Pelanggaran Protokol Saat Kampanye Berpotensi Memperparah Penyebaran Covid-19
Pelanggaran protokol kesehatan di sejumlah daerah di Kalimantan Barat terjadi pada masa kampanye. Pilkada berpotensi memperparah penyebaran Covid-19.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Pelanggaran protokol kesehatan di sejumlah daerah di Kalimantan Barat terjadi pada masa kampanye. Sudah muncul teguran tertulis hingga sanksi bagi pasangan calon kepala daerah yang melanggar. Pilkada berpotensi memperparah penularan Covid-19.
Terdapat tujuh kabupaten di Kalimantan Barat yang melaksanakan Pilkada Serentak 2020, yakni Kabupaten Ketapang, Bengkayang, Sambas, Kapuas Hulu, dan Sintang. Selain itu, juga Kabupaten Melawi dan Sekadau.
Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Daerah Provinsi Kalbar Faisal Riza, Senin (5/10/2020), mengungkapkan, berdasarkan data dari bawaslu kabupaten dari awal kampanye Sabtu (26/9) hingga Senin (5/10) ada 10 pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan pasangan calon kepala daerah saat kampanye.
”Pelanggaran terjadi saat pertemuan tatap muka sebanyak 57 kali dan pertemuan terbatas 120 kali di sejumlah daerah,” ungkap Faisal.
Pertemuan yang melebihi 50 orang ada enam kejadian. Kemudian, yang tidak memberikan masker ada satu kasus, tidak mengecek suhu tubuh satu kasus. Ada juga yang tidak menjaga jarak dan tidak menggunakan masker dua kasus.
”Pelanggaran itu tersebar di Ketapang, Sintang, Sekadau, dan Sambas. Untuk Kabupaten lainnya belum ada laporan masuk kepada kami sejauh ini,” kata Faisal.
Terkait pelanggaran itu ada empat langkah yang bisa dilakukan Bawaslu. Pertama, saran perbaikan. Hal itu, misalnya, jika ada orang yang belum memakai masker diminta untuk segera diberikan masker.
Kedua, Bawaslu melakukan peringatan tertulis. Misalnya pertemuan di atas 50 orang, langsung dibuat surat peringatan tertulis kepada yang melanggar kegiatan kampanye. Satu jam kemudian peringatan itu harus dilaksanakan. Jika tidak dilaksanakan, Bawaslu berkoordinasi dengan gugus tugas untuk menghentikan atau membubarkan kampanye.
Pelanggaran terjadi saat pertemuan tatap muka sebanyak 57 kali dan pertemuan terbatas 120 kali di sejumlah daerah
Kalau tetap saja melanggar, Bawaslu bisa menyampaikan rekomendasi kepada komisi pemilihan umum daerah (KPUD). Rekomendasinya memberikan sanksi tiga hari tidak diperbolehkan melaksanakan kampanye bagi pasangan calon yang melanggar.
Ada salah satu pasangan calon kepala daerah di Kabupaten Sintang yang diberi peringatan tertulis, yakni jumlah orang yang hadir dalam kampanye harus dikurangi. Setelah ada peringatan, salah satu pasangan calon di Sintang itu langsung membubarkan diri.
Ada juga pasangan calon kepala daerah yang diberikan sanksi administratif oleh KPUD atas rekomendasi Bawaslu berupa larangan kampanye selama tiga hari karena jumlah yang hadir dalam kampanye lebih dari 50 orang.
Koordinator Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Kalbar, Umi Rifdiyawaty, menuturkan, sejak awal, JaDI meminta pemerintah memperhatikan aspirasi dari kelompok masyarakat dan organisasi kemasyarakatan agar pilkada ditunda. Pertimbangannya, angka positif Covid-19 saat ini yang semakin bertambah.
Dari sisi regulasi, undang-undang (UU) tentang pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah saat ini mengatur dalam kondisi normal/biasa. Sementara keadaan sekarang dalam keadaan tidak biasa.
Karena itu, diperlukan payung regulasi mengatur tentang pengaturan pilkada di masa pandemi. Payung regulasinya berupa UU itulah nantinya yang diturunkan dalam peraturan teknis di penyelenggara dan pengawas. Kalau ada sanksi ada dasar yang kuat.
Selain itu, masyarakat masih perlu waktu membiasakan kondisi yang tidak normal seperti saat ini. Semua masyarakat menyadari negara dalam kondisi Covid-19. Untuk mencegah penularan, harus mematuhi protokol kesehatan, salah satunya menjaga jarak. Sementara di sisi lain, peserta pilkada membutuhkan simpati masyarakat sehingga mereka menunjukkan massa.
Oleh sebab itulah perlu penundaan pilkada atau proses jeda untuk menyiapkan regulasi dan membangun kesiapan masyaratakat untuk membiasakan diri dengan protokol kesehatan. ”Adaptasi kebiasaan baru belum rampung, tetapi sudah pilkada,” kata Umi.
Dalam hal ini tidak semata soal sanksi dalam pelanggaran pilkada, tetapi juga soal keselamatan. Jika ada yang terkena Covid-19 saat proses pilkada walaupun disanksi, mereka sudah telanjur tertular sehingga mempersulit situasi. Karena itu, perlu diperhatikan kembali saran dari masyarakat dan organisasi masyarakat yang meminta agar pilkada ditunda.
Berdasarkan data Satuan Tugas Nasional pencegahan dan penanggulangan Covid-19, Kalbar pada Senin (5/10) terdapat dua tambahan kasus Covid-19. Secara kumulatif, kasus Covid-19 di Kalbar hingga Senin sudah mencapai 1.044 orang. Sebanyak 866 orang di antaranya sembuh dan sembilan orang meninggal.