Satu Kolam Retensi dan Lima Polder Perkuat Infrastruktur Pengendali Banjir Citarum
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memulai pembangunan satu kolam retensi dan lima polder di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Infrastruktur ini diharapkan memperkuat sistem pengendali banjir luapan Citarum.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memulai pembangunan satu kolam retensi dan lima polder di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (10/12/2020). Keenam infrastruktur ini diharapkan memperkuat sistem pengendali banjir akibat luapan Sungai Citarum.
Kolam retensi dibangun di atas lahan seluas 4,85 hektar di Andir, Kecamatan Baleendah, dengan volume 137.500 meter kubik. Air yang ditampung di kolam ini akan dipompa ke Citarum dengan kapasitas 0,75 meter kubik per detik. Lima polder dibangun di beberapa lokasi dengan luas dari 7,85 hektar sampai 78,2 hektar. Total daya tampungnya sekitar 4.950 meter kubik.
”Pembangunan infrastruktur ini merupakan satu rangkaian program pengendalian banjir luapan Citarum dari hulu ke hilir,” ujar Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR Jarot Widyoko di Andir, Kamis sore.
Satu kolam retensi dan lima polder itu melengkapi infrastruktur pengendali banjir di Daerah Aliran Sungai Citarum. Sebelumnya, Kementerian PUPR telah membangun sejumlah infrastruktur, di antaranya kolam retensi Cieunteung, terowongan air Nanjung, dan floodway atau sodetan Cisangkuy.
Kolam retensi Cieunteung terletak di Baleendah dengan daya tampung sekitar 190.000 meter kubik. Terowongan Nanjung yang terdiri atas dua terowongan air masing-masing sepanjang 230 meter dan diameter 8 meter berada di Margaasih.
Terowongan ini berfungsi melancarkan aliran Sungai Citarum menuju Waduk Saguling. Kapasitas debit Citarum di kawasan itu meningkat dari 570 meter kubik per detik menjadi 700 meter kubik per detik.
Satu kolam retensi dan lima polder itu melengkapi infrastruktur pengendali banjir di Daerah Aliran Sungai Citarum.
Sementara itu, sodetan Cisangkuy berfungsi untuk mengalihkan aliran Sungai Cisangkuy sehingga mengurangi beban Citarum. Dengan begitu, sebagian besar debit air diharapkan tidak lagi melalui permukiman penduduk di Baleendah dan Dayeuhkolot.
Meskipun tidak menjanjikan dapat mengatasi banjir secara keseluruhan, Jarot meyakini infrastruktur tersebut akan mengurangi potensi dan lama genangan secara signifikan. ”Kami tidak bisa mengatasi banjir, tetapi bisa mengendalikan dan meminimalkan dampaknya,” ujarnya.
Menurut Jarot, salah satu penyebab banjir adalah menyusutnya daerah resapan air akibat alih fungsi lahan. Tempat parkir air berkurang sehingga langsung mengalir ke sungai. Sementara kapasitas sungai juga menurun akibat sedimentasi.
Sistem pengendali banjir luapan Citarum akan terus ditambah dengan membangun infrastruktur di kawasan hilir, seperti Karawang dan Bekasi. Dengan panjang 297 kilometer, Citarum memberikan manfaat sumber air sekaligus potensi bencana di 12 kabupaten/kota yang dilaluinya. Sungai ini berhulu di Situ Cisanti dan bermuara di Laut Jawa.
Air Citarum juga menjadi sumber air baku warga DKI Jakarta. Debitnya yang besar turut berfungsi menggerakkan turbin pembangkit listrik untuk menerangi Pulau Jawa dan Bali.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil berharap, kolam retensi dan lima polder tersebut dapat mengurangi potensi banjir di DAS Citarum. ”Memang tidak bisa menghentikan banjir 100 persen, tetapi volumenya berkurang signifikan dan surutnya tidak lagi berhari-hari seperti dahulu,” ujarnya.
Kamil mengatakan, selain pembangunan infrastruktur, pemulihan lahan kritis juga terus dilakukan untuk meningkatkan resapan air di hulu Citarum. Pihaknya menargetkan menanam 50 juta pohon hingga 2021.