Unjuk Rasa di Tegal Bakal Digelar Saban Kamis hingga Tuntutan Dipenuhi
Unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja di Kota Tegal dan Kota Pekalongan, Jateng, Kamis (8/10/2020) diwarnai kericuhan. Di Tegal, massa meminta RUU Cipta Kerja dicabut dan mengancam akan menggelar aksi serupa pekan depan.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
TEGAL, KOMPAS — Ribuan mahasiswa dan pelajar menggelar unjuk rasa di depan gedung DPRD Kota Tegal, Jawa Tengah, Kamis (8/10/2020). Dalam aksi tersebut, mereka menunut RUU Cipta Kerja dicabut dan mengancam akan terus berunjuk rasa hingga tuntutan mereka dipenuhi.
Sejak Kamis pagi, sekitar 2.000 pelajar dan mahasiswa yang menamakan diri Aliansi Rakyat Tegal berkumpul di depan gedung DPRD Kota Tegal untuk menyampaikan aspirasi. Dalam unjuk rasa tersebut, sejumlah pelajar dan mahasiswa berorasi satu per satu secara tertib.
Salah satu peserta aksi, Yogi Prananda (20) mengatakan, mereka akan memperjuangkan hak-hak masyarakat, terutama kaum buruh, yang dirugikan akibat disetujuinya RUU Cipta Kerja untuk disahkan. Menurut dia, aksi akan terus dilakukan sampai pemerintah dan DPR mencabut RUU Cipta Kerja.
"Kami akan terus berjuang sampai RUU Cipta Kerja ini dicabut. Selama belum dicabut, kami akan terus melakukan aksi serupa setiap hari Kamis, termasuk pekan depan," kata Yogi.
Malaka (24), koordinator unjuk rasa menyebut, RUU Cipta Kerja tidak berpihak pada kesejahteraan buruh. Untuk itu, ia meminta pemerintah dan DPR segera mencabut RUU Cipta Kerja.
"Kami menganggap, RUU Cipta kerja ini hampir tidak ada sisi positifnya, terutama bagi kaum buruh. Sebab, RUU ini terlalu memihak investor," ujar Malaka.
Setelah satu jam berlangsung dengan tertib, sejumlah aksi yang memicu kericuhan mulai terjadi. Hal itu berawal dari adanya sejumlah massa aksi yang membakar ban dan water barrier yang digunakan untuk membatasi massa aksi dan polisi.
Aksi itu sempat membuat suasana memanas. Namun, salah satu orator bisa menenangkan massa dan orasi kembali dilanjutkan.
Sesaat kemudian, sekelompok orang mulai melempar botol air kemasan ke arah polisi yang berjaga di barisan depan. Polisi terus mengimbau massa aksi untuk tidak melempar botol.
Kendati demikian, upaya persuasif itu tidak berhasil. Massa malah melempar batu ke arah polisi dan membuat situasi kian tak terkendali. Sedikitnya dua polisi dan satu peserta aksi terluka akibat lemparan batu.
Dari atas mobil berpengeras suara, Kapolres Tegal Kota Ajun Komisaris Besar Rita Wulandari Wibowo mengajak massa aksi untuk tenang dan kembali fokus untuk menyampaikan aspirasi. Namun, massa aksi terus melemparkan batu, air minum dalam kemasan dan petasan ke arahnya.
"Tenang anak-anakku, kami di sini akan menjaga kalian. Silakan menyampaikan aspirasi kalian, kami akan menjaga kalian sampai selesai," ucap Rita.
Salah satu peserta aksi kemudian menyusul Rita, naik ke atas mobil komando. Sambil menangis, peserta aksi itu meminta agar teman-temannya menghentikan perbuatan anarkis tersebut. Peserta aksi pun melunak dan penyampaian aspirasi kembali berjalan tertib.
Polisi terluka
Kericuhan serupa juga terjadi dalam aksi penolakan RUU Cipta Kerja di depan gedung Pemerintah Kota Pekalongan dan DPRD Kota Pekalongan, Kamis petang. Dua polisi, terdiri dari Kapolres Pekalongan Kota Ajun Komisaris Besar Egy Andrian Suez dan Kepala Bagian Operasional (Kabag Ops) Polres Pekalongan Kota Komisaris Mandala Mugiharto terluka dalam kejadian tersebut.
"Kapolres harus mendapat tiga jahitan di telinga kirinya karena terkena lemparan batu dari massa aksi. Sementara itu, Kabag Ops luka lecet di wajahnya," kata Kepala Subbagian Humas Polres Pekalongan Kota Ajun Komisaris Suparji.
Di Kota Pekalongan, unjuk rasa diikuti sebanyak 1.000 peserta aksi. Mereka terdiri dari pelajar, mahasiswa, dan organisasi masyarakat. Peserta aksi menyampaikan sejumlah tuntutan, salah satunya menuntut agar Pemerintah Kota Pekalongan mendorong pemerintah pusat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).