Masih Manual, Penjualan Tiket Penyeberangan Danau Toba Dikeluhkan
Pembelian tiket penyeberangan Danau Toba yang masih manual, tanpa sentuhan teknologi sama sekali, dikeluhkan para pengguna jasa penyeberangan dan pelaku wisata. Sudah saatnya dikembangkan pemesanan tiket digital.
Oleh
AUFRIDA WISMI WARASTRI
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Penjualan tiket penyeberangan Danau Toba yang masih manual, tanpa sentuhan teknologi sama sekali, dikeluhkan para pengguna jasa penyeberangan dan pelaku wisata. Saat pembelian tiket di penyeberangan lain sudah menggunakan aplikasi daring, penyeberangan di lokasi wisata prioritas nasional itu masih harus mengatre berjam-jam, terutama saat masa liburan tanpa kepastian mendapatkan tempat di feri.
Kondisi itu membuat banyak orang kehabisan waktu menunggu antrean naik ke feri. Selain itu juga menurunkan minat wisata ke Pulau Samosir.
Koordinator paguyuban pelaku wisata di Pulau Samosir Ombang Siboro, Senin (7/12/2020), mengatakan, banyak wisatawan mengejar waktu untuk menyeberang pada jadwal yang telah ditentukan. Namun saat sampai di dermaga penyeberangan, antrean kendaraan sudah mencapai ratusan meter.
Untuk mendapatkan tempat di feri pun butuh waktu berjam-jam. ”Dan parahnya, saat mengatre itu pun harus membayar parkir Rp 5.000 hingga Rp 7.000 per kendaraan,” kata Ombang.
Waktu antre bisa mencapai tiga hingga enam jam dengan kendaraan yang tidak bisa ditinggalkan karena antrean sewaktu-waktu berjalan. Kondisi itu membuat waktu wisata habis hanya untuk mengantre.
Misalnya, lanjut Ombang, dari Sumatera ke Samosir mengantre 3 jam, demikian pula sebaliknya dari Samosir ke Sumatera mengatre lagi 3 jam, sudah 6 jam waktu yang dibutuhkan untuk mengantre. Wisatawan keluarga dengan anak-anak tentu tidak tahan mengantre berjam-jam. ”Banyak wisatawan yang kemudian malas datang ke Samosir karena antrean itu,” kata Ombang.
Teknologi daring
Padahal, lanjut Ombang, teknologi pemesanan tiket secara daring sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. ”Mengapa pembelian tiket secara daring tidak dikembangkan sehingga orang mendapat kepastian kapan bisa berangkat dan tidak perlu mengantre lama? Jika pemesan tidak datang, tiket hangus,” kata Ombang.
”Sekarang zamannya aplikasi. Jika ada kemauan, tentu mudah membuat aplikasi pemesanan tiket,” katanya. Ia memprediksi saat liburan tahun baru akhir Desember ini, antrean akan mengular kembali.
Penyeberangan feri di Danau Toba dilayani beberapa dermaga, yakni Ajibata (Sumatera)-Ambarita (Samosir), dan sebaliknya (pp) yang dikelola Kementerian Perhubungan, Ajibata-Tomok yang dikelola swasta, Tiga Ras-Simanindo yang dikelola PT Cipta Sarana, BUMD Pemprov Sumut, dan Balige-Onanrunggu yang dikelola Kementerian Perhubungan. Tarif penyeberangan rata-rata Rp 110.000-Rp 115.000 per kendaraan roda empat, sedangkan untuk bus Rp 450.000.
Sekarang zamannya aplikasi. Jika ada kemauan, tentu mudah membuat aplikasi pemesanan tiket. (Ombang Siboro)
Verawati Siregar (25), warga Sibolga, mengatakan, beberapa kali mengatre menyeberang ke Samosir, terutama pada akhir pekan, memang perlu waktu sekitar dua jam. ”Capek mengatre dan bosan. Sampai mati gaya,” katanya. Namun kadang-kadang saat sepi bisa juga cepat mendapatkan tiket.
Sekretaris Daerah Kabupaten Samosir Jabiat Sagala mengatakan, dirinya sebagai orang Samosir sadar waktu habis untuk menyeberang. Saat hendak ke Medan, pada Minggu (6/12/2020) kemarin, misalnya, dirinya sudah meluangkan waktu mengantre sejak pukul 16.30 agar bisa menyeberang pukul 18.30. Namun sampai pukul 19.30, dirinya belum mendapatkan tempat di kapal sehingga ia membatalkan perjalanan.
Penyeberangan Simanindo-Tiga Ras, misalnya, dibuka pada pukul 07.00 setiap hari. Pada pukul 06.00 antrean sudah panjang agar kendaraan dan penumpang bisa terangkut pada penyeberangan yang pertama.
Jumlah kendaraan yang mengantre tidak bisa diprediksi setiap harinya. Saat puncak musim liburan antrean tentu akan panjang. Juga saat ada perhelatan tertentu, seperti saat ini jelang pilkada.
”Memang ini menjadi masukan yang berharga. Kami akan mencoba dalam waktu sesingkat-singkatnya menindaklanjuti hal ini,” kata Jabiat.
Untuk jangka panjang, pihaknya melihat potensi pembangunan jembatan penyeberangan Sumatera-Samosir, yakni di titik Sigapiton di Kabupaten Toba di daratan Sumatera dan Lotung di Samosir. Dua daerah itu hanya berjarak 1,8 kilometer dengan kedalaman air 100 meter. ”Tapi tidak akan ada pembangunan jembatan dalam waktu dekat karena tidak ada dananya,” kata Jabiat.