Trauma, Warga di Luar Zona Bahaya Merapi Cari Pengungsian Mandiri
Karena panik dan takut, warga di luar zona bahaya pun turut mengungsi. Mereka mencari lokasi pengungsian di rumah kerabat ataupun di rumah kontrakan.
Oleh
REGINA RUKMORINI/KRISTI UTAMI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Karena dicekam ketakutan dan kekhawatiran akan bahaya erupsi Merapi tahun ini, sejumlah warga yang bertempat tinggal di luar radius 5 kilometer dari Merapi akhirnya mengungsi. Menyadari bahwa mereka bukan bagian dari kelompok masyarakat yang direkomendasikan mengungsi, mereka pun mencari lokasi pengungsian sendiri dengan cara menumpang di rumah kerabat ataupun di rumah kontrakan.
Sekretaris Kecamatan Srumbung, Muchibin, mengatakan, pekan lalu dua warga dari Desa Kemiren, Kecamatan Srumbung, yang berjarak sekitar 6 kilometer dari Gunung Merapi, mulai sibuk mencari rumah kontrakan di Kecamatan Muntilan.
”Karena sudah merasa tidak nyaman dan khawatir akan bahaya erupsi, mereka memutuskan tinggal di kontrakan, jauh dari gunung, setidaknya selama satu atau dua bulan,” ujarnya, Kamis (12/11/2020).
Berjarak 6-7 kilometer dari Gunung Merapi, Desa Kemiren dan Kaliurang adalah desa di Kecamatan Srumbung yang berjarak paling dekat dengan Merapi. Total jumlah desa di Kecamatan Srumbung terdata sebanyak 17 desa.
Karena sudah merasa tidak nyaman dan khawatir akan bahaya erupsi, mereka memutuskan tinggal di kontrakan, jauh dari gunung, setidaknya selama satu atau dua bulan.
Selama ini, Muchibin mengatakan, warga Desa Kemiren memang sudah beberapa kali mendengar suara gemuruh dari Merapi.
Sekalipun tidak panik, sebagian warga, termasuk warga yang berniat mengontrak rumah tersebut, tetap diliputi rasa cemas karena trauma terhadap erupsi yang terjadi pada tahun 2010. Ketika itu, banyak warga terburu-buru mengungsi saat erupsi sudah terjadi dan lokasi pengungsian di Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, tidak dalam kondisi layak ditempati.
”Waktu itu atap tenda pengungsian jebol karena tidak kuat menahan tebalnya abu di bagian atas,” ujar Muchibin.
Camat Dukun, Amin Sudrajad, mengatakan, sejumlah warga Desa Keningar di Kecamatan Dukun, yang berjarak sekitar 7 kilometer dari Gunung Merapi, kini sebagian sudah mengungsi di rumah kerabat. ”Ada yang mengungsi di rumah keluarganya di Yogyakarta,” ujarnya.
Inisiatif mengungsi di rumah kerabat tersebut, menurut dia, dilakukan karena mereka sudah pernah mengungsi dan merasa enggan serta kurang nyaman untuk kembali ke lokasi pengungsian.
Sementara itu, warga yang sudah mengungsi pun sulit untuk terus bertahan di lokasi pengungsian. Pagi hingga siang hari, mereka kerap pulang demi alasan memberi makan ternak dan menengok rumah.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Magelang Edy Susanto mengatakan, adanya evakuasi mandiri menunjukkan tingginya kesadaran masyarakat terhadap risiko bencana. Berulang-ulang dilanda bencana yang sama membuat sebagian masyarakat terbiasa dengan langkah-langkah penyelamatan diri.
”Tindakan itu menunjukkan masyarakat mengetahui ancamannya dan mengetahui mitigasinya. Sikap tangguh bencana inilah yang ingin kami bangun di dalam masyarakat,” ujar Edy.
Hingga Kamis malam, terdapat 815 pengungsi dari kelompok rentan dari tiga desa, yang terdiri dari ibu hamil dan menyusui, anak-anak, warga lanjut usia (lansia), warga difabel, dan penderita sakit. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus bertambah. Sebab, sebagian besar warga masih bertahan di desa sambil menunggu perkembangan aktivitas merapi.
Saat ini, ada sembilan titik pengungsian di sejumlah titik di Kabupaten Magelang. Untuk mengantisipasi lonjakan jumlah pengungsi, BPBD Magelang sedang menyiapkan sedikitnya 78 lokasi pengungsian tambahan.
”Sembilan tempat pengungsian yang ada ditambah dengan 78 lokasi yang sedang kami siapkan itu bisa menampung hingga 1.028 keluarga. Semua pengungsian sama, akan dibuat berbilik-bilik untuk mencegah risiko penyebaran Covid-19,” kata Edy.