Aktivitas subduksi bawah Pulau Sumatera menyebabkan dua kali gempa mengguncang Kabupaten Simeulue, Aceh, dengan kekuatan magnitudo 5,4 dan magnitudo 3,4, Senin (19/10/2020).
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
SINABANG, KOMPAS — Pada Senin (19/10/2020), Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh, dua kali diguncang gempa dengan kekuatan magnitudo 5,4 dan magnitudo 3,4. Gempa tersebut dipicu oleh aktivitas subduksi bawah Pulau Sumatera. Namun, gempa tersebut tidak berdampak pada bangunan dan tidak berpotensi tsunami.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Aceh Besar Djati Cipto Kuncoro mengatakan, gempa pertama terjadi pada pukul 16.38 dengan kekuatan M 5,4 di kedalaman 11 kilometer. Gempa tersebut berada di titik 2,88 Lintang Utara dan 96,22 Bujur Timur. Gempa dilaporkan terasa hingga ke Kabupaten Aceh Selatan.
Gempa ini dipicu aktivitas subduksi Sumatera dari Aceh hingga ke Pulau Jawa. (Djati Cipto Kuncoro)
Sementara gempa kedua terjadi pada pukul 17.21 dengan kekuatan M 3,4 di kedalaman 7 kilometer. Karena kekuatan lebih kecil, getaran hanya dirasakan oleh warga di Simeulue. ”Gempa ini dipicu aktivitas subduksi Sumatera dari Aceh hingga ke Pulau Jawa,” kata Djati.
Menurut Djati, gempa tersebut memiliki mekanisme pergerakan mendatar. Warga tidak perlu panik sebab aktivitas subduksi adalah peristiwa biasa. Namun, dia mengingatkan warga agar mencari lokasi aman saat terjadi gempa bumi.
Kepala Bagian Humas Kabupaten Simeulue Ali Mughayatsyah mengatakan, gempa yang terjadi pertama dirasakan oleh warga, tetapi getaran hanya beberapa detik. Menurut Ali, tidak ada laporan kerusakan pascagempa tersebut.
Sebelumnya pada Selasa (7/1/2020), gempa berkekuatan M 6,1 yang melanda Kabupaten Simeulue mengakibatkan rumah retak dan kaca pecah. Meski sempat menimbulkan kepanikan, tidak ada korban jiwa.
Kabupaten Simeulue berada di titik rawan gempa. Pada 24 Desember 2004 Simeulue juga dilanda gempa kuat. Sebagian besar bangunan di pesisir rusak, tetapi warga menyelamatkan diri dengan evakuasi ke bukit. Warga Simeulue memiliki kearifan lokal Smong (tsunami) yang diceritakan turun-temurun sehingga menjadi bagian dari mitigasi bencana.
Sebelumnya, dosen Magister Kebencanaan Universitas Syiah Kuala, Nazli Ismail, mengatakan, gempa di Simeulue biasanya terjadi di jalur megathrust Simeulue-Nias. ”Di jalur tersebut, frekuensi kejadian memang tinggi. Hasil riset kami, frekuensi periode ulang terjadi gempa di sana lumayan dekat, 5 sampai 10 tahun,” kata Nazli.