Ribuan Pegawai Honorer Sekolah di NTT Mempertanyakan Nasib
Ribuan tenaga pegawai honor sekolah di Nusa Tenggara Timur mempertanyakan status mereka pada 2021 ketika pemerintah mengakomodir guru honor menjadi CPNS atau PPPK.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS - Ribuan tenaga pegawai honor sekolah di Nusa Tenggara Timur mempertanyakan status mereka pada 2021 ketika pemerintah mengakomodir guru honorer menjadi CPNS atau PPPK. Mereka juga memiliki peran penting dalam proses belajar mengajar di sekolah, maka kepala sekolah harus memperjuangkan nasib guru dan tenaga honor tanpa diskriminasi.
Ketua Forum Guru dan Tenaga Pegawai Honor Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Sakarias Nenosaban di Kupang, Kamis (26/11/2020) mengatakan, selama ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan hanya berbicara soal guru honor, tidak sedikit pun menyinggung soal pegawai honor sekolah seperti pegawai administrasi, perpustakaan, tenaga kebersihan, tenaga keamanan dan pembersih taman.
“Mereka resah, jangan sampai nasib mereka pada 2021 diabaikan pemerintah, ketika semua guru honor diangkat menjadi CPNS atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK," ujar Nenosaban
Di Kota Kupang, dari total 2.335 tenaga honor sekolah, diantaranya 835 tenaga pegawai sekolah yang masih berstatus honor, sisa 1.500 tenaga guru honor. Jumlah ini dari guru PAUD sampai dengan guru honor SMP.
Data pokok pendidikan di setiap sekolah menjadi tanggungjawab tenaga pegawai honori. Kami sering ditegur, dan diingatkan pihak sekolah saat tidak menjalankan tugas dengan baik.(Maksi Alo)
Ia mengatakan, ketika pemerintah berbicara tentang guru honor, para tenaga pegawai ini selalu resah karena status mereka sebagai pegawai sekolah tidak pernah disinggung . Mereka khawatir, status mereka sebagai tenaga honor tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Mereka itu ada yang bekerja sudah puluhan tahun dan sebagian besar mereka sudah berkeluarga.
Maksi Alo (43), pegawai tata usaha yang masih berstatus honor di salah satu sekolah menengah pertama di Kota Kupang mengatakan, pemerintah tidak boleh membiarkan pegawai honor sekolah tetap berstatus honor selamanya. Pegawai honor juga memiliki tanggungjawab besar dalam proses belajar mengajar di sekolah.
“Data pokok pendidikan atau dapodik di setiap sekolah, data-data pendidikan lain, tanggungjawab tenaga pegawai honor ini. Kami sering ditegur, dan diingatkan pihak sekolah saat tidak menjalankan tugas dengan baik. Tanggungjawab tenaga pegawai honor sangat besar. Kami itu ibarat dapurnya sekolah,”kata Alo.
Tidak ada data
Ia menyebutkan, data-data tentang pegawai sekolah honor di NTT hampir tidak ditemukan, kecuali data guru honor. Ini memperlihatkan bahwa Pemda mengabaikan tenaga pegawai honor sekolah. Ada diskriminasi perhatian antara guru honor dan tenaga pegawai honor.
Ketua Dewan Pendidikan NTT Simon Riwu Kaho mengatakan, jumlah guru honor SMA, SMK dan sederajad di 22 kabupaten/kota di NTT sekitar 12.300 orang, sementara tenaga pegawai honor sekitar 5.400 orang. Guru honor tingkat SD sampai SMP sekitar 44.000 dan tenaga pegawai honor sekitar 23.000 orang.
Sementara guru PAUD sekitar 13.072 orang tersebar di 3.268 desa, dengan rerata satua desa terdapat empat guru PAUD. “Guru PAUD, sebagian besar masih guru honor. Mereka juga merangkap sebagai tenaga pegawai PAUD,”kata Riwu Kaho.
Ia menilai, meski pemerintah tidak pernah menyinggung soal tenaga pegawai honor di sekolah-sekolah terkait perekrutan guru honor 2021, pemerintah memiliki agenda merekrut tenaga pegawai juga. Apalagi usulan datang dari sekolah-sekolah itu tidak hanya guru honor tetapi juga tenaga pegawai honor.
Tenaga pegawai honor satu paket dengan guru honor sehingga tidak bisa diabaikan begitu saja, saat guru honor diangkat menjadi CPNS atau PPPK. Jika hanya guru honor yang diperhatikan, pemerintah bakal masih menanggung beban soal tenaga pegawai honor sekolah.
Pegawai honor ini sebagian besar lulusan sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas atau sederajad tetapi ada beberapa diantaranya berijasah diploma dan sarjana. Mereka melamar menjadi pegawai sekolah melalui kepala sekolah atau yayasan pendidikan swasta.
Ia berharap kepala sekolah mengakomodir semua tenaga guru honor dan tenaga pegawai honor sesuai dapodik yang ada di sekolah itu. Pihak kementerian yang akan memutuskan apakah pegawai honor itu layak diangkat atau tidak.
Jangan diskriminatif
“Kepala sekolah jangan diskriminatif dalam kebijakan memasukan dapodik guru honor dan pegawai honor. Entah apa pun ijasah mereka, dapodik tetap dikirim kecuali ada petunjuk teknis tertentu yang mengharuskan orang itu tidak memenuhi persyaratan. Jangan karena ada sentiment pribadi, kemudian dapodik guru honor atau pegawai honor itu sengaja tidak diproses,”kata Riwu Kaho.
Nasib sejumlah guru honor atau pegawai honor, atau tenaga pendidikan dan tenaga kepedidikan di NTT terkatung-katung karena ulah kepala sekolah. Hanya karena hal-hal sepeleh di sekolah dan di luar sekolah, nasip tenaga honor sekolah sengaja dihambat kepala sekolah. Misalnya, guru atau pegawai tersebut sering berargumentasi atau menolak kebijakan kepala sekolah, dendam pribadi, unsur suku dan agaman, dan lainnya.
Koordinator Sekolah Alam Desa Manusak Kabupaten Kupang Yahya Ado mengatakan, tenaga pegawai di NTT mayoritas lulusan SMP dan SMA. Dengan ijasah seperti itu sulit diangkat menjadi CPNS atau PPPK karena pengangkatan CPNS atau PPPK minimal diploma tiga.
“Bicara tenaga pegawai sekolah, sumber daya manusia NTT masih rendah. Tetapi bisa saja dengan pertimbangan masa kerja sudah di atas lima tahun, telah memiliki pengalaman kerja, bisa diangkat menjadi pegawai pemerintah. Tetapi itu pun harus ada petunjuk teknis dari kementerian,”kata Yahya.