Kecewa Kerja DPR, Mahasiswa Palangkaraya Segel Gedung DPRD Kalteng
Peserta aksi ratusan mahasiswa di Palangkaraya sempat ricuh. Mereka menyegel gedung DPRD Provinsi Kalteng karena kecewa dengan kinerjanya. Aksi itu dilakukan di sela-sela kunjungan Jokowi.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Kantor DPRD Provinsi Kalteng disegel ratusan mahasiswa dan peserta aksi menolak RUU Cipta Kerja. Peserta aksi sempat memaksa masuk ke dalam gedung namun dihalang. Sempat terjadi kericuhan dan beberapa mahasiswa terluka.
Aksi tersebut dilakukan ratusan mahasiswa dari hampir seluruh Universitas dan perguruan tinggi di Kota Palangkaraya juga 15 lembaga dan organisasi mahasiswa. Tak hanya itu beberapa organisasi buruh juga turut hadir dalam aksi penolakan RUU Cipta Kerja yang disetujui DPR RI beberapa waktu lalu.
Pada Kamis (8/10/2020) pagi ratusan peserta aksi sudah berkumpul di Jalan Yos Sudarso dan berjalan kaki menuju Jalan Ahmad Yani di depan gedung DPRD Provinsi Kalteng. Orasi yang mereka teriakkan tidak didengar lantaran pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Kalteng sedang melakukan reses. Tak ada satu pun unsur pimpinan maupun anggota di gedung tersebut.
Orasi dan pernyataan sikap tidak dijawab, peserta aksi memaksa memasuki gedung tersebut. Aparat pun menghadang menggunakan tameng dan pentungan. Ban-ban bekas juga beberapa kardus dibakar peserta aksi.
Terjadi aksi lempar-melempar batu, kayu, juga benda lainnya ke arah aparat. Beberapa oknum peserta aksi juga sempat ditangkap, namun dilepaskan kembali. Selain itu,beberapa oknum yang ikut melempar ke arah aparat juga ditangkap, mereka diduga merupakan provokator aksi yang bukan bagian dari aksi siang itu.
Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Palangka Raya Eprafas Meihaga mengungkapkan, beberapa peserta aksi yang terluka sudah dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara milik polisi. Bahkan, aparat yang membantu mengantarkan mereka yang terluka.
Aksi selesai sekitar pukul 14.00 WIB karena salah satu staf dari sekretariat DPRD Provinsi Kalteng menemui peserta dan menerima pernyataan sikap mereka. Staf tersebut berjanji akan memberikan pernyataan sikap itu ke pimpinan DPRD Provinsi Kalteng.
“Aksi kami belum selesai. Kami akan datang lagi karena mereka berjanji akan menjawab tuntutan kami 2x24 jam,” kata Meihaga.
Meihaga mengungkapkan, pihaknya meminta agar Presiden Joko Widodo tidak menadatangani RUU Cipta kerja. Ia berharap, Jokowi yang di saat itu mengunjungi lokasi megaproyek food estate di Pulang Pisau, sekitar 126 kilometer dari Kota Palangkaraya, bisa menemui peserta aksi dan menyatakan sikapnya.
“Kami ingin mendengar sikap Joko Widodo sebagai Presiden apakah menerima atau menolak kebijakan itu,” ungkap Meihaga.
Salah satu peserta aksi dari Gerakan Pemuda Marhaenis Kalimantan Tengah, Tri Oktafiany, dalam orasinya juga meminta agar pemerintah membatalkan kebijakan tersebut untuk menghormati suara dan hak-hak masyarakat. Ia menilai, kebijakan itu akan merugikan buruh khususnya buruh perempuan, masyarakat adat, dan petani.
Kami ingin mendengar sikap Joko Widodo sebagai Presiden apakah menerima atau menolak kebijakan itu
“Sayangnya kebijakan itu diketok oleh pimpinan yang juga perempuan, yakni ibu Puan Maharani,” teriak Tri yang dijawab dengan teriakan peserta aksi.
Tri menyampaikan, kedatangan Jokowi ke Palangkaraya tidak tepat. Menurutnya, Presiden harus segera menanggapi dan ikut menolak omnibus law dengan tidak menandatangninya.
"Presiden justru datang ke Kalteng untuk memulai mega proyek food estate yang sejak awal juga ditolak," kata Tri.
Para mahasiswa berorasi bergantian dengan membawa semua atribut aksi seperti bendera dan poster-poster yang bertuliskan berbagai seruan penolakan omnibus law.
Obi, dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Palangkaraya Santo Dionisius yang juga merupakan juru bicara aksi menyampaikan, RUU Cipta Kerja merupakan bentuk kebijakan yang tidak menguntungkan rakyat. Kebijakan itu dibuat demi kepentingan perusahaan yang sudah merasuki sendi-sendi legislative dan birokrasi.
“DPR RI tidak lagi mewakili masyarakat, tetapi mewakili kepentingan perusahaan. Banyak narasi yang dibangun juga hoax, kami sudah menganalisis seluruh isi RUU itu dan banyak sekali pasal bermasalah,” kata Obi.