Lebih Kurang 3.000 Hektar Lahan di Cycloop Butuh Pemulihan
Lahan terbuka akibat perambahan di kawasan inti dan penyangga Cagar Alam Cycloop mencapai sekitar 3.000 hektar. Pemerintah Provinsi Papua bersama sejumlah pihak akan merehabilitasi areal yang mengalami kerusakan.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Papua bersama sejumlah pihak akan merehabilitasi sekitar 3.000 hektar di kawasan dan wilayah penyangga Cagar Alam Cycloop, Papua. Tujuannya, meminimalkan bencana alam yang berpotensi memicu tingginya korban jiwa.
Cycloop termasuk salah satu cagar alam terbesar di Indonesia. Kawasan hutan seluas 31.479,9 hektar itu merupakan pengendali pasokan air bagi warga Jayapura. Namun, kondisi Cycloop dengan nama asli Robongholo ini kian kritis.
Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua Yan Yap Ormuseray di Kota Jayapura, Kamis (19/11/2020), mengatakan, sekitar 3.000 hektar terdegradasi di kawasan Cagar Alam Cycloop dan penyangganya. Penyebabnya, perambahan dan faktor alam.
Yan menuturkan, indikasi degradasi lahan di Kota Jayapura terjadi di daerah Buper Waena, Bhayangkara, Pasir Dua, dan Kampwolker. Sementara di Kabupaten Jayapura, degradasi lahan dominan terjadi di Sereh dan Doyo.
”Rencananya kegiatan rehabilitasi tidak hanya berpusat di kawasan Cycloop dan penyangganya. Kami bersama sejumlah pihak terkait juga akan melaksanakan penanaman kembali di daerah seperti Puay di Kabupaten Jayapura dan Muara Tami di Kota Jayapura,” tuturnya.
Sejauh ini, Yan mengatakan, rehabilitasi telah dilakukan di lahan yang rusak. Salah satu pihak yang sengaja dilibatkan dalam kegiatan itu adalah PT Freeport Indonesia. Penanaman di kawasan Cagar Alam Cycloop dan penyangga menggunakan pohon dan buah-buahan endemik, seperti matoa.
”Kami bersama tim Freeport Indonesia akan bertemu dengan pemda di Jayapura, tenaga ahli dari Universitas Cenderawasih, dan Dewan Adat Suku. Pertemuan ini untuk memetakan lokasi rehabilitasi di areal Cycloop,” papar Yan.
Ke depan, ia mengimbau semua warga untuk meningkatkan kewaspadaan dan menghentikan aksi perambahan dan pembakaran hutan di tengah kondisi cuaca ekstrem dan fenomena La Nina yang mulai terjadi di Papua. ”Hentikan perambahan hutan. Kami juga mengimbau warga jangan membuang sampah ke dalam saluran drainase dan sungai,” ujarnya.
Pada 16 Maret 2019, banjir bandang terjadi di Kabupaten Jayapura dan longsor di Kota Jayapura. Banjir dipicu kiriman air dan material dari Cycloop dalam jumlah sangat banyak saat terjadi hujan deras selama beberapa jam.
Dari data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Papua, total kerugian akibat banjir bandang di Kabupaten Jayapura mencapai Rp 506 miliar. Jumlah korban meninggal 105 orang di Kabupaten Jayapura dan 7 orang di Kota Jayapura.
Banjir juga mengakibatkan kerusakan pada tujuh jembatan, jalan sepanjang 21 kilometer, 21 sekolah, 115 rumah toko, dan 5 tempat ibadah. Selain itu, 291 rumah rusak berat, 209 rumah rusak sedang, dan 1.288 rumah rusak ringan.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi Cycloop-Youtefa Danial Idris mengungkapkan, potensi banjir bandang di Kabupaten Jayapura dapat terulang lagi. Hal ini disebabkan aksi perambahan hutan di Cagar Alam Cycloop yang masih terus terjadi.
Dari data Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua, perambahan di Kota Jayapura 418,44 hektar dan Kabupaten Jayapura 640,49 hektar. ”Kami menemukan permukiman warga dan pembukaan kebun di lokasi yang terindikasi adanya perambahan. Sepanjang tahun ini, kami juga menemukan 20 titik pembakaran hutan di kawasan Cagar Alam Cycloop,” ungkap Danial.