Pengelolaan air baku di Batam akan segera beralih dari PT Adhya Tirta Batam kepada PT Moya Indonesia pada 15 November 2020. Meskipun proses alih kelola berlangsung alot, diharapkan hal itu tidak mengganggu pelayanan.
Oleh
PANDU WIIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pengelolaan air baku di Batam, Kepulauan Riau, akan segera beralih dari PT Adhya Tirta Batam kepada PT Moya Indonesia pada 15 November 2020. Meskipun proses alih kelola berlangsung alot, hal itu diharapkan tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat.
Wakil Koordinator Himpunan Kawasan Industri Kepri Tjaw Hioeng, Kamis (12/11/2020), mengatakan, pihaknya tidak menyoal pihak mana yang akan mengelola air baku asal pelayanan tetap berjalan baik. Jangan sampai alih kelola air baku itu mengganggu kinerja industri.
”Selain soal ketersediaan, harga air baku juga menjadi hal penting yang kami pantau. Dari yang kami dengar, BP (Badan Pengusahaan) Batam telah berjanji tidak akan menaikkan harga air baku untuk industri,” kata Tjaw.
Sejak 2010, PT Adhya Tirta Batam (ATB) membanderol air baku untuk industri seharga Rp 10.500 per meter kubik. Tjaw berharap pengelola yang baru tidak menaikkan harga lama tersebut. Hal ini penting demi menjaga daya tarik Batam sebagai kawasan strategis penanaman modal asing.
Proses alih kelola air baku sempat berjalan alot karena PT ATB menuding BP Batam ingkar janji. Sebelumnya, BP Batam menyatakan air baku akan dikelola pemerintah. Namun, kini pengelolaan air baku justru diserahkan kepada pihak swasta lain.
Pada 12 Agustus 2020, BP Batam melakukan pemilihan langsung yang diikuti tiga perusahaan. Tiga minggu kemudian, PT Moya ditetapkan sebagai pemenang untuk mengelola air baku selama enam bulan masa transisi setelah konsesi PT ATB.
Sebelumnya, Presiden Direktur PT ATB Benny Andrianto mengatakan merasa ditelikung dengan langkah BP Batam menunjuk perusahaan swasta lain untuk mengelola air baku. ”PT ATB tidak punya kewajiban menyerahkan (aset) ke pengelola yang baru. Kami baru akan menyerahkan ke BP Batam pada akhir masa konsesi,” ujarnya pada 10 September lalu.
Menanggapi hal itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Batam Rafki Rasyid mengatakan, akses air bersih kepada masyarakat jangan sampai terganggu konflik antara BP Batam dan PT ATB. Investor akan enggan menanam modal jika akses air bersih macet.
Menurut dia, pemodal asing di Batam sangat sensitif. Ketika ada gangguan sedikit saja, mereka akan memberitahukan hal itu kepada koleganya di negara masing-masing. Hal itu akan berdampak langsung terhadap citra Batam di mata investor di luar negeri.
Direktur Badan Usaha Fasilitas dan Lingkungan BP Batam Binsar Tambunan menjelaskan, sebagai pihak swasta, PT Moya tidak boleh mengelola air sepenuhnya dari hulu sampai hilir. BP Batam akan terlibat menentukan cakupan pelayanan dan besaran tarif.
”PT Moya hanya berfungsi sebagai operator dalam pengoperasian air selama enam bulan. Pemerintah tetap hadir dan bertanggung jawab terhadap penyediaan air untuk masyarakat,” kata Binsar.