Desa Ponggok di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, berhasil mengembangkan obyek wisata air yang mendatangkan pemasukan ratusan juta per bulan. Warga setempat pun ikut mendapat berkah dari aktivitas wisata tersebut.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
Desa Ponggok di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, berhasil mengembangkan obyek wisata air yang mendatangkan pemasukan ratusan juta per bulan. Warga setempat pun ikut mendapat berkah karena mereka terlibat aktif dalam aktivitas wisata. Di Ponggok, pariwisata dikelola sedemikian rupa agar bisa memberdayakan masyarakat.
Suasana Umbul Ponggok di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu (25/11/2020) siang, tampak tak terlalu ramai. Hanya ada belasan wisatawan yang bermain air di kolam alami yang berlokasi di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, itu. Sebagian wisatawan tampak berenang, tetapi ada juga yang melakukan snorkeling agar bisa menikmati pemandangan bawah air.
Selama beberapa tahun terakhir, Umbul Ponggok telah menjelma menjadi obyek wisata air yang fenomenal. Wisatawan dari berbagai daerah datang ke sana untuk menikmati sensasi wisata air yang berbeda. Sebab, di Umbul Ponggok, wisatawan tidak hanya bisa berenang, tetapi juga dapat melakukan aktivitas lain, misalnya snorkeling, menyelam, dan berfoto-foto di dalam air.
Meski hanya memiliki ukuran kolam 50 meter x 25 meter dan kedalaman rata-rata 1,5-2,6 meter, Umbul Ponggok memang memungkinkan untuk aktivitas snorkeling dan menyelam. Saat snorkeling dan menyelam, wisatawan bisa menikmati pemandangan ribuan ikan warna-warni. Selain itu, wisatawan juga bisa berfoto di dalam air dengan aneka properti yang sudah disiapkan oleh pengelola, misalnya sepeda motor, sepeda, meja dan kursi, hingga televisi dan laptop.
Daya tarik itulah yang membuat Umbul Ponggok menjadi obyek wisata yang dikenal luas. Padahal, bertahun-tahun sebelumnya, Umbul Ponggok lebih banyak dimanfaatkan untuk pengairan lahan pertanian, perikanan, serta memenuhi kebutuhan air bersih warga. Namun, transformasi umbul tersebut menjadi obyek wisata populer tentu tak terjadi secara tiba-tiba.
Popularitas Umbul Ponggok pun kian terangkat setelah banyak wisatawan yang mengunggah foto obyek wisata itu ke media sosial
Kepala Desa Ponggok, Junaedhi Mulyono, mengatakan, sejak tahun 2010, pihaknya mulai melakukan revitalisasi di Umbul Ponggok. Revitalisasi itu mencakup pembangunan infrastruktur dan sarana pendukung untuk obyek wisata. Selain itu, pengadaan peralatan untuk aktivitas snorkeling dan menyelam juga mulai dilakukan.
Sesudah revitalisasi dilakukan, pengelolaan umbul tersebut sebagai obyek wisata diserahkan kepada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Tirta Mandiri. Seiring pembenahan yang dilakukan, sejak tahun 2013, Umbul Ponggok mulai dikenal luas sebagai obyek wisata air.
Popularitas Umbul Ponggok pun kian terangkat setelah banyak wisatawan yang mengunggah foto obyek wisata itu ke media sosial. “Mulai ramainya tahun 2013 karena saat itu mulai banyak pengguna media sosial dan muncul tren selfie (swafoto),” ujar Junaedhi.
Junaedhi memaparkan, sebelum pandemi Covid-19 muncul, rata-rata jumlah pengunjung Umbul Ponggok mencapai 1.000 orang pada hari biasa serta 2.000-3.000 orang pada akhir pekan. Rata-rata pendapatan dari umbul itu mencapai Rp 500 juta hingga Rp 600 juta per bulan. Namun, saat masa liburan, pendapatan itu melonjak signifikan. “Kalau pas libur Lebaran, kita mungkin bisa dapat Rp 1 miliar lebih dalam lima hari,” ungkapnya.
Pemberdayaan
Banyaknya wisatawan yang datang ke Umbul Ponggok itu tentu berdampak pada meningkatnya pemasukan warga sekitar. Sebab, sejak awal, pengelolaan umbul tersebut memang melibatkan warga setempat. Junaedhi menuturkan, jumlah warga yang bekerja di Umbul Ponggok sekitar 40 orang. Selain itu, ada 34 warga yang berjualan makanan di sekitar umbul tersebut.
“Kalau jumlah karyawan BUMDes Tirta Mandiri itu totalnya 70 orang. Kita memang fokus pada pemberdayaan masyarakat. Ibu-ibu yang sekarang berjualan itu dulunya ibu rumah tangga,” tutur Junaedhi.
Meski begitu, saat pandemi Covid-19 terjadi, Umbul Ponggok pun terkena dampak. Obyek wisata itu ditutup sejak Maret 2020 dan baru kembali buka pada akhir Oktober lalu dengan menerapkan protokol kesehatan.
Namun, hingga sekarang, pengunjung Umbul Ponggok tidak sebanyak sebelum pandemi Covid-19. “Sekarang nyari pengunjung 200 atau 300 orang per hari saja sulit. Penurunan pendapatan kita mencapai 60 sampai 70 persen,” kata Junaedhi.
Kita memang fokus pada pemberdayaan masyarakat (Junaedhi Mulyono)
Menurunnya jumlah pengunjung itu juga dirasakan dampaknya oleh pedagang makanan di sekitar Umbul Ponggok. Saat ini, para pedagang itu tergabung dalam paguyuban Usaha Kecil Menengah (UKM) Pawone Umbul Ponggok.
Wakil Ketua UKM Pawone Umbul Ponggok, Isminarti (59), menuturkan, sebelum pandemi Covid-19, pendapatannya bisa mencapai Rp 2 juta setiap minggu. Pendapatan itu dia peroleh dari berjualan makanan, kaos, kaca mata, pelampung, dan sebagainya. Namun, setelah pandemi, pendapatan Isminarti menurun signifikan. “Kalau sekarang, pendapatan saya sekitar Rp 300.000 per minggu,” katanya.
Meski begitu, Isminarti dan kawan-kawannya tetap berharap aktivitas wisata di Umbul Ponggok bisa pulih seperti sedia kala. Apalagi, pemasukan dari pariwisata itu kini menjadi penghasilan utama bagi banyak warga setempat. “Pendapatan utama saya sekarang ya dari Umbul Ponggok ini,” kata Isminarti yang berjualan di Umbul Ponggok sejak tahun 2012.
Destinasi baru
Selain Umbul Ponggok, Pemerintah Desa Ponggok juga mengembangkan sejumlah destinasi wisata baru di wilayahnya. Hal ini dilakukan agar makin banyak warga yang mendapat “berkah” dari aktivitas wisata. Salah satu destinasi baru itu adalah Umbul Besuki yang berlokasi di Dusun Kiringan, Desa Ponggok.
Salah seorang pengelola Umbul Besuki, Jonal Budi Afandi (34), mengatakan, aktivitas wisata di umbul tersebut dikelola oleh warga sekitar. Saat ini, ada sekitar 20 orang warga yang terlibat dalam pengelolaan Umbul Besuki. “Ada yang menjadi pekerja tetap, tapi ada juga yang berstatus freelance (pekerja lepas). Saat Sabtu-Minggu biasanya kita minta bantuan dari freelance karena jumlah wisatawan meningkat,” katanya.
Jonal memaparkan, warga yang merupakan pekerja lepas itu biasanya bekerja secara bergantian dengan warga lainnya. Hal ini agar makin banyak warga yang mendapat penghasilan dari Umbul Besuki. “Konsep pengelolaan Umbul Besuki ini kan untuk pemberdayaan,” tuturnya.
Pola kerja bergantian itu pula yang diterapkan oleh ibu-ibu yang mengelola rumah makan di Umbul Besuki. Salah seorang pengelola rumah makan di Umbul Besuki, Ari Dwi Kusrini (42), mengatakan, ada dua kelompok ibu-ibu yang bekerja secara bergantian setiap seminggu. Masing-masing kelompok itu beranggotakan enam orang.
Ari menyebut, setiap warga yang bekerja di rumah makan di Umbul Besuki mendapat gaji Rp 70.000 per hari untuk hari biasa dan Rp 90.000 untuk Sabtu dan Minggu. “Dengan adanya warung kuliner ini, warga sangat bersyukur. Sebab, keberadaan rumah makan ini bisa meningkatkan perekonomian warga dan mengurangi pengangguran,” ungkapnya.
Kreativitas dan inisiatif pemerintah desa serta warga dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki, patut diteladani. Pemberdayaan warga dalam mengelola wisata desa terbukti menghadirkan pemasukan bagi desa, serta meningkatkan kesejahteraan warga.