Pilkada di Kabupaten Banggai Hanya Diawasi Seorang Komisioner
Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, tinggal menyisakan seorang komisioner Bawaslu menghadapi pilkada 2020. Butuh langkah cepat Bawaslu RI untuk mengatasi kondisi ini.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu memberhentikan empat komisioner Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Banggai karena melanggar kode etik penyelenggaraan pemilu. Tinggal menyisakan seorang komisioner, langkah cepat Bawaslu RI sangat ditunggu untuk mengatasi kekosongan itu.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Rabu (4/11/2020), memutuskan bahwa empat komisioner Bawaslu Banggai melanggar kode etik penyelenggara pemilu. Mereka adalah Ketua Bawaslu Banggai Bece Abd Junaid dan tiga anggotanya, yaitu Adamsyah Usman, Nurjana Ahmad, dan Marwan Muid. Putusan sama dijatuhkan pada anggota Bawaslu Sulteng, Ruslan Husen.
”Kerja-kerja pengawasan di Bawaslu Banggai dijamin tidak terganggu. Kami tetap mengontrol. Ditambah, masih ada seorang komisoner. Kami juga sudah meminta bagian sekretariat mendukung penuh pengawasan pilkada,” kata Ketua Bawaslu Sulteng Jamrin di Palu, Kamis (5/11/2020).
Dalam salinan putusan yang diterima Kompas dari bagian Humas DKPP, keempat komisioner Bawaslu Banggai dinilai tidak cermat saat mengeluarkan putusan terkait pelanggaran Pasal 71 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pasal itu mengatur pelanggaran administrasi berupa mutasi pejabat yang dilakukan pengadu perkara Bupati Banggai Herwin Yatim, Mei 2020. Keempatnya bermusyawarah dan menghasilkan putusan pelanggaran administrasi itu. Padahal, mutasi itu dibatalkan sehingga secara hukum tidak pernah terjadi.
Keputusan itu lantas jadi dasar KPU Banggai mengeluarkan putusan tidak memenuhi syarat pada 23 September 2020 untuk Herwin Yatim-Mustar Labolo. Namun, putusan itu lantas dibatalkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Makassar. Belakangan Herwin tetap ditetapkan sebagai peserta Pilkada 2020.
Dengan keputusan itu, hanya tinggal Syaiful Saide, komisioner yang tersisa. Dia tidak diberhentikan karena berbeda pendapat saat musyawarah penentuan pelanggaran, awal April 2020. Menurut dia, dugaan pelanggaran itu tak memenuhi aspek materiil karena tak adanya kepastian hukum.
Selain itu, majelis hakim yang diketuai Alfitra Salamm dengan anggota Teguh Prasetyo, Didik Supriyanto, dan Ida Budhiati, memutuskan bahwa anggota Bawaslu Sulteng, Ruslan Husen, tidak menerapkan prinsip kepastian hukum atas putusan terkait pengadu. Dia menyampaikan putusan pelanggaran administrasi itu kepada media.
Jamrin menyatakan, dirinya terus berkoordinasi dengan Bawaslu RI untuk mengisi kekosongan di Bawaslu Banggai. Dari proses seleksi dulu, tersisa tiga calon yang berpeluang menjadi anggota.
”Akan tetapi, nanti kami klarifikasi dulu. Apakah mereka sudah masuk partai politik, tim sukses, dan lainnya. Intinya, kami menunggu Bawaslu RI, berdasarkan aturan tujuh hari setelah putusan dibacakan,” katanya.
Kemungkinan lain, kata Jamrin, seorang anggota Bawaslu Sulteng bisa ditugaskan khusus di Banggai. Namun, hal itu juga tetap menunggu keputusan Bawaslu RI.
Jamrin menjadi Ketua Bawaslu Sulteng sejak 19 Oktober menyusul bergulirnya sidang pelanggaran kode etik Ruslan Husen. Ruslan sebelumnya adalah ketua lembaga pengawasan pemilu itu.
Nanti kami klarifikasi dulu. Apakah mereka sudah masuk partai politik, tim sukses, dan lainnya. Intinya, kami menunggu Bawaslu RI, berdasarkan aturan tujuh hari setelah putusan dibacakan.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tadulako, Palu, Slamet Riyadi Cante, menyatakan, meskipun masih ada satu komisioner Bawaslu Banggai, kinerja pengawasan diperkirakan tidak bisa maksimal. Apalagi, waktu sebulan jelang pemungutan suara menjadi momen krusial.
”Bawaslu harus mengantisipasi hal ini dengan langkah strategis untuk memastikan kualitas pengawasan pemilu tetap berjalan baik,” katanya.