Lakukan Pelecehan terhadap Dua Anak, Guru Negeri di Tolitoli Ditangkap
Seorang guru negeri di Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, mencabuli dua anak yang tinggal bersamanya. Pelaku diharapkan dihukum berat agar memberikan efek jera secara sosial.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
TOLITOLI, KOMPAS — Zakaria A Intan (49), guru negeri salah satu sekolah dasar di Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, ditangkap karena melakukan kekerasan dengan mencabuli dua anak di bawah umur. Keduanya adalah keponakan dan anak angkat tersangka. Pelaku diharapkan dihukum berat agar memberikan efek jera secara sosial.
Zakaria ditangkap tim penyidik Kepolisian Resor Tolitoli, Kamis (19/11/2020). Penyidik menangkap pria beristri itu di rumahnya di Kelurahan Tuweley, Kecamatan Boalan, Tolitoli. AMM (14), keponakan, dan A (13), anak angkat tersangka berjenis kelamin perempuan, selama ini tinggal bersama dengan tersangka di rumahnya.
”Pencabulan yang dilakukan tersangka juga terjadi di rumahnya. Beberapa kali dilakukan di kamar para korban, kadang juga saat menonton televisi,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tolitoli Inspektur Satu Moh Rijal, di Tolitoli, Senin (23/11/2020), saat dihubungi dari Palu, Sulteng.
Kasus tersebut terungkap berawal dari laporan AMM kepada salah satu anggota keluarganya. Ia melaporkan pelecehan seksual yang dilakukan tersangka pada 10 November 2020. Setelah laporan itu, keluarga melaporkannya ke Polres Tolitoli.
Rijal menyatakan, dari penyelidikan, korban melaporkan tersangka mencabulinya sebanyak empat kali. Selain pada 2020, tersangka juga pernah mencabuli korban pada 2019. Ternyata, dalam penyelidikan, A juga menjadi korban perbuatan Zakaria. A dilecehkan sebanyak tiga kali pada 2018 dan 2019.
Rijal menerangkan, tersangka melakukan aksi asusilanya di dalam kamar kedua korban dan saat menonton televisi di ruang keluarga. Tersangka melakukan aksinya saat istrinya tak ada di rumah. Dari pemeriksaan, tersangka normal, artinya tak ada tanda-tanda gangguan kejiwaan.
Tim Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Tolitoli saat ini memberikan pendampingan psikologis terhadap kedua korban. Keduanya dilaporkan sehat. Keduanya saat ini kembali ke rumah orangtua masing-masing yang juga tinggal di Kelurahan Tuweley. Mereka mengenyam pendidikan sekolah menengah pertama.
Tersangka dijerat dengan Pasal 82 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 23/2020 tentang Perlindungan Anak. Merujuk dua pasal tersebut, tersangka terancam dipenjara maksimal 15 tahun dan didenda paling banyak Rp 2 miliar serta tambahan pidana sepertiga dari ancaman pidana pokok karena tersangka anggota keluarga para korban.
Dihubungi terpisah, Direktur Lingkaran Belajar untuk Perempuan (Libu Perempuan) Dewi Rana Amir menyatakan, tersangka harus dijerat dengan pidana maksimal. Dengan segala atributnya, tersangka seharusnya tak melakukan kejahatan tersebut.
Selain anggota keluarga dekat, tersangka juga seorang guru. Atribusi tersebut secara moral seharusnya menempatkan tersangka pada posisi sebagai pengasuh atau pelindung.
”Penegak hukum harus bertindak adil dengan jeratan hukum maksimal agar tersangka tak mengulangi perbuatannya. Itu juga sekaligus memberikan sinyal kepada masyarakat bahwa kekerasan seksual, termasuk pelecehan atau pencabulan, bukan hal sepele. Jadi, ada efek sosialnya,” katanya.
Selain itu, Dewi juga mendorong kepolisian dan pemerintah setempat berkoordinasi memulihkan kondisi psikologis para korban. Sesuai dengan prosedur penanganan, seharusnya kedua korban saat ini berada di rumah aman. Hak-hak mereka juga tetap harus dipenuhi secara berlanjut, terutama sekolah.
Ia mengingatkan, keluarga merupakan tempat pertama yang aman dan nyaman buat anak. Penyadaran tentang hal itu menjadi tugas semua pemangku kepentingan agar anak-anak bertumbuh dan berkembang dengan baik.