Sejumlah Buruh di Pantura Barat Jateng Tak Ikut Unjuk Rasa Nasional
Sejumlah perwakilan buruh di Kota Tegal dan Pemalang, Jateng, menolak terlibat dalam unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja. Apabila ada poin-poin yang merugikan buruh, mereka akan mengajukan uji materi perundang-undangan.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
TEGAL, KOMPAS — Sejumlah perwakilan organisasi buruh di wilayah pantura barat Jawa Tengah, seperti Kota Tegal dan Kabupaten Pemalang, sepakat tidak ikut aksi mogok kerja maupun demonstrasi menolak penetapan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Jika di kemudian hari ada hal-hal yang dinilai merugikan dari perundang-undangan itu, mereka akan mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Enam orang perwakilan sejumlah organisasi buruh di Kota Tegal mendeklarasikan komitmen tidak melakukan unjuk rasa dan mogok kerja dalam rangka menolak penetapan RUU Cipta Kerja. Deklarasi itu dilakukan di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Kota Tegal, Senin (5/10/2020).
Sejumlah perwakilan buruh menilai aksi penolakan terhadap penetapan RUU Cipta Kerja yang rencananya digelar pada Selasa-Kamis (6-8/10/2020) berpotensi mengganggu keamanan serta ketertiban lingkungan dan kesehatan masyarakat di wilayah Kota Tegal. Mereka juga berkomitmen menjaga produktivitas kerja demi meningkatkan perekonomian.
”Kami menerima dengan keikhlasan, tentu bukan karena menghindar dari apa yang ingin kami perjuangkan. Apabila ada keluhan dari buruh terkait RUU Cipta Kerja, kami akan menyalurkannya melalui lembaga berwenang, sesuai perundang-undangan,” kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kota Tegal Eddy Susyanto.
Eddy mengatakan, pihaknya belum membaca atau mempelajari isi RUU Cipta Kerja. Dengan begitu, dia mengaku belum tahu sejumlah poin RUU yang berpotensi merugikan buruh.
”Sementara ini, kami belum mempelajari secara menyeluruh. Namun, kami ingin hak-hak pekerja dipertahankan, tidak dihilangkan,” ujar Eddy.
Menurut Eddy, ada sekitar 5.000 buruh yang tergabung dalam KSPSI Kota Tegal. Mereka berasal dari 40 perusahaan berbeda.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Kota Tegal R Heru Setyawan mengatakan, penetapan RUU Cipta Kerja dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut Heru, pemerintah dan DPR sudah mempertimbangkan aspek-aspek yang menguntungkan bagi buruh dalam penyusunan RUU Cipta Kerja.
”Jika dirasa ada poin-poin yang kurang sesuai atau merugikan buruh, kami siap diajak mencermati. Kalau, misalnya, mau mengajukan peninjauan kembali, kami juga siap memfasilitasi,” ucap Heru.
Di Pemalang, deklarasi menentang aksi penolakan terhadap RUU Cipta Kerja juga dilakukan oleh 20 orang dari beberapa serikat pekerja, Jumat (2/10/2020). Para buruh di Pemalang yang hadir dalam kegiatan itu berkomitmen tidak akan berunjuk rasa maupun mogok kerja.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Pemalang Edi Sisworo mengatakan, deklarasi tersebut dilakukan sebagai bentuk dukungan terhadap pemerintah dalam mencegah kerumunan di tengah pandemi Covid-19. ”Dengan tetap menerapkan protokol kesehatan, seluruh perusahaan di Pemalang akan tetap beroperasi normal pada tanggal 6 sampai 8 Oktober 2020,” kata Edi.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dalam siaran tertulis meminta buruh di Jateng tidak mengikuti aksi mogok kerja nasional maupun unjuk rasa. Ganjar menyarankan penyampaian aspirasi dapat dilakukan dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan.
”Kami ingin semua menjaga kesehatan. Menyampaikan aspirasi memang tidak boleh dicegah, tetapi caranya diperbaiki. Mereka bisa datang ke legislatif, ke pemerintah untuk menyampaikan secara langsung dengan perwakilannya. Saya kira itu cara yang cukup elegan,” kata Ganjar.