Jumlah pasien dirawat, persentase kematian, dan penularan cenderung turun, sementara tingkat kesembuhan tetap tinggi, meyakinkan aparatur di Jawa Timur mampu segera meredakan dan mengatasi wabah Covid-19.
Oleh
AMBROSIUS HARTO, AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Aparatur di Jawa Timur optimistis mampu segera meredakan dan mengatasi wabah Covid-19 (Coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru, SARS-CoV-2. Hal itu berdasarkan data yang menunjukkan turunnya jumlah pasien yang dirawat, persentase kematian, dan penularan serta tingkat kesembuhan yang tetap tinggi.
Wabah yang menyerang sejak pertengahan Maret lalu sampai Rabu (14/10/2020) atau tujuh bulan terakhir telah menjangkiti 47.901 jiwa dan mengakibatkan kematian 3.485 orang. Namun, 41.4870 pasien dinyatakan telah sembuh. Pasien yang masih dirawat 2.936 orang. Situasi ini memperlihatkan tingkat kematian 7,28 persen, sedangkan kesembuhan 86,6 persen.
Menurut Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, jumlah pasien dirawat hanya 6,1 persen dari total kasus. Persentase di Jatim lebih rendah daripada nasional yang 18,8 persen. Kesembuhan tinggi, tetapi persentase kematian juga masih di atas nasional 3,5 persen. Fatalitas 7,28 persen cenderung landai atau sedikit turun dari kondisi sebulan lalu yang 7,29 persen.
”Kami yakin dan berharap bersama masyarakat mampu mengatasi wabah,” ujar Khofifah, perempuan pertama yang menjabat gubernur di provinsi bermoto ”Jer Basuki Mawa Beya” ini.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 terus mengoptimalkan langkah 3T serta operasi yustisi protokol kesehatan untuk meredam dan mengatasi pagebluk yang menjadi pandemi global. Langkah 3T adalah perluasan tes (testing) dan telusur (tracing) serta percepatan tindakan (treatment). Jatim telah melaksanakan tes cepat untuk pengambilan 998.111 sampel dan 402.889 tes usap (PCR).
Kami yakin dan berharap bersama masyarakat mampu mengatasi wabah.
Perluasan tes mendorong tingkat penularan Covid-19 menurun dari 31 persen (Juli) ke 10 persen (Oktober). Situasi di Jatim juga masih di bawah nasional 14 persen. Khofifah melanjutkan, tindakan terhadap pasien dioptimalkan dengan penyediaan 6.611 tempat tidur isolasi dan 860 ranjang sementara ICU.
Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Fadil Imran mengungkapkan, sejak operasi yustisi digelar pada Senin (14/9/2020), telah terjaring 1.637.998 warga pelanggar protokol kesehatan. Aparat melayangkan teguran kepada 1.344.172 pelanggar, menjatuhkan kerja sosial kepada 216.602 orang, sanksi denda administratif kepada 39.145 jiwa, penyitaan kartu tanda penduduk dari 38.079 warga, dan hukuman penjara kepada 4 pelanggar. Selain itu, 71 lokasi usaha ditutup sementara.
”Mayoritas pelanggaran karena tidak bermasker,” kata Fadil.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan, berdasarkan hasil pemantauan mandiri indikator kesehatan masyarakat (IKM), ”Bumi Pahlawan” mendapat nilai 2,58 atau dalam kategori risiko rendah. Hasil pemantauan dilaporkan ke provinsi dan Kementerian Kesehatan dari penilaian pada minggu ke-29 atau kurun waktu 28 September-4 Oktober 2020.
Penilaian dalam pemantauan ini terdiri atas 14 indikator, antara lain, penurunan jumlah kasus warga positif, penurunan jumlah kasus orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) 2 minggu terakhir, serta penurunan jumlah meninggal dari kasus positif selama dua minggu terakhir dari situasi puncak. Selain itu, tingkat kematian kasus positif per 100.000 penduduk. Pemerintah Kota Surabaya menambahkan indikator Rt atau angka reproduksi efektif < 1 (penularan).
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita menambahkan, penanganan wabah telah dimulai dari sisi pencegahan. Meski ada keterbatasan sumber daya, misalnya reagen untuk tes usap dan peralatan tes cepat, sejumlah langkah telah diintensifkan. Misalnya, intervensi kepada warga yang kontak erat hingga menjadi pasien dan harus isolasi mandiri. Intervensi dengan memberikan makanan, peralatan mandi, dan perlengkapan makan minum.
”Kami berupaya melalui pola-pola komprehensif dengan memasang bilik disinfektan, penyediaan wastafel, dan penyemprotan secara masif di tempat-tempat terdampak,” kata Febria.
Saat awal wabah menyerang, memang belum ada pedoman atau pola penanganan standar dari provinsi atau Kementerian Kesehatan. Aparatur di Surabaya selain memantapkan permakaman, penyediaan bilik, tempat cuci tangan, dan penyemprotan juga telah dan terus mendorong pelacakan secara masif. Disiapkan pula Kampung Wani Jogo Suroboyo sebagai model penanganan wabah dalam skala mikro. Salah satunya, penerapan penguncian atau karantina wilayah kampung dengan kasus Covid-19 yang signifikan.
Febria menjelaskan, penelusuran massal bertujuan mencari warga terjangkit, tetapi di bawah permukaan. Dengan begitu, dapat diketahui pola penanganan terhadap warga. Misalnya, warga dengan status orang tanpa gejala harus menjalani isolasi atau perawatan di Asrama Haji Sukolilo. Pasien berpenyakit bawaan atau komorbid harus dirawat inap.
Ibu hamil dan guru difasilitasi untuk tes usap cuma-cuma. Upaya ini diiringi dengan tes usap mendadak oleh tim terpadu di berbagai lokasi keramaian saat razia. Pola ini, lanjut Febria, mulai berkembang menjadi swab hunter atau tim pelaksana tes usap di tingkat kecamatan. Laboratorium Kesehatan Daerah Surabaya juga telah diresmikan dan beroperasi sejak awal Oktober untuk pemeriksaan sampel tes usap dengan kapasitas 3.000 sampel per hari.
”Strategi komprehensif dari Ibu Wali Kota memperlihatkan hasil yang positif dilihat dari penilaian self assessment sampai 4 Oktober 2020 masuk kategori risiko rendah,” kata Febria.