Tes Cepat Dikhawatirkan Membuat Warga Lereng Merapi Enggan Mengungsi
Pemeriksaan tes cepat untuk pengungsi di Kecamatan Selo, Boyolali, belum dilakukan. Pemda khawatir tes cepat membuat warga enggan mengungsi. Tes cepat diprioritaskan bagi sukarelawan dan petugas dari luar daerah.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
BOYOLALI, KOMPAS — Tes cepat Covid-19 belum dilakukan bagi pengungsi ancaman erupsi Gunung Merapi di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Pengadaan tes cepat dikhawatirkan membuat warga enggan mengungsi. Prioritas tes bagi petugas dan sukarelawan dari luar daerah.
Pada Jumat (20/11/2020), bantuan perlengkapan kesehatan diberikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kepada Pemerintah Kabupaten Boyolali di pengungsian sementara Desa Tlogolele. Bantuan tersebut berupa satu unit mesin antigen, 15.000 catridge antigen, 200.000 masker kain, dan 250 jeriken cairan sanitasi tangan.
Sekretaris Pemerintah Kabupaten Boyolali Masruri mengatakan, pihaknya akan menggunakan bantuan tersebut untuk pemeriksaan tes cepat atau swab bagi sukarelawan dan petugas dari luar daerah Boyolali. Saat ini, pihaknya belum akan menggelar tes cepat bagi pengungsi karena harus melakukan sosialisasi terlebih dulu.
”Kalau mereka mengetahui bahwa tinggal di pengungsian harus rapid test, nanti tidak mau turun (mengungsi). Saya yakin masyarakat di sini aman (zona hijau). Justru kami khawatir (virus) dibawa orang luar,” ucapnya.
Di Boyolali terdapat tiga desa yang masuk zona rawan bahaya Gunung Merapi, yakni Tlogolele, Klakah, dan Jrakah. Total pengungsi dari kelompok rentan di tiga desa itu sebanyak 642 orang. Adapun permukiman terdekat dari puncak Merapi sekitar 3 kilometer.
Dalam kunjungannya ke Boyolali, Kepala BNPB Doni Monardo mengingatkan petugas dan pengungsi tetap mematuhi protokol kesehatan. Sebab, lokasi pengungsian berpotensi besar menjadi tempat penularan Covid-19.
Lokasi pengungsian berpotensi besar menjadi tempat penularan Covid-19.
Doni juga meminta seluruh pihak dari luar pengungsian mematuhi aturan protokol kesehatan yang sama jika akan berkunjung ke lokasi pengungsian. Apalagi, kelompok rentan yang saat ini mengungsi merupakan golongan yang mudah terpapar Covid-19.
”Saudara-saudara kita di sini punya risiko tinggi terpapar Covid-19 apabila ada orang dari luar yang positif. Apalagi tempatnya juga relatif terbatas,” ujar Doni.
BNPB juga memberikan bantuan dana siap pakai untuk penanganan siaga darurat Gunung Merapi di Kabupaten Boyolali sebesar Rp 1 miliar. Tahun ini, Pemkab Boyolali mengalokasikan anggaran untuk bencana dan penanganan Covid-19 sebanyak Rp 171,884 miliar.
Di Desa Jrakah, jumlah pengungsi bertambah menjadi 246 orang dari sebelumnya hanya 121 orang. Pengungsi ini berasal dari Dusun Sepi dan Kajor. Sebelumnya, sebagian warga Dusun Sepi enggan mengungsi karena mitos tidak baik mengungsi ke arah barat dan selatan. Adapun tempat pengungsian desa berada di sisi barat.
Mereka mengungsi di dua titik lokasi, yakni SDN 2 Jrakah dan Balai Desa Jrakah. Sekat pembatas kayu sudah dipasang membentuk bilik-bilik berukuran 2,5 meter x 3 meter. Sementara di tempat pengungsian desa lainnya juga dilakukan hal yang sama.
Penyekatan bertujuan untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19. Sebagian warga juga belum memakai masker dengan benar. Beberapa memakai masker di bawah hidung dan dagu.
Sejumlah pengungsi mengaku belum terbiasa menggunakan masker dan merasa sesak saat bernapas. ”Nggih tiyang gunung mboten kulino ngagem masker. Mboten menopo nek dielingke petugas, maturnuwun (Maklum orang gunung, tidak terbiasa memakai masker. Jika petugas mengingatkan ya terima kasih),” kata Parman (55), warga Desa Klakah.