Pandemi, Perekrutan Calon Pekerja Migran Indonesia Ilegal Marak
BP2MI menemukan 25 calon pekerja migran Indonesia di tiga titik penampungan ilegal di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (17/10/2020) malam. Temuan ini merupakan yang kesembilan dalam enam bulan terakhir.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Perekrutan calon pekerja migran Indonesia yang diduga ilegal marak terjadi saat pandemi Covid-19. Dalam enam bulan terakhir, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia menggerebek sembilan tempat penampungan di sejumlah daerah dan menemukan ratusan calon pekerja.
Kasus terbaru, BP2MI menemukan 25 calon PMI di tiga titik penampungan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (17/10/2020) malam. Sebanyak tiga orang menempati rumah di daerah Plumbon, Karangasem (13 orang), dan Kejuden (9 orang). Tidak ada papan nama perusahaan penempatan PMI di rumah sewaan itu.
Para laki-laki calon pekerja itu, antara lain, berasal dari Lampung Tengah (Lampung), Blitar (Jawa Timur), dan Mataram (Nusa Tenggara Barat). Mereka tidur di lantai yang hanya beralaskan tikar dan kasur tipis.
Di Karangasem, empat orang menempati kamar sekitar 6 meter persegi. Jendelanya tertutup oleh pakaian yang menggantung. Hanya ada satu kamar mandi dan kipas angin. Tidak ada surat izin yang menunjukkan rumah itu digunakan sebagai penampungan calon PMI.
Tempat tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor: PER.07/MEN/IV/2005 tentang Standar Tempat Penampungan Tenaga Kerja Indonesia. Tempat penampungan, misalnya, harus punya izin dari pemerintah daerah. Satu kamar juga maksimal dihuni delapan orang dengan tempat tidur tunggal, ventilasi, dan lainnya.
”Penampungan ini unprosedural. Tidak boleh perseorangan menampung calon PMI,” ucap Kepala BP2MI Benny Rhamdani yang memimpin langsung penggerebekan. Para calon PMI yang akan ke Taiwan dan Polandia tersebut ditampung oleh seorang sponsor atau perekrut, Titin Marcini.
Mereka sudah membayar Rp 45 juta sampai Rp 50 juta. Padahal, struktur pembiayaan calon PMI di Taiwan sekitar Rp 17 juta
Pihaknya menduga, perekrutan calon pekerja itu dilakukan secara ilegal karena ada yang sudah lebih dari satu tahun menunggu keberangkatan. ”Mereka sudah membayar Rp 45 juta sampai Rp 50 juta. Padahal, cost structure (struktur pembiayaan calon PMI) di Taiwan itu sekitar Rp 17 juta,” katanya.
Dari penggerebekan itu, pihaknya mengamankan enam calon pekerja untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Pihaknya juga akan mendalami peran Titin yang mengaku menyalurkan calon pekerja melalui PT Lintas Cakrabuana di Cilacap, Jawa Tengah.
Padahal, dalam sistem BP2MI, hanya ada PT Lintas Cakrawala Buana yang bertempat di Cengkareng, Jakarta. ”Apakah itu kesalahan ucap saudara Titin, nanti kami koordinasi dengan dinas tenaga kerja setempat. Temuan ini juga akan disampaikan ke Bareskrim Polri,” ungkapnya.
Titin mengakui, penampungan tersebut tidak memiliki izin. ”Saya hanya memfasilitasi mereka (calon PMI) karena dari jauh, daerah, untuk proses lanjutnya. Saya juga kasih mereka makan,” kata Titin yang tiga tahun terakhir turut merekrut calon PMI.
Penggerebekan oleh BP2MI di Cirebon tersebut merupakan yang kesembilan kali dalam enam bulan terakhir. Sebelumnya, hal serupa dilakukan di Bekasi, Bogor, Garut, dan sejumlah tempat di Jakarta, seperti Marunda, Sunter, Tanjung Priok, dan Condet.
”Dari penggerebekan itu, kami selamatkan sekitar 455 calon pekerja. Cirebon menjadi perhatian karena ini kantong PMI,” ucap Benny. Menurut dia, calon PMI yang berangkat secara ilegal berpeluang menjadi korban kekerasan hingga perdagangan orang. Pemerintah pun sulit melindungi mereka jika berada di luar negeri karena tidak terdeteksi dalam sistem.
Benny menilai, perekrutan calon PMI secara ilegal marak terjadi, bahkan ketika pandemi Covid-19. ”Ini bisnis kotor dan kejahatan internasional. Saya garansi, siapa pun oknum aparat dan pemerintah yang menjalankan bisnis ini akan kami tindak. Pak Presiden Joko Widodo berpesan kepada saya agar melindungi PMI kita dari ujung rambut sampai ujung kaki,” katanya.