Peringatan Hari Pahlawan, Selasa (10/11/2020), di Surabaya, Jawa Timur, berlangsung sederhana karena wabah Covid-19 akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) belum mereda.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·5 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Peringatan Hari Pahlawan, Selasa (10/11/2020), di Surabaya, Jawa Timur, berlangsung sederhana karena wabah Covid-19 (coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) belum mereda.
Peringatan sederhana diyakini tidak mengurangi kecintaan, kebanggaan, dan penghayatan warga Surabaya. Tahun ini, peringatan Hari Pahlawan tanpa ingar-bingar parade, festival, atau gebyar seni budaya seperti sebelumnya. Situasi ini merupakan konsekuensi pembatasan aktivitas sosial untuk mencegah penularan Covid-19. Pagebluk sejak pertengahan Maret belum mereda.
Salah satu acara rutin peringatan Hari Pahlawan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Jatim adalah upacara malam renungan suci di Taman Makam Pahlawan 10 November Surabaya. Tepat tengah malam atau pergantian hari ke Selasa (10/11/2020), Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa memimpin acara yang kali ini diadakan dengan sejumlah pembatasan undangan karena wabah Covid-19.
Upacara malam renungan suci digelar untuk mengenang dan menghormati seluruh pahlawan, termasuk 3.560 pejuang yang dikebumikan di TMP 10 November Surabaya. Di antara 3.560 nisan di TMP 10 November Surabaya, terdapat 53 nisan pejuang yang tidak diketahui identitasnya.
”Kami bersumpah dan berjanji bahwa perjuangan para pahlawan adalah perjuangan kami juga dan jalan kebaktian yang para pahlawan tempuh adalah jalan bagi kami juga,” kata Khofifah.
Pertempuran Surabaya yang diperingati setiap 10 November bukanlah insiden satu hari, melainkan rangkaian kontak senjata sejak akhir Oktober 1945 hingga akhir November 1945. Pertempuran Surabaya dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yakni pertempuran pendahuluan, pertempuran 10 November, dan pertempuran akhir.
Seluruh stakeholder adalah sosok pahlawan kemanusiaan. (Tri Rismaharini)
Pertempuran Surabaya diperkirakan melibatkan 20.000 anggota tentara keamanan rakyat dari berbagai penjuru Jatim dan Nusantara serta didukung oleh 140.000 rakyat pejuang.
Gugur melawan sekutu
Beribu-ribu pejuang dan masyarakat sipil gugur karena melawan tentara Sekutu. Setelah 75 tahun, perang masih berlangsung, tetapi dengan musuh berbeda. Saat ini, masyarakat sedang berjuang mengusir ”tentara kematian” bernama virus korona yang telah menjadi pandemi global. ”Melawan Covid-19 dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan,” kata Khofifah.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memimpin upacara peringatan di Taman Surya Balai Kota Surabaya dengan sejumlah penerapan protokol kesehatan. Dalam upacara dibacakan pesan-pesan pahlawan nasional. Dalam konteks wabah saat ini, peringatan Hari Pahlawan sepatutnya berlangsung dengan khidmat dan tidak kehilangan makna.
Risma mengingatkan, nilai-nilai kepahlawanan dalam Pertempuran Surabaya yang berlandaskan Pancasila harus terus dilestarikan. Tetaplah percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, rela berkorban, pantang menyerah, suka membantu, gotong royong. Karakter inilah yang diperlukan masyarakat untuk bersama-sama mengatasi wabah Covid-19.
”Seluruh stakeholder adalah sosok pahlawan kemanusiaan,” kata Risma. Di saat pandemi, semua komponen masyarakat telah membuktikan keinginan bersatu dan gotong royong memutus rantai penularan dengan beragam cara. Semua elemen memiliki peran penting dalam penanganan wabah Covid-19.
Selain itu, Risma memberikan penghargaan kepada 133 anggota Badan Intelijen Negara (BIN) atas upaya membantu Surabaya menangani pagebluk. Karena pembatasan aktivitas, ada 15 anggota BIN yang menjadi perwakilan untuk menerima penghargaan dalam upacara.
Dalam momen terpisah, Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jatim Erlangga Satriagung menyerahkan penghargaan kepada sembilan mantan atlet berprestasi. Mereka adalah Sodiq Pamungkas dan Wongso Suseno (tinju), Abdurrahman bin Semir, Agus Setiawan, dan Musiamin (atletik), Pranoto (silat), Soepardji (anggar), Tarwi (balap sepeda), dan Yusuf Ekodono (sepak bola).
”Mereka berjasa di kancah nasional dan internasional sebagai pahlawan olahraga Jatim,” kata Erlangga.
Adapun kalangan masyarakat Surabaya memperingati Hari Pahlawan dengan mengikuti anjuran Pemerintah Kota Surabaya untuk mengibarkan bendera merah putih di depan rumah. Selain itu, mengheningkan cipta selama 60 detik dengan anjuran dimulai pada pukul 08.15 WIB dengan protokol kesehatan untuk mengenang jasa para pejuang.
Ady Setyawan, pendiri Roode Brug Soerabaia, komunitas pelestarian sejarah Surabaya era revolusi (1945-1949), mengatakan, wabah Covid-19 mengakibatkan pihaknya membatalkan tradisi mengadakan parade dan teater Pertempuran Surabaya seperti tahun-tahun sebelumnya.
Reka kejadian
Akan tetapi, pada Minggu (8/11/2020), secara terbatas, komunitas mengadakan reka kejadian Pertempuran Surabaya di Benteng Kedung Cowek, salah satu kompleks bangunan cagar budaya di Surabaya yang masih memperlihatkan peninggalan ”kengerian” perang 75 tahun lalu itu.
”Kami memberangkatkan tim terpadu bersama Kopaska ke puncak Gunung Penanggungan untuk memunguti sampah sebagai cara lain untuk memperingati Hari Pahlawan,” kata Ady, penulis buku Kronik Pertempuran Surabaya Media Asing dan Historiografi Indonesia, buku Surabaya Di Mana Kau Sembunyikan Nyali Kepahlawananmu?, dan buku Benteng-Benteng Surabaya.
Terkait dengan Hari Pahlawan, buku Pertempuran Surabaya karya Nugroho Notosusanto menyebut kontak senjata di Bumi Pahlawan itu merupakan konfrontasi paling menegangkan dengan semangat patriotisme tinggi yang ditunjukkan bangsa Indonesia.
Sejarawan MC Ricklefs dalam buku A History of Modern Indonesia Since C.1200 menyatakan Pertempuran Surabaya menjadi insiden tersengit pada masa Revolusi. Inggris, pemimpin Sekutu, menilai Pertempuran Surabaya laksana inferno alias neraka. Rencana untuk menguasai Surabaya paling lambat 26 November 1945 terlambat dua hari karena kegigihan para pejuang. Pertempuran Surabaya mengubah cara pandang Inggris dan Belanda terhadap Indonesia.
Setelah upacara di Balai Kota, Risma lalu hadir secara virtual pada Hari Ulang Tahun Ke-10 Pahlawan Ekonomi (PE). Pada kesempatan itu Risma mengatakan, pelaku ekonomi (UMKM) yang menjadi anggota PE umumnya mengembangkan usaha berangkat dari minus. Selama 10 tahun perjalanan PE, mereka kini sudah bisa tampil menjadi pemegang kemudi ekonomi keluarga.
”Sekarang hampir semua pelaku UMKM yang bergabung dalam PE sudah bisa mengembangkan usaha dalam segala kondisi, termasuk saat pandemi Covid-19. Ketika ekonomi menurun, beberapa PE malah tetap ekspor,” kata Risma.