Tujuh Sub-Daerah Aliran Sungai Kawasan Muria di Jateng Kritis
Dampak nyata terakhir dari kerusakan lingkungan tersebut ialah banjir bandang yang melanda Kudus pada 2015. Hal tersebut berdampak tak hanya aksesibilitas warga, tetapi juga ekonomi, kesehatan, dan pendidikan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
KUDUS, KOMPAS — Sebanyak tujuh dari 25 sub-Daerah Aliran Sungai atau DAS Kawasan Muria, Jawa Tengah, masih dalam kondisi kritis sebagai dampak maraknya penebangan ilegal sejak akhir 1990-an. Warga setempat masih kurang paham sehingga tetap menanam tanaman semusim. Upaya pemulihan lingkungan dilakukan dengan percontohan di tujuh desa.
Sub-DAS kritis itu adalah Piji (856,11 hektar), Sani (1.211,52 hektar), Gungwedi (133,67 hektar), ketiganya ada pada DAS Juwana. Kemudian, Srep (2.718,58 hektar) dan Mayong (2.474,76 hektar) pada DAS Serang. Selain itu, Tayu (1.764,94 hektar) di DAS Tayu dan Gelis (1.730 hektar) di DAS Gelis.
Adapun DAS Kawasan Muria berada di kawasan Gunung Muria, yang terletak di Kabupaten Jepara, Kudus, dan Pati. Kerusakan lahan di daerah-daerah tersebut kerap kali menyebabkan banjir di daerah bawah, yang juga berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi di sekitar wilayah itu.
Ketua Forum DAS Muria Hendy Hendro dihubungi dari Semarang, Minggu (22/11/2020), mengatakan, lebih dari 20 tahun lalu, atau pada awal era reformasi, marak penjarahan hasil hutan dan penebangan liar di kawasan Gunung Muria. Hal itu menyebabkan degradasi lingkungan di kawasan tersebut.
Saat itu, sekitar 70 persen kondisi lahan di Muria dalam kondisi rusak. ”Saat ini, sebenarnya sudah lebih baik ketimbang 20 tahun lalu karena kegiatan terus dilakukan secara bersama-sama oleh semua pihak untuk mengembalikan fungsi lahan. Namun, tak mudah untuk pulih kembali. Perlu proses,” ujarnya.
Dampak nyata terakhir dari kerusakan lingkungan tersebut ialah banjir bandang yang melanda Kudus pada 2015. Hal itu berdampak tak hanya aksesibilitas warga, tetapi juga berbagai sektor, termasuk ekonomi daerah, pelayanan kesehatan, bahkan pendidikan.
Upaya yang selama ini telah dilakukan adalah membentuk desa percontohan di tujuh sub-DAS kritis, yakni Desa Menawan, Kecamatan Gebog; Desa Ternadi, Kecamatan Dawe (Kudus); Desa Plukaran, Kecamatan Gembong; Desa Siti Luhur, Kecamatan Gembong; Desa Jrahi, Kecamatan Gunungwangkal (Pati); dan Desa Bungu, Kecamatan Mayong (Jepara).
Di daerah-daerah itu didorong pertanian berbasis agro forestry atau tumpangsari wanatani serta diversifikasi usaha pertanian. Tanaman jati, sengon, dan mahoni ditanam. Begitu juga tanaman-tanaman yang dapat menunjang ekonomi, seperti kopi dan kakao. Konsep itu dinamakan Desa Hayati.
Desa-desa percontohan itu pertama kali digagas sekitar 2004 saat pihak Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berkunjung ke Muria. ”Sekitar 2012, tersusun grand design kawasan Muria, yang kemudian direkomendasikan pembentukan desa model di setiap sub-DAS kritis,” ujar Hendy.
Meski program itu terus berjalan, diakui Hendy, masih ditemui kendala, yakni minimnya kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan. Di kawasan hutan atau lereng masih ditanami tanaman semusim, seperti ketela, jagung, dan padi. Padahal, tanaman itu tidak layak di lokasi tersebut.
Hal itu dipicu pola penanaman tradisional warga yang masih berpikir pertanian subsistem atau pertanian untuk kebutuhan sendiri. ”Karena itu, kami terus mendorong warga agar menanam tanaman produktif (bukan semusim). Dari situ bisa dijual dan dibelikan kebutuhan pangan mereka,” katanya.
Rapat koordinasi
Pada Kamis (19/11), di Kudus, dilakukan rapat koordinasi Forum DAS Kawasan Muria, yakni pembahasan desa model RHL Desa Hayati. Rapat tersebut diikuti semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan kalangan dunia usaha, yang sama-sama mendukung pemulihan kondisi Muria.
Salah satu yang disepakati dalam rapat itu ialah implementasi dalam program yang sudah ada didukung leh semua sektor. ”Misalnya, pemerintah menyediakan bibit berkualitas, sedangkan penanaman didukung oleh dana CSR (tanggung jawab sosial perusahaan),” ujar Hendy.
Kepala Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan), Kementerian Pertanian, Mas Teddy Sutriadi, dalam rapat koordinasi menuturkan, pihaknya telah meneliti tentang DAS dan hasil teknologi tepat guna yang dipakai dalam pengelolaan DAS Pemali Jratun. Karena itu, pihaknya siap berkolaborasi teknologi dan terlibat langsung dalam mewujudkan Desa Hayati.