Pemilik Ternak di Sleman Ikut Menginap di Kandang Darurat
Para pemilik ternak di Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, ikut menginap di kandang darurat bersama ternaknya yang dievakuasi. Mereka ingin memastikan kondisi ternaknya baik-baik saja.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Para pemilik ternak di Dusun Kalitengah Lor, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, ikut menginap di area kandang darurat bersama hewan mereka. Warga ingin memastikan kondisi ternaknya baik-baik saja.
Kandang darurat itu menjadi lokasi evakuasi bagi ternak milik warga dari Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman. Dusun itu termasuk dalam daerah yang terancam bahaya erupsi Merapi karena berada pada radius 5 kilometer dari puncak Gunung Merapi.
Ternak menjadi salah satu kelompok yang harus dievakuasi lebih dulu setelah peningkatan status gunung tersebut dinaikkan dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III), Kamis (5/11/2020). Total terdapat 294 sapi yang harus dievakuasi dari dusun Kalitengah Lor.
Proses evakuasi ternak berlangsung sejak Senin (9/11/2020). Ada dua kandang yang dijadikan tempat evakuasi, yakni kandang komunal di Dusun Singlar dan kandang darurat di Lapangan Desa Glagaharjo. Kandang darurat mulai ditempati ternak pada Senin (16/11).
”Mulai Senin itu juga, saya ikut menginap di sini (kandang darurat). Ya, ini untuk menjaga sapi. Ada dua ekor punya saya, sedangkan anak saya satu ekor. Saya ikut menjaga biar merasa lebih tenang,” kata Puji Utomo (75), warga Dusun Kalitengah Lor, di kandang darurat, Lapangan Desa Glagaharjo, Jumat (20/11).
Berdasarkan pantauan, di sebelah kandang komunal didirikan tenda dari tiang bambu. Atapnya memakai terpal. Para pemilik ternak biasa bermalam di tenda tersebut sambil mengamati sapi masing-masing. Sedikitnya ada 12 warga yang ikut menginap di sana.
Puji merupakan salah seorang pemilik ternak yang setiap malam ikut menginap di kandang darurat. Terkadang, jika hujan, air dipastikan masuk ke area tenda. Untuk itu, dibuat pula parit kecil mengelilingi tenda. ”Tetapi, kalau airnya masih masuk juga, kami tidur di kandang-kandang yang belum ditempati,” ujarnya.
Ratno (47), warga Dusun Kalitengah Lor lainnya, juga sudah mengevakuasi ternak sapi miliknya ke kandang darurat tersebut. Namun, ia tidak setiap malam menengok ternak tersebut. Ia hanya beberapa kali ikut menginap untuk mengawasi sapi yang sudah diungsikan.
”Saya hanya sesekali saja ikut menginap di sini. Rasanya, kalau ikut menginap dan mengawasi jadi merasa lebih tenang kalau sapinya tidak kenapa-kenapa,” kata Ratno.
Ratno menambahkan, pihaknya langsung bersedia saat ada tawaran mengevakuasi ternak. Berkaca dari pengalaman erupsi 2010, kala itu, dua sapinya mati terpanggang awan panas. Ia tak ingin pengalaman itu terulang lagi. Maka, satu sapi miliknya langsung diungsikan begitu tawaran untuk mengungsikan ternak diterima.
Camat Cangkringan Suparmono menyampaikan, jumlah pengungsi di Balai Desa Glagaharjo terus bertambah. Hingga Kamis (19/11/2020) malam, jumlah pengungsi mencapai 263 orang. Pihak yang diprioritaskan mengungsi merupakan warga kelompok rentan yang terdiri dari lansia, ibu hamil, anak-anak, anak balita, dan penyandang disabilitas. Namun, ada sebagian warga bukan kelompok rentan yang juga ikut mengungsi karena merasa khawatir dengan ancaman erupsi.
”Sebagian ada yang takut dan merasa trauma. Tapi, sekarang ada juga yang ikut turun mengikuti ternaknya yang sudah diungsikan di lapangan balai desa,” kata Suparmono.
Suparmono menambahkan, hadirnya kandang darurat memberikan ketenangan bagi para pengungsi. ”Sekarang mereka jadi lebih tenang. Setiap hari bisa melihat dan lebih dekat dengan ternaknya,” katanya.