan agar setiap TPS itu minimal ada lima petugas KPPS, di luar petugas keamanan,” tutur Fatmawati.
Secara teknis, ia melanjutkan, petugas di TPS yang jumlahnya masih cukup akan diarahkan untuk mengisi ke TPS lain yang jumlah petugasnya kurang. Dengan begitu, pilkada masih bisa terlaksana meski jumlah petugas di angka minimal.
Di Makassar, 462 petugas KPPS diketahui masih reaktif Covid-19 pada pekan lalu. Uji cepat lalu kembali dilakukan pada Minggu (6/12/2020). Dari hasil uji itu, diketahui, 127 petugas masih reaktif.
Endang Sari, komisioner KPU Makassar Divisi Sosialisasi dan SDM, menjabarkan, sebanyak 127 petugas ini telah diuji cepat kembali dan ditemukan sebanyak 68 petugas yang masih reaktif. Mereka lalu diarahkan untuk uji spesimen untuk mengetahui betul kondisi kesehatannya.
”Dari 68 orang yang diarahkan untuk swab (tes usap), beberapa orang mundur karena tidak ingin di-swab. Sementara itu, ada 17 orang yang tadi dilakukan uji spesimen oleh petugas kesehatan. Kami masih tunggu hasilnya,” ujar Endang.
Epidemiolog Universitas Hasanuddin, Ridwan Amiruddin, menyayangkan langkah penyelenggara yang hanya melakukan uji cepat berkali-kali ke petugas KPPS. Seharusnya, setelah diketahui reaktif Covid-19, petugas tersebut segera diambil spesimen untuk diuji usap.
”Sejak reaktif sudah harus dilakukan uji swab dan diisolasi. Apalagi, sekarang sudah cukup mudah dan tidak begitu lama untuk uji spesimen. Kalau hanya terus diuji cepat, tidak akan mendapatkan hasil yang presisi,” tutur Ridwan.
Dengan banyaknya petugas KPPS yang reaktif, tutur Ridwan, hal ini berpotensi memunculkan ledakan kasus baru Covid-19 setelah pilkada serentak. Sebab, petugas akan berada di satu tempat dengan warga maupun petugas lainnya.
Dari data jumlah kasus, kata Ridwan, sepekan terakhir saja angka penambahan kasus, baik secara nasional maupun regional, terus terjadi. Lemahnya kepatuhan protokol di kalangan masyarakat membuat angka terus tinggi.
Tidak ada kata lain, protokol betul-betul harus dipatuhi dan tes benar-benar dijalankan.
”Sudah begitu banyak yang menjadi korban akibat terpapar Covid-19. Tidak ada kata lain, protokol betul-betul harus dipatuhi dan tes benar-benar dijalankan,” ucapnya.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Muhammadiyah Makassar Luhur Prianto menjabarkan, banyaknya petugas KPPS yang reaktif dari hasil uji cepat maupun yang enggan mengikuti tes menggambarkan situasi darurat penyelenggaraan pilkada. Formasi sumber daya penyelenggara akan berubah dan berdampak pada pengorganisasian tahap pencoblosan dan perhitungan hasil pemilihan.
Berkurangnya petugas TPS berpotensi memperlambat pergerakan pemilih. Penumpukan massa pun sangat berpotensi terjadi. Desain penyelenggaraan yang direncanakan bisa berubah di lapangan.
Selain kekhawatiran akan pandemi Covid-19, situasi ini, tambah Luhur, akan membuka pintu ketidakpuasan para pihak dalam penyelenggaraan pilkada. Hal ini tentu bisa memicu banyaknya permohonan untuk pemungutan suara ulang (PSU). Jika PSU banyak terjadi, tujuan efisiensi dan efektivitas anggaran tidak tercapai.
”Tetapi, pilihan untuk membebastugaskan penyelenggara yang reaktif maupun yang positif menjadi solusi untuk menghindari lahirnya kluster baru di pilkada. Lebih berbahaya jika mereka dipaksakan tetap bertugas. Jangan memaksakan orang yang reaktif atau terindikasi terpapar Covid-19 untuk bertugas di lapangan,” ujarnya.
Solusi taktisnya, tutur Luhur, KPU dan jajaran perlu segera mempersiapkan penyelenggara cadangan serta terus membantu petugas KPPS membuat alur penanganan pemilih di TPS. Pelayanan pemilih di TPS diharapkan tidak menimbulkan kerumunan dan memenuhi ketentuan protokol kesehatan.