Pelanggar Protokol Kesehatan di Ambon dari Kalangan Menengah-Atas
Dalam satu bulan terakhir, kasus Covid-19 di Provinsi Maluku meningkat dari 2.316 menjadi 3.394 kasus. Khusus di Kota Ambon, kebanyakan pelanggar protokol Covid-19 adalah kalangan menengah ke atas.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Dalam satu bulan terakhir, kasus positif Covid-19 di Provinsi Maluku melejit dari 2.316 menjadi 3.394 kasus, atau bertambah 1.078 kasus. Peningkatan kasus, salah satunya, dipicu semakin tingginya pelanggaran protokol kesehatan yang sebagian besar justru dilakukan kalangan menengah ke atas.
Peningkatan kasus dalam satu bulan terhitung sejak 12 September hingga 11 Oktober 2020. Dalam periode yang sama, jumlah pasien sembuh meningkat dari 1.399 menjadi 2.039 orang, sedangkan pasien meninggal juga bertambah dari 36 orang menjadi 42 orang. Selama pandemi merebak di Maluku, peningkatan kasus ini merupakan yang tertinggi.
Dari informasi yang dihimpun, Minggu (11/10/2020), banyak warga di Kota Ambon tidak terlalu peduli lagi pada protokol Covid-19. Di sejumlah warung kopi, misalnya, mereka tidak menjaga jarak aman. Para pembeli duduk berdekatan, melepas masker, dan tertawa bersama dalam jarak bahaya. Padahal, Ambon merupakan zona merah. Lebih dari 75 persen kasus di Provinsi Maluku muncul di kota tersebut.
”Orang-orang sudah anggap biasa saja, seperti dalam kondisi normal. Padahal, semakin ke sini, kasus kian meningkat dan pasien yang meninggal juga terus bertambah. Ini berbeda dengan masa awal pandemi. Saat itu, orang-orang pada ketakutan, padahal penularan belum banyak,” tutur Lucky Noya (32), warga Ambon.
Di Kota Ambon, gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 setempat gencar melakukan operasi yustisi protokol kesehatan. Petugas memeriksa setiap kendaraan yang melintasi jalanan, baik di pusat kota maupun pintu keluar masuk kota. Setiap penumpang wajib mengenakan masker. Khusus angkutan kota dan mobil pribadi, jumlah penumpang yang diangkut juga dibatasi maksimal 50 persen dari kapasitas tempat duduk.
Operasi yustisi yang melibatkan gabungan Polri dan TNI itu dilakukan setiap hari, pagi hingga menjelang malam. Namun, sebagian warga hanya patuh saat hendak dirazia.
Para pelanggar protokol Covid-19 kebanyakan justru kalangan menengah ke atas. Kalangan menengah ke bawah cenderung lebih patuh.
Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy mengatakan, untuk wilayah Kota Ambon, pelanggar protokol Covid-19 kebanyakan justru kalangan menengah ke atas. Kalangan menengah ke bawah cenderung lebih patuh.
”Rata-rata kalangan menengah ke atas itu, kan, dari sisi ekonomi lebih baik dan pendidikan juga memadai. Ternyata mereka lebih banyak melanggar. Ini yang bikin prihatin kita semua,” ujarnya.
Menurut Richard, pemerintah sudah mengerahkan segenap upaya untuk menangani Covid-19. Para petugas medis bekerja siang hingga malam dengan berbagai risiko, termasuk bertaruh nyawa. Namun, hal itu akan sia-sia jika masyarakat tidak sadar. ”Semuanya ini sama seperti kita menabur garam di laut,” ujarnya.
Zona hijau bertambah
Di sisi lain, zona hijau atau daerah tanpa kasus Covid-19 di Maluku yang semula satu kabupaten telah bertambah menjadi tiga kabupaten. Ketiga daerah itu adalah Buru Selatan, Maluku Barat Daya, dan Kepulauan Tanimbar. Di Maluku total terdapat sembilan kabupaten dan dua kota.
Namun, dua di antara tiga kabupaten yang kembali ke zona hijau itu sedang menggelar pemilihan kepala daerah, yakni Maluku Barat Daya dan Buru Selatan. Dikhawatirkan, momentum 71 hari masa kampanye hingga pemungutan suara berpeluang terjadi penularan Covid-19. Pasalnya, banyak orang dari daerah zona merah datang ke daerah itu.
Ketua Badan Pengawas Pemilu Provinsi Maluku Abdullah Ely, dihubungi secara terpisah, mengatakan, sejak masa kampanye dimulai 26 September, belum ada laporan resmi terkait pelanggaran protokol Covid-19 oleh para pasangan calon peserta pilkada. Sebelum kampanye, mereka sudah menandatangani pakta integritas mendukung protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Salah satu poin kesepakatan ialah pengurangan jumlah orang pada setiap kali pertemuan. Peserta rapat umum yang biasanya menghadirkan massa dalam jumlah ribuan orang kini dibatasi maksimal 100 orang. Sementara pertemuan terbatas pun dibatasi paling banyak 50 orang. Sanksi disiapkan bagi tim yang melanggar ketentuan, mulai dari teguran, penghentian kampanye, hingga pengurangan jumlah hari kampanye.