Pandemi Covid-19 Picu Lonjakan Perkawinan Anak di Lampung
Pandemi Covid-19 memicu lonjakan kasus perkawinan usia anak di Provinsi Lampung.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Pandemi Covid-19 memicu lonjakan kasus perkawinan usia anak di Provinsi Lampung. Sejumlah faktor ditengarai mendorong kondisi itu, terutama dampak menurunnya perekonomian keluarga. Hal ini harus menjadi perhatian semua pihak.
Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung Ana Yunita Pratiwi mengungkapkan, kasus perkawinan usia anak meningkat signifikan selama pandemi Covid-19. Berdasarkan data yang dihimpun dari Pengadilan Tinggi Agama Bandar Lampung, sejak Januari hingga November 2020, tercatat ada 700 perkara dispensasi perkawinan usia anak di Lampung.
Jumlah itu meningkat drastis dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya. Pada 2017-2019 tercatat terdapat 233 dispensasi permohonan perkawinan usia anak. Adapun pada 2016, dispensasi permohonan perkawinan usia anak tercatat 102 kasus.
Menurut dia, pandemi Covid-19 berdampak pada menurunnya perekonomian keluarga. Kondisi itu membuat orangtua berpikir mengawinkan anak menjadi alternatif solusi untuk mengurangi beban ekonomi keluarga. Selain itu, anak-anak putus sekolah juga rentan terhadap perkawinan anak.
”Pemicu lainnya adalah kehamilan yang tidak diinginkan dan akhirnya dinikahkan,” ujar Ana saat dihubungi dari Bandar Lampung, Kamis (10/12/2020).
Kondisi serupa tidak hanya terjadi di Lampung. Dalam acara webinar yang digelar Konsorsium Permampu, terungkap tingginya kasus perkawinan usia anak juga terjadi di Aceh. Berdasarkan data yang diperoleh dari Mahkamah Syar’iyah Aceh, tercatat ada 640 kasus dispensasi perkawinan usia anak. Jumlah itu juga meningkat dibandingkan dengan tahun 2019, yang tercatat hanya 198 orang.
Selain perkawinan usia anak, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga meningkat selama pandemi Covid-19. Woman Crisis Center Sinceritas-Pesada mencatat, pihaknya menangani 127 kasus dengan mayoritas kasus KDRT selama 2020. Kekerasan seksual terhadap anak perempuan itu bermula dari perkenalan dan komunikasi daring.
Untuk mengakhiri eksploitasi pada anak, Yudelmi dari Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput mengatakan, Konsorsium Permampu mendesak pemerintah untuk menetapkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Upaya ini untuk mencegah praktik kekerasan seksual dan kekerasan terhadap perempuan melalui platform daring.
Pemerintah juga harus meningkatkan sistem perlindungan sosial untuk pemulihan dampak pandemi Covid-19 bagi masyarakat rentan, seperti anak perempuan, remaja, warga lansia, dan penyandang disabilitas. Selain itu, aparat penegak hukum juga diminta menindak pelaku perkawinan anak di bawah tangan yang merupakan tindakan kekerasan dan eksploitasi seksual anak.