Dinkes Kota Semarang Sebut 10 Pendemo Positif Covid-19
Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah, mendeteksi adanya 10 peserta unjuk rasa penolakan RUU Cipta Kerja dari kalangan pekerja yang terkonfirmasi positif Covid-19.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah, mendeteksi adanya 10 peserta unjuk rasa penolakan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dari kalangan pekerja yang terkonfirmasi positif Covid-19. Namun, Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional Jawa Tengah mengatakan tidak ada anggotanya yang positif Covid-19.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Moh Abdul Hakam, Sabtu (17/10/2020), mengonfirmasi 10 pengunjuk rasa yang positif Covid-19 serta menulari satu anggota keluarga. Dengan demikian, sejauh ini total ada 11 orang dari kluster itu yang terkonfirmasi positif. Upaya penelusuran dan pelacakan terus dilakukan.
”Semua kontak erat kami swab (tes usap). Sudah kami siapkan. Jika ada yang ke PKM (pusat kesehatan masyarakat) dan batuk pilek (agar) ditanyakan apakah ikut demo atau tidak,” ujar Hakam. Ia mengaku tak tahu apakah mereka berunjuk rasa pada waktu bersamaan atau tidak.
Sebelumnya, Hakam menuturkan, deteksi diawali dari perusahaan yang aktif melakukan tes cepat kepada pekerjanya yang berunjuk rasa. Setelah reaktif, mereka dites usap dan ditemukan 10 pekerja dari dua perusahaan terkonfirmasi positif. Adapun satu orang lainnya berasal dari kontak erat.
”Saya sudah sampaikan ke teman-teman agar (kluster unjuk rasa) geser ke Rumah Dinas Wali Kota Semarang (tempat karantina). Semuanya orang tanpa gejala,” kata Hakam.
Ia berharap, ke depan, unjuk rasa dapat disampaikan secara tertib serta benar-benar memenuhi protokol kesehatan. Opsi lain adalah perwakilan saja yang bertemu dengan Gubernur Jateng atau perwakilan DPRD Jateng. Bisa juga unjuk rasa dilakukan secara virtual.
Sebelumnya, unjuk rasa menentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja dilakukan, antara lain, oleh pekerja dan mahasiswa di depan Kantor Gubernur dan DPRD Jateng, Kota Semarang. Pada Rabu (7/10), unjuk rasa berakhir ricuh, sedangkan pada Senin (12/10) unjuk rasa di tempat sama cenderung tertib dan damai.
Kendati Dinkes Kota Semarang mendeteksi adanya kluster unjuk rasa, Ketua Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Jateng Nanang Setyono menekankan, tak ada anggotanya yang Covid-19. FKSPN ialah serikat pekerja yang ikut berunjuk rasa di Kota Semarang.
”Sampai dengan hari ini, teman-teman yang ikut aksi tidak ada yang positif Covid-19. Kami memiliki datanya dan dari perusahaan mana. Kami bisa menunjukkan. Kami berharap dinkes menyebutkan mereka yang dinyatakan itu dari perusahaan apa? Dibuka saja,” ujar Nanang.
Selama pandemi Covid-19, lanjut Nanang, pihaknya sudah enam kali berunjuk rasa. Pada Senin (12/10), misalnya, ada sekitar 3.000 pekerja dari sejumlah kabupaten/kota, termasuk Kota Semarang. Menurut dia, selama berunjuk rasa, protokol kesehatan tetap diperhatikan.
Nanang menambahkan, para pekerja sebenarnya banyak yang ingin turun menyuarakan aspirasi penolakan terhadap RUU Cipta Kerja. ”Namun, ada sejumlah pertimbangan, termasuk soal pandemi, negosiasi dengan kepolisian, dan khawatir akan keresahan masyarakat. Jadi, hanya sebagian yang turun,” ujarnya.
Tetap bersuara
Menurut Nanang, pihaknya akan terus menyuarakan penolakan RUU Cipta Kerja pada kluster ketenagakerjaan. Pihaknya sudah membaca draft RUU tersebut dan tetap dinilai mengurangi dan menghilangkan sejumlah perlindungan kesejahteraan pekerja. Namun, sejauh ini, respons pemerintah pusat akan penolakan itu memprihatinkan.
Epidemiolog dari Universitas Diponegoro, dr Ari Udijono, menuturkan, penularan Covid-19 sangat berpotensi terjadi saat unjuk rasa. Selain berkerumun, ada yang tidak mengenakan masker dengan benar. Risiko penularan bertambah jika seseorang daya tahan tubuhnya sedang lemah.
Antisipasi yang bisa dilakukan adalah dengan berdiskusi di ruangan sambil tetap memperhatikan protokol kesehatan. Menurut dia, situasi memang dilematis. Meski setiap orang berhak tidak setuju akan sesuatu, diharapkan semua hati-hati serta memperhatikan kondisi diri sendiri.
Lebih jauh, ia menilai semua pihak semestinya dapat bersikap bijak di tengah situasi pandemi Covid-19. ”Kalau kita mau jujur dan betul-betul terbuka, problem utama saat ini adalah terkait pandemi Covid-19. Seharusnya rampungkan dulu pandemi baru pada hal lainnya,” kata Ari.
Berdasarkan data pada laman informasi Covid-19 Pemkot Semarang, Sabtu (17/10) siang, terdapat 9.324 kasus positif kumulatif dengan rincian 485 dirawat, 7.979 sembuh, dan 860 meninggal. Adapun Kota Semarang merupakan daerah dengan kasus terbanyak di Jateng.