Tim Gabungan Polri dan TNI Ungkap Penyelundupan Senjata di Nabire
Penyelundupan senjata masih terjadi di Papua. Hal ini terkuak ketika tim gabungan Polri dan TNI menggagalkan aksi penjualan dua pucuk senjata di Nabire.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Tim gabungan Polri dan TNI berhasil menggagalkan penjualan dua senjata di Nabire pada Kamis (22/10/2020). Seorang pelaku yang juga anggota polisi berpangkat bripka ditangkap dan dibawa ke Jayapura pada Jumat (23/10/2020).
Hal ini disampaikan Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw saat ditemui di Jayapura, Jumat. Paulus mengatakan, pelaku adalah anggota Brimob berinisial JH. Tim gabungan Polri dan TNI menangkap JH bersama salah seorang warga yang berperan sebagai kurir di Nabire. Warga yang membantu JH telah ditangkap kepolisian di Sulawesi Barat.
”Tim menemukan barang bukti berupa dua pucuk senjata jenis M4 dan M16. Senjata jenis M16 bukan milik Polri. Pelaku JH diduga membawa dua pucuk senjata ini dari Pulau Jawa,” kata Paulus.
Modus yang digunakan JH adalah membawa dua senjata ini menggunakan dokumen resmi dari Mimika ke Nabire. Pelaku diduga akan menyerahkan senjata kepada pembeli di Nabire.
Tim menemukan barang bukti berupa dua pucuk senjata jenis M4 dan M16. Senjata jenis M16 bukan milik Polri. Pelaku diduga JH membawa dua pucuk senjata ini dari Pulau Jawa.
Adapun pihak intelijen kepolisian sudah lama menyelidiki adanya dugaan penyeludupan senjata ke kelompok kriminal bersenjata di Kabupaten Intan Jaya dan Kabupaten Puncak.
”Saat ini JH telah ditahan di Markas Brimob Polda Papua. Sesuai arahan Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis, kami menyelidiki kasus penyeludupan senjata ini hingga tuntas,” ujar Paulus.
Ia sangat prihatin dengan adanya oknum anggota polisi yang menjual dua senjata demi mendapatkan uang. Sebab, perbuatan ini dapat mengancam keselamatan aparat keamanan yang bertugas di daerah rawan konflik.
Diketahui dari data Polda Papua, kelompok kriminal bersenjata yang berada di Intan Jaya berjumlah sekitar 50 orang dan memiliki 17 senjata api yang dirampas dari aparat keamanan.
Kelompok ini terlibat dalam, 17 aksi teror dalam sembilan bulan terakhir. Total 6 warga luka-luka, 3 warga meninggal, dan 2 anggota TNI AD meninggal.
Adapun seorang pendeta bernama Yeremia Zanambani meninggal karena tertembak di Kampung Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, 19 September 2020. Pemerintah telah membentuk tim gabungan pencari fakta untuk mengungkap kasus penembakan Yeremia.
”Kami akan bersinergi dengan pihak terkait untuk mencegah kasus penyeludupan senjata di Papua terulang kembali,” kata Paulus.
Kepala Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Wilayah Papua Frits Ramandey mengatakan, pihaknya pernah mengeluarkan data daerah yang rawan menjadi tempat distribusi senjata dan amunisi di Papua.
Daerah-daerah tersebut adalah perbatasan Jayapura-Papua Niugini, Merauke di Papua, dan Sorong di Papua Barat. Sementara Nabire menjadi daerah transit mendistribusikan senjata dan amunisi ke sejumlah kabupaten, seperti Intan Jaya.
Ia mengungkapkan, penyebab maraknya penyeludupan senjata dan amunisi di Papua karena harga jualnya yang tinggi. Misalnya satu butir peluru seharga Rp 100.000 dan satu senjata jenis M16 bisa mencapai Rp 200 juta.
Pengadilan Militer III-19 Jayapura menjatuhkan vonis pidana penjara seumur hidup kepada Prajurit Satu Demisla Arista Tefbana di Jayapura pada 12 Maret 2020. Demisla terbukti bersalah memasok tiga pistol dan 1.300 butir amunisi bagi dua warga di Timika yang berafiliasi dengan kelompok kriminal bersenjata.
”Penyebab oknum anggota aparat keamanan banyak terlibat penjualan amunisi dan senjata karena dua faktor, yakni minimnya pengawasan dan faktor kesejahteraan,” katanya.