Vonis 24 Bulan untuk Pelaku Pelecehan Seksual di Aceh Dikritik
Vonis 24 bulan terhadap pelaku pelecehan seksual yang dijatuhkan majelis hakim Mahkamah Syariah Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, dinilai terlalu rendah.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Vonis 24 bulan terhadap pelaku pelecehan seksual yang dijatuhkan Majelis Hakim Mahkamah Syariah Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, dinilai terlalu rendah. Vonis rendah dinilai tidak memberikan efek jera dan tidak adil bagi korban.
Presidium Balai Syura Inoeng Aceh Suraiya Kamaruzzaman, Jumat (23/10/2020), mengatakan, hukuman 24 bulan terhadap terdakwa pelaku pelecehan seksual tidak maksimal, sebab dalam Qanun Hukum Jinayah disebutkan hukuman maksimal 45 bulan. ”Seandainya yang terbukti adalah pelecehan seksual, seharusnya dihukum maksimal 45 bulan kurungan,” kata Suraiya.
MR (78) divonis kurungan 24 bulan oleh hakim di Mahkamah Syariah Jantho karena dianggap bersalah melakukan pelecehan seksual terhadap RY (40), seorang perempuan penyandang disabilitas, Kamis (22/10/2020).
Suraiya menuturkan, kasus pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak di Aceh masih tinggi. Kasus paling mencengangkan adalah pemerkosaan terhadap seorang ibu rumah tangga di Aceh Timur. Selain diperkosa, anak korban dibunuh oleh pelaku.
”Hukuman rendah menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum, khususnya dalam penyelesaian kasus kekerasan seksual,” kata Suraiya.
Menurut Ketua Pusat Studi Hukum dan Hak Asasi Manusia Universitas Syiah Kuala Khairani Arifin, hukuman berat perlu diberikan untuk memberikan efek jera dan keadilan bagi korban. Apalagi korban adalah disabilitas, orang yang seharusnya dilindungi penuh. ”Ini menjadi catatan bahwa penegak hukum masih belum memahami dan berkomitmen besar untuk mengurangi atau menghapus kasus kekerasan seksual,” kata Khairani.
Penegak hukum masih belum memahami dan berkomitmen besar untuk mengurangi atau menghapus kasus kekerasan seksual. (Khairani Arifin)
Murtadha dari Humas Mahkamah Syariah Jantho mengatakan, hukuman yang dijatuhkan sudah sesuai dengan berbagai pertimbangan hakim. Terdakwa melanggar Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
”Kita sangat menyayangkan kejadian ini, apalagi korban merupakan penyandang disabilitas. Korban yang seharusnya dilindungi malah mengalami pelecehan seksual dan pemerkosaan,” ujar Murtadha.
Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Dahlan Jamaluddin mengatakan, kasus kekerasan terhadap anak di Aceh cukup tinggi. Kasus pembunuhan dan pemerkosaan di Aceh Timur, perdagangan anak di Pidie, serta kasus pencabulan di Banda Aceh yang terjadi sepanjang September-Oktober hanya beberapa kasus yang mencuat ke publik.
Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh sejak 2017 hingga 2019 menunjukkan kasus kekerasan terhadap anak mencapai 2.692 kasus. Sementara kasus kekerasan terhadap perempuan 2017-2019 sebanyak 3.107 kasus.
Dahlan mengajak para pihak untuk terlibat memperkuat perlindungan dan pencegahan kekerasan terhadap anak di Provinsi Aceh. Di samping itu, hukuman bagi pelaku kekerasan terhadap anak harus diperberat agar ada efek jera.