Gubernur Kalbar Sampaikan Aspirasi Pengunjuk Rasa kepada Presiden Melalui Surat Resmi
Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo pada Jumat (9/10/2020) untuk menyampaikan aspirasi pengunjuk rasa yang menolak Undang-Undang Cipta Kerja.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo pada Jumat (9/10/2020) untuk menyampaikan aspirasi pengunjuk rasa yang menolak RUU Cipta Kerja. Dalam suratnya, Gubernur Kalbar meminta presiden segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Dalam surat tersebut, Sutarmidji menjelaskan bahwa telah terjadi unjuk rasa dan penolakan terhadap RUU Cipta Kerja oleh serikat pekerja/buruh, dan badan eksekutif mahasiswa (BEM) se-Kalimantan Barat. Unjuk rasa juga dilakukan elemen masyarakat lainnya.
Gubernur Kalbar meminta presiden menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang pencabutan UU Cipta Kerja. Hal itu diperlukan untuk menghindari pertentangan di masyarakat serta untuk memenuhi aspirasi serikat pekerja/buruh, BEM, dan elemen masyarakat di Kalbar lainnya serta untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Kalbar yang cenderung ke arah positif.
Unjuk rasa di Kalbar dilakukan dua hari. Unjuk rasa yang dilakukan ratusan mahasiswa dari sejumlah aliansi pada Kamis (8/10/2020) berakhir ricuh di halaman kantor DPRD Provinsi Kalbar. Namun, provokator diduga bukan dari mahasiswa.
Pada Jumat (9/10/2020) pagi, ratusan mahasiswa kembali berunjuk rasa di depan kantor Gubernur Kalbar. Unjuk rasa hari kedua tersebut berlangsung damai. Massa membubarkan diri sebelum siang. Sutarmidji menemui massa yang berdemonstrasi Jumat pagi.
”Tadi dilakukan rapat koordinasi antara presiden, wakil presiden, dan seluruh gubernur. Saya diberi kesempatan bicara dalam dapat. Saya sudah sampaikan kepada presiden, dengan menyerap aspirasi berbagai pihak, maka pilihan aspirasi dari Kalbar adalah perppu,” ujar Sutarmidji di hadapan massa, Jumat pagi.
Saya sudah sampaikan kepada presiden, dengan menyerap aspirasi berbagai pihak, maka pilihan aspirasi dari Kalbar adalah perppu.
Sutarmidji tidak ingin pertentangan mengenai RUU Cipta Kerja menjadikan daerah tidak kondusif. Apalagi, di tengah pandemi yang rentan sekarang ini. Maka, opsi tersebutlah yang dipilih dengan menyampaikan aspirasi kepada presiden.
Masyarakat adat
Wakil Ketua I Dewan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalbar Stefanus Masiun, secara terpisah, mengatakan, UU Cipta Kerja bisa berdampak terhadap masyarakat adat pada aspek keamanan sumber daya, tanah, dan sebagainya. Ancamannya adalah pada kedaulatan pangan.
”Saya agak ngeri dalam UU itu terdapat bank tanah, suatu badan tersendiri yang punya otoritas mengelola tanah. Dikhawatirkan ketimpangan kepemilikan tanah akan semakin lebar. Negara yang membuat ketimpangan ini semakin parah,” ungkap Masiun.
Masyarakat adat selama ini terpuruk karena sumber kehidupan mereka diambil menggunakan kewenangan negara diserahkan kepada perusahaan. Masyarakat adat kehilangan sumber kehidupan dan dilumpuhkan secara struktural.
”Pemerintah selama ini merasa hanya pemerintah yang mampu menciptakan lapangan kerja. Padahal, selama ini masyarakat adat telah menciptakan lapangan kerja untuk hidupnya,” kata Masiun.
Masyarakat adat tidak pernah bergantung lapangan kerja pada pemerintah. Mereka mengelola wilayah adatnya sendiri tanpa menunggu pemerintah membuat sesuatu di situ. Mereka menjadi peladang, peternak, dan penyadap karet. Mereka hidup dengan sistem ekonomi mereka sendiri