Kluster pondok pesantren menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Sinergi pemerintah dan tokoh agama termasuk ulama diperlukan untuk menggaungkan protokol kesehatan kepada masyarakat serta santri.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS – Kerja sama antara pemerintah dan para tokoh agama termasuk ulama dan kiai diharapkan menjadi kunci untuk bisa menekan penyebaran pandemi Covid-19. Sinergi komunikasi dalam mendorong disiplin protokol kesehatan perlu diperkuat guna menekan penyebaran virus korona jenis baru, terutama di masyarakat akar rumput dan pondok pesantren.
”Kami berharap para ulama yang ada di Provinsi Jawa Tengah ini bisa bersinergi. Ketika pondok pesantren mengampanyekan atau mengimbau masyarakat lewat protokol kesehatan, masyarakat di sekitar pondok pesantren patuh atau lebih banyak mengikutinya,” kata Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin saat meninjau protokol kesehatan di pondok pesantren di Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (7/10/2020).
Masih ada masyarakat yang tidak mengindahkan. Masih banyak masyarakat yang mengabaikan, atau mungkin merasa kebal (Taj Yasin)
Yasin mengatakan, selama pandemi pemerintah telah mengampanyekan penerapan protokol kesehatan, tapi ada beberapa evaluasi yang harus diperbaiki dan ditingkatkan. ”Masih ada masyarakat yang tidak mengindahkan. Masih banyak masyarakat yang mengabaikan atau mungkin merasa kebal,” katanya.
Yasin menyebutkan, pandemi Covid-19 sejak Februari sampai Oktober ternyata tidak selesai dan masih terus melonjak. Oleh karena itu, pihaknya mengajak para ulama, tokoh masyarakat, dan pondok pesantren untuk bersinergi menggaungkan serta menaati protokol kesehatan. ”Di Jawa Tengah itu sudah sekitar 600 positif dari warga santri di pesantren. Ini artinya perlu penanganan khusus,” tuturnya.
Seperti disampaikan Presiden Joko Widodo, pembatasan sosial skala besar kini tidak bisa dilakukan, tapi yang efektif adalah pembatasan skala mikro di tingkat RT/RW dan termasuk pondok pesantren. Untuk mencegah penularan Covid, kata Yasin, pondok pesantren kiranya tetap memperhatikan kesehatan, ekonomi, dan keamanan di pondoknya masing-masing. Keluar-masuk santri perlu dipantau dengan baik.
”Pesantren yang ada kluster, saat ini dihentikan dulu proses pembelajarannya. Untuk pondok pesantren yang lain saya berharap ditertibkan. Kalau memang (santri) sudah ada di pesantren berbulan-bulan dan tidak ada gejala, tinggal diketatin saja,” ujarnya.
Yasin mengatakan, mereka yang boleh mengaji adalah warga yang ada di dalam pondok pesantren. ”Yang di luar jangan dululah, kalau memang mau mengkikuti manfaatkan teknologi. Misal, Bisa pakai radio atau teknologi, ngaji menyimak dari rumah masing-masing supaya tidak ada kerumunan,” paparnya.
Selain itu, lanjut Yasin, pemahaman bahwa Covid-19 bukan aib juga perlu diteruskan kepada masyarakat sehingga orang tidak lagi mengucilkan mereka yang positif. Dari sana lahirlah keterbukaan dan bisa segera ditangani atau diisolasi supaya penyakit tidak menyebar luas.
Tidak berkunjung
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ittihaad Pasir Kidul Purwokerto Barat KH Mughni Labib mengatakan, pondoknya telah berupaya menerapkan protokol kesehatan mulai dari pemakaian masker, jaga jarak, penyiapan tempat cuci tangan, dan pemeriksaan suhu. ”Kami mengimbau orangtua wali santri untuk tidak berkunjung. Jika terpaksa berkunjung, melewati protokol kesehatan dan hanya bisa bertemu 10 menit di kantor,” kata Mughni.
Mughni juga menyampaikan, sebulan sekali ada pemeriksaan kesehatan dari Puskesmas Purwokerto Barat. Di pondok ini ada 104 santri yang duduk di bangku MTs. ”Untuk santri yang mahasiswa memang saya pulangkan. Ada sekitar 30 orang. Selain memang karena kuliahnya daring atau bisa dari rumah, juga repotnya mahasiswa itu sering keluar, jadi kami kesulitan mengontrol,” tuturnya.
Berdasarkan data, di Banyumas saat ini terdapat 557 orang positif Covid-19. Dari jumlah itu, 346 orang sembuh, 199 orang dirawat, dan 12 orang meninggal.