Covid-19 Jateng Kian Melonjak, Kasus Aktif Terbanyak di Wonosobo
Tercatat ada sembilan kabupaten dengan kasus aktif (dirawat/isolasi) di atas 500. Secara berurutan, Wonosobo, Kota Solo, Kabupaten Magelang, Cilacap, Kebumen, Boyolali, Kabupaten Semarang, Kendal, dan Kota Semarang.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Lonjakan kasus Covid-19 di Jawa Tengah belum berhenti. Kini tercatat ada sembilan daerah dengan kasus aktif di atas 500 dengan catatan tertinggi Kabupaten Wonosobo. Selain pengaruh libur panjang, kenaikan kasus juga disebabkan mengendurnya kedisiplinan warga.
Berdasar data pada laman informasi Covid-19 Pemprov Jateng yang dimutakhirkan Rabu (25/11/2020) pukul 12.00, terdapat 50.793 kasus positif kumulatif, dengan rincian 7.625 dirawat, 39.781 sembuh, dan 3.387 meninggal. Total ada penambahan 2.520 kasus positif dalam 48 jam terakhir.
Sementara menurut laman dan media sosial Covid-19 setiap kabupaten/kota, hingga Rabu (25/11/2020) pukul 16.30 tercatat ada sembilan kabupaten dengan kasus aktif (dirawat/isolasi) di atas 500. Secara berurut-turut Wonosobo (984), Kota Solo (867), Kabupaten Magelang (749, termutakhir 24 November), Cilacap (733), Kebumen (713), Boyolali (603 termutakhir 24 November), Kabupaten Semarang (547 termutakhir 24 November), Kendal (537), dan Kota Semarang (523).
Menurut laporan media harian Covid-19 Satgas Penanganan Covid-19, Rabu (25/11/2020) pukul 12.00, Jateng menjadi provinsi kedua dengan penambahan kasus terbanyak, yakni 1.008, setelah DKI Jakarta (1.273). Sejak sekitar dua pekan lalu, penambahan kasus harian Jateng relatif konsisten di urutan kedua setelah DKI.
Kepala Dinas Kesehatan Jateng Yulianto Prabowo, saat memberi keterangan secara virtual, Rabu, mengatakan, peningkatan dipengaruhi sejumlah situasi. Salah satunya kegiatan sosial masyarakat, termasuk pascalibur panjang pada akhir Oktober 2020.
”Saat libur panjang, terjadi arus mudik yang membuat mobilitas meningkat. Setiap mudik, Jateng yang paling besar terkena dampak, salah satunya kasus keluarga meninggal (karena Covid-19) di Sragen. Kasus indeksnya dari Jakarta, lalu menulari keluarganya,” ujar Yulianto.
Selain itu, diakui Yulianto, perilaku masyarakat di Jateng sudah berbeda dibandingkan dengan beberapa bulan lalu. Selain mobilitas penduduk yang meninggi, protokol kesehatan juga tak optimal, terutama dalam hal menjaga jarak. Hal tersebut memicu terjadinya penularan kasus di Jateng.
Sekretaris Daerah Wonosobo One Andang Wardoyo menuturkan, lonjakan kasus diakibatkan kedisiplinan masyarakat yang mengendur. Sejumlah kegiatan keagamaan masih kerap berlangsung dengan protokol kesehatan yang tak berjalan optimal sehingga penularan Covid-19 terjadi.
Hal tersebut diperparah penolakan warga dites usap atau memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan. ”Klusternya sudah tak bisa terdeteksi lagi. Namun, yang jelas, paling banyak yakni kluster keluarga. Kami berharap ada pembatasan skala desa, tetapi arahannya langsung dari pusat, bukan kabupaten. Selama ini seperti jalan sendiri-sendiri,” katanya.
Selain itu, waktu tunggu hasil pemeriksaan reaksi berantai polimerase (PCR) juga masih 3-4 hari. Hal tersebut disebabkan Wonosobo tak memiliki laboratorium sendiri. Pemeriksaan dilakukan, antara lain, di Purwokerto, Kota Solo, Salatiga, Semarang, dan Yogyakarta.
”Kami sudah berkirim surat ke Kementerian Kesehatan dan BNPB untuk meminta ada laboratorium sendiri. Sebenarnya, tempat sudah ada (siap). Namun, kami kesulitan dalam pembiayaan reagen yang mahal. Satu pemeriksaan bisa Rp 650.000,” ujar Andang.
Terkait ketersediaan ruang isolasi RS di Jateng, Yulianto mengatakan, dari kapasitas 5.124 tempat tidur, sudah terpakai 3.889 atau 75,9 persen. Namun, diakuinya, ketersediaan tak merata. Artinya, ada sejumlah daerah yang masih memiliki ketersediaan cukup, tetapi ada juga yang dalam kondisi penuh.
”Dari catatan kami, yang penuh, antara lain, Kabupaten Purbalingga dan Banyumas. Di Kota Semarang juga beberapa RS sempat penuh, seperti RS Tugurejo dan RS KRMT Wongsonegoro, tetapi beberapa lainnya juga ada yang kosong. Kami terus lakukan penambahan ruang isolasi,” kata Yulianto.
Alokasi vaksin
Di tengah melonjaknya kasus, mulai muncul harapan terkait vaksin Covid-19. Yulianto menuturkan, Jateng mendapat alokasi 21.252.000 yang nantinya akan diberikan secara bertahap. Adapun distribusi kepada kabupaten/kota akan ditentukan berdasarkan sasaran/penerima, yakni usia 18-59 tahun.
Saat ini, kata Yulianto, pihaknya tengah mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) dan sarana prasarana penyuntikan vaksin. ”Tenaga atau vaksinator ada 2.708 orang yang dilatih. Terkait fasilitas kesehatan yang melayani, nanti ada sekitar 1.228 dan masih bisa berkembang,” ujarnya.
Sementara itu, terkait jenis vaksin yang akan diberikan, Yulianto menuturkan, penentuannya akan menjadi kewenangan pusat. ”Apakah Sinovac atau yang lain, kami juga belum tahu,” ucap Yulianto.