Kuatkan Ekonomi Kaltim dengan Industri Hilir dan Ramah Lingkungan
Meskipun kaya sumber daya alam, dalam 10 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Kaltim hampir selalu di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Penguatan industri hilir dan sektor lain diperlukan agar ekonomi Kaltim makin kuat.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Meskipun kaya sumber daya alam, dalam 10 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur hampir selalu di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Penguatan industri hilir dan sektor lain yang ramah lingkungan diperlukan agar ekonomi Kaltim semakin kuat.
Struktur Perekonomian Provinsi Kalimantan Timur, menurut lapangan usaha tahun 2019, didominasi oleh pertambangan dan penggalian dengan peranan 45,49 persen. Namun, berdasarkan analisis Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kaltim, sektor pertambangan juga yang berkontribusi menekan ekonomi Kaltim sehingga tak bisa melebihi pertumbuhan ekonomi nasional.
Jika sektor pertambangan tidak dimasukkan dalam penghitungan produk domestik regional bruto (PDRB), pertumbuhan ekonomi Kaltim tak jauh dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Kepala Perwakilan BI Kaltim Tutuk SH Cahyono mengatakan, hal itu disebabkan industri tambang Kaltim hanya menjual barang mentah.
”Jika demikian, nilai tambahnya rendah dan penyerapan tenaga kerja rendah. Selain itu, rentan sekali terhadap kondisi ekonomi global. Semakin mentah, semakin fluktuatif harga. Semakin diolah menjadi produk hilir, maka akan semakin stabil dan harga tinggi serta berkelanjutan,” kata Tutuk dalam diskusi daring bertajuk ”Industri Pengolahan Masa Depan Ekonomi Kalimantan Timur”, Selasa (13/10/2020).
Sektor pertambangan yang memiliki pangsa PDRB nyaris 50 persen, hanya mampu menyerap 7,94 persen tenaga kerja. Itu jauh lebih kecil dibandingkan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Dengan pangsa PDRB 6,93 persen, sektor itu mampu menyerap tenaga kerja 28,69 persen.
Tutuk mengatakan, industri pengolahan sumber daya alam penting untuk penguatan pertumbuhan ekonomi Kaltim. Pemprov Kaltim perlu menyiapkan upaya percepatan transformasi ekonomi. Sebab, jika ibu kota negara resmi pindah ke Kaltim, pengembangan ekonomi di sekitarnya dirancang untuk tidak bergerak di sektor ekstraktif, tetapi di sektor industri pengolahan, jasa perdagangan, dan pariwisata yang berwawasan lingkungan.
Produksi batubara Indonesia 88,34 juta ton per tahun dan sekitar 35 persennya dari Kaltim. Kalimantan Timur punya peluang untuk mengolah batubara menjadi metanol. Hilirisasi batubara itu bisa mendukung program biodiesel pemerintah sebab di dalam biodiesel mengandung 10 persen metanol.
”Hilirisasi batubara menjadi metanol sangat mungkin dilakukan. Kebutuhan metanol Indonesia saat ini diperkirakan 1,2 juta ton per tahun dan hanya dipenuhi dari 1 produsen dengan kapasitas produksi 660.000 ton per tahun,” ujar Tutuk.
Ekonomi hijau
Kaltim juga dinilai perlu bergerak cepat untuk melaksanakan ekonomi hijau yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kesetaraan sosial, sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan. Koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu ditingkatkan.
Deputi Perencanaan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal RI Nurul Ichwan mengatakan, ada empat sektor yang masih bisa dikembangkan di Kaltim. Selain sektor migas dan batubara, ada sektor agroindustri, pariwisata, serta infrastruktur dan energi.
Pertanian dan perkebunan dengan komoditas unggulan kelapa sawit, kayu, kakao, dan karet bisa dimaksimalkan dengan membuka peluang investasi pengembangan kluster pangan dan industri pengolahan. Di sektor pariwisata, saat ibu kota negara resmi dipindah ke Kaltim, bisa berkembang dengan banyaknya kunjungan dari luar daerah.
Hal itu perlu juga didukung dengan pengembangan infrastruktur, seperti bandara, pelabuhan, dan jalan. Untuk infrastruktur listrik, Kaltim juga didorong untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga air yang ramah lingkungan dengan adanya Sungai Mahakam.
”Pekerjaan rumah paling seriusnya adalah sejauh mana pemerintah pusat dan pemerintah daerah siap menciptakan perubahan. Harus punya peraturan yang menuntun pengusaha dan masyarakat secara luas agar bisa mendukung industri hilir yang ramah lingkungan dan punya nilai tambah,” ujar Ichwan.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kaltim Aswin mengatakan, upaya transformasi ekonomi telah dilakukan Pemprov Kaltim dengan menekankan upaya hilirisasi produk dan peningkatan nilai tambah sumber daya alam dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2019-2023. Sektor lain, seperti pariwisata juga tengah diupayakan.
Namun, integrasi proses hulu hingga hilir belum optimal. Salah satunya, belum terintegrasinya pendidikan vokasi dengan kebutuhan tenaga kerja industri. Ke depannya, Kaltim akan menyelesaikan tantangan-tantangan itu dengan bersinergi dengan pemerintah pusat.
Pekerjaan rumah paling seriusnya adalah sejauh mana pemerintah pusat dan pemerintah daerah siap menciptakan perubahan.
Di sektor pariwisata, Kabupaten Berau memiliki potensi pariwisata pantai dan pulau-pulau kecil. Namun, ada beberapa bagian yang menjadi kewenangan pemerintah pusat sehingga Pemprov Kaltim tak bisa leluasa melakukan pengembangan.
”Sebagian pulau tidak menjadi kewenangan pemerintah pusat. Di Pulau Derawan misalnya, kami ingin membangun turap karena ada bangunan yang rusak, tetapi itu bukan kewenangan kami. Komunikasi dan koordinasi ke depannya akan diperkuat,” kata Aswin.