”Ladrang Gadjah Seno”, Gending Terakhir Dalang Peretas Batas
Bagi Ki Seno Nugroho, kreativitas bagaikan sumber mata air yang tak pernah kering. Lewat wayang virtual, Seno meretas batas ruang. Terjadi proses penanggalan tembok yang membuat wayang bisa dinikmati tanpa berjarak.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·6 menit baca
Sedu sedan Tatin Lestari Handayani (34) dan belasan pesinden lain pecah sejadi-jadinya begitu gending ”Ladrang Gadjah Seno” berlaras slendro pathet sanga rampung dimainkan para wiyaga. Gending itu mengantar kepulangan dalang inovatif, Ki Seno Nugroho, kepada Sang Khalik.
”Dulu, beliau mayang (mementaskan wayang) sempat bilang ke kami. ’Sesuk nek aku ra ono, iki diunekke yo (Besok, kalau saya meninggal, mainkan gending ini ya),” tutur Tatin di sela-sela penghormatan terakhir bagi almarhum Ki Seno Nugroho, Rabu (4/11/2020), di Dusun Gayam, Desa Argosari, Kecamatan Sedayu, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Seno meninggal dalam usia 48 tahun, Selasa (3/11/2020) malam, akibat gangguan jantung di Sleman, DIY.
Tatin, pesinden yang telah pentas bersama Ki Seno sejak 2009, mengatakan, gending yang dimaksud Ki Seno kala itu tak lain adalah ”Ladrang Gadjah Seno” gubahan pencipta gending Jawa, Joko Porong. Sayup-sayup iringan gending terdengar bersamaan kehadiran para pelayat di rumah duka Ki Seno.
Para wiyaga menabuh gamelan dengan mata nanar. Pesinden bernyanyi dengan suara bergetar. Tisu dan sapu tangan yang digenggam tak henti-hentinya digunakan untuk menyeka air mata yang terus mengalir. Mereka merupakan pengiring dalam setiap pentas wayang Ki Seno.
Ki Seno Nugroho adalah dalang kreatif dan jenaka yang menjadi pembaru wayang gagrak Yogyakarta. Bagi dia, kreativitas bagaikan sumber mata air yang tak pernah kering. Salah satunya ditunjukkan dengan getol mengunggah pertunjukan wayang ke kanal digital. Alih-alih hilang tergerus zaman, pertunjukan wayang justru hidup abadi dalam platform tersebut.
Tatin menyampaikan, banyak kenangan yang dilaluinya setelah bersama bergabung dengan kelompok kesenian Ki Seno selama 11 tahun. Ia akan sangat merindukan sosok almarhum meski kerap diledek setiap pentas. Setiap ledekan itu yang justru membuatnya merasa dekat dengan almarhum.
”Beliau adalah bapak saya. Dalam semua hal, saya belajar dari beliau tentang apa pun. Tentang di panggung, tentang gojekan (candaan) panggung, tentang apa saja. Saya bisa seperti ini karena beliau,” ujar Tatin sambil terisak.
”Ladrang Gadjah Seno”, gending yang dimainkan untuk mengantarkan kepergian Ki Seno, merupakan gubahan teman dekat dalang muda tersebut, yakni Joko Porong (44). Joko mengenal Seno sejak keduanya masih muda. Joko juga baru mengetahui bahwa gending ciptaannya pernah diminta Seno untuk dimainkan jika dalang tersebut meninggal.
Ki Seno lahir di Yogyakarta, 23 Agustus 1972. Ki Seno mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) Jurusan Pedalangan. Ia salah satu sosok dalang yang sukses membuat kesenian wayang kulit dicintai kaum milenial melalui pertunjukan digital. Meski berlatar belakang gagrak Yogyakarta, Ki Seno mampu memainkan pertunjukan wayang kulit dengan memadukannya dengan gagrak Surakarta.
Joko mengisahkan, Seno yang memintanya untuk membuat gending itu. Kala itu, Seno meminta dibuatkan gending yang dapat digunakannya menghela napas atau rehat sejenak sewaktu pentas. Lebih kurang, gending itu diciptakan 2-3 tahun yang lalu.
Bagi Joko, Seno adalah teman sekaligus saudara. Banyak hal yang telah dilalui keduanya. Ia tak merinci satu atau dua pengalaman berkesan. Semua pengalaman bersama Seno selalu meninggalkan kesan tak terkira untuknya. Suka dan duka telah dilalui keduanya bersama-sama.
”Seno itu tubuh dan napas saya. Sejak saya kenal dia, mungkin tahun 1980-1990-an, itu kami sangat dekat. Suka dan duka kami lalui bersama sejak SMA,” kata Joko.
Joko menuturkan, sebagai dalang, Seno tidak pernah kehabisan bahan untuk dibicarakan. Ia mampu membumikan hal yang serius dalam candaan hingga membuat sebuah candaan terkesan serius. Seno mengembalikan bertutur menjadi kekuatan utama seorang dalang.
Susilo Nugroho, seniman peran yang lebih dikenal sebagai Den Baguse Ngarsa (61), mengatakan, Seno punya keunggulan untuk membuat wayang kulit sebagai pertunjukan yang menarik. Wayang bisa menjadi sebuah tontonan yang juga memberikan laku tuntunan bagi masyarakat. Menurut dia, Seno menyadari pentingnya sisi tontonan dalam sebuah pertunjukan.
”Kreativitasnya sangat baik. Selama ini, dikotomi tuntunan dan tontonan selalu diperdebatkan. Namun, dia memilih tontonan tidak bisa dihindarkan. Karena, wayang juga sebuah pertunjukan,” kata Susilo.
Lebih lanjut, Susilo mengungkapkan, pihaknya melihat ada lompatan besar yang dibuat Seno dalam pertunjukan wayangnya. Banyak penggemarnya mengelu-elukan karakter Bagong yang ditampilkan Seno. Bagong dibuat sebagai sosok yang cerdas dan membicarakan hal-hal aktual.
Seniman peran lainnya, Butet Kartaredjasa, mengungkapkan, Seno adalah dalang muda yang bisa diterima banyak pihak. Banyak penggemar mengharapkan almarhum bisa menjadi pengganti dalang kenamaan asal DIY lainnya, yakni Ki Hadi Sugito.
Banyak penggemar mengharapkan almarhum bisa menjadi pengganti dalang kenamaan asal DIY lainnya, yakni Ki Hadi Sugito.
”Celelekane (bercandanya), kurang ajare, bisa diterima oleh masyarakat, audiens, dan dunia pakeliran wayang. Sastrane nggenah (sastranya baik). Keterampilane nggenah (keterampilannya baik). Banyak orang berharap,” ujarnya.
Lalu, Butet mengatakan, Seno menjawab kebutuhan generasi muda dengan merambah pertunjukan virtual. Kemudahan teknologi dimanfaatkannya untuk menyebarluaskan wayang ke seluruh penjuru daerah. Tidak hanya Indonesia, tetapi juga dunia. Sebab, jarak bisa terlipat sedemikian rupa dalam jagat maya. Pertunjukan wayang pun menembus batasan jarak sehingga dapat disaksikan banyak khalayak.
”Bagi saya, itu satu ikhtiar dia merespons dunia digital, khususnya pewayangan. Mungkin, itu bisa dijadikan satu inspirasi untuk dalang-dalang muda yang lain. Menjelajah ruang eksplorasi yang lebih luas dalam jagat virtual itu. Seno memulai dan membuka pintu untuk eksperimentasi-eksperimentasi itu,” kata Butet.
Gunawan Widagdo (38), manajer Ki Seno Nugroho, menceritakan, pentas wayang virtual pertama kali dijajal Seno pada 2019. Ini didasari keinginan penggemar yang meminta agar pertunjukan wayang Seno juga dapat disaksikan lewat kanal digital. Platform Youtube dipilih Seno. Kini, tercatat satu video pentas wayang Seno di kanal digital itu bisa ditonton lebih dari 150.000 kali.
Dalam masa pandemi Covid-19, pentas wayang virtual diteruskan Seno untuk berkreasi. Ia sempat menggelar pentas wayang virtual untuk donasi, Mei lalu. Pementasan dibuat dalam format baru yang lebih ringkas. Pertunjukan wayang yang biasanya hingga berjam-jam diringkas hanya dua jam. Belakangan format ini disebut sebagai ”wayang climen”.
Uang donasi dari pementasan tersebut terkumpul sekitar Rp 200 juta. Hasil donasi digunakan untuk membantu sesama seniman tradisional yang terdampak pandemi.
”Lalu, beliau juga memikirkan tentang bagaimana para pesinden dan wiyaganya agar tetap berpenghasilan dalam kondisi pandemi ini. Maka, wayang climen dikomersialkan. Ternyata, sekarang pementasan wayang virtual diikuti dalang-dalang lain,” kata Gunawan.
Rohaniwan sekaligus budayawan Romo G Budi Subanar mengatakan, lewat wayang climen, Seno menembus batas-batas ruang. Terjadi proses penanggalan tembok yang membuat wayang bisa dinikmati tanpa memedulikan jarak. Banyak orang dipertemukan dalam pertunjukan wayang. Pertemuan ini yang membuat pertunjukan tersebut semakin kaya makna karena dimaknai bersama-sama oleh warga dunia.
Lewat wayang climen, Seno menembus batas-batas ruang. Terjadi proses penanggalan tembok yang membuat wayang bisa dinikmati tanpa memedulikan jarak.
”Beliau memanfaatkan wayang climen yang kemudian dimasukkan ke tradisi Youtube. Ini menjadi sesuatu yang mampu melampaui batas-batas ruang. Dengan tradisi digital, ada proses borderless (tanpa batas). Kalau lihat pertunjukan Youtube beliau, dari sejumlah negara dan kota itu saling dipertemukan,” kata Subanar.
Perpisahan tidak akan pernah mudah. Lebih-lebih berpisah dengan seorang jenaka yang banyak menebar kebaikan dalam hidupnya. Sugeng tindak Ki Seno. Jasamu dalam pewayangan membuka sekat-sekat pertentangan tradisi dan modernitas. Beristirahatlah beriring tembang gending gubahan sahabatmu.