Aspirasi mahasiswa diteruskan kepada DPR dan Presiden. Bardan berharap pemerintah pusat mempertimbangkan masukan dari berbagai elemen terhadap UU Cipta Kerja.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja di Provinsi Aceh kembali dilakukan oleh mahasiswa, Jumat (9/10/2020). Mahasiswa berharap Presiden Joko Widodo mengabulkan permintaan mereka dengan membatalkan undang-undang tersebut.
Namun, jumlah massa unjuk rasa pada Jumat hanya dihadiri sekitar 100 mahasiswa, tidak sebanyak sehari sebelumnya. Unjuk rasa dilakukan di halaman Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di Banda Aceh.
Mahasiswa tersebut gabungan dari organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Himpunan Mahasiswa Islam, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, dan Pelajar Islam Indonesia. Unjuk rasa mahasiswa dikawal oleh polisi.
Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Banda Aceh Fathir Makruf menuturkan, UU Cipta Kerja tidak mengakomodasi aspirasi rakyat bawah, terutama kaum pekerja. Menurut Fathir, seharusnya pemerintah menyerap aspirasi semua lapisan warga negara agar regulasi memberikan keadilan bagi semua.
Lapangan pekerjaan sulit, tetapi tenaga kerja asing didatangkan. Seharusnya pemerintah meningkatkan kapasitas tenaga kerja lokal. (Fathir)
”Lapangan pekerjaan sulit, tetapi tenaga kerja asing didatangkan. Seharusnya pemerintah meningkatkan kapasitas tenaga kerja lokal,” kata Fathir.
Fathir mendesak anggota DPR Aceh untuk menyampaikan aspirasi mahasiswa Aceh kepada Presiden dan DPR agar UU Cipta Kerja dibatalkan. Menurut Fathir, dalam kondisi pandemi Covid-19 sebaiknya pemerintah fokus menangani pandemi dan melindungi ekonomi warga.
Anggota DPR Aceh, Bardan Sahidi, menuturkan, aspirasi mahasiswa diteruskan kepada DPR dan Presiden. Bardan berharap pemerintah pusat mempertimbangkan masukan dari berbagai elemen terhadap UU Cipta Kerja.
Peneliti dan analis politik The Aceh Institute, Danil Akbar Taqwadin, menuturkan, UU Cipta Kerja sejak masih dalam bentuk rancangan telah memicu polemik karena UU yang disebut omnibus law ini menghimpun sekitar 75 UU lainnya. UU ini disebut juga UU kolosal. Menurut Danil, pengesahan UU Cipta Kerja terkesan dipaksakan.
”Pada konteks ketenagakerjaan, UU ini cenderung menegaskan kekuasaan pemilik kapital atas kontrol terhadap para pekerjanya,” kata Danil.
Danil menjelaskan beberapa pasal menafikan hak para pekerja tentang penghapusan batas kontrak kerja (Pasal 59), penghapusan Pasal 79 (pemangkasan hari libur pekerja), pengubahan aturan terkait pengupahan (Pasal 88), penghapusan sanksi terhadap pengusaha jika tidak membayar upah pekerja (Pasal 91), serta penghapusan hak pekerja untuk memohon pemutusan hubungan kerja (Pasal 169). Danil mengajak para pihak yang menentang UU Cipta Kerja untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Pada konteks ketenagakerjaan, UU ini cenderung menegaskan kekuasaan pemilik kapital atas kontrol terhadap para pekerjanya. (Danil Akbar Taqwadin)