Buruh Jatim Berkomitmen Tolak UU Cipta Kerja Seluruhnya
Pekerja di Jawa Timur menolak tegas UU Cipta Kerja yang baru disahkan. Aliansi-aliansi pekerja akan berunjuk rasa mulai besok di lingkungan perusahaan masing-masing dan di kantor pemerintah daerah.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pekerja di Jawa Timur menolak tegas Undang-Undang Cipta Kerja yang baru disahkan. Aliansi-aliansi pekerja akan berunjuk rasa mulai Selasa besok di lingkungan perusahaan masing-masing dan di kantor pemerintah daerah. Puncaknya, mereka akan berunjuk rasa besar-besaran di Kantor Pemerintah Provinsi Jatim dan Gedung DPRD Jatim pada 8 Oktober.
Ketua Dewan Pengurus Daerah Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Jatim Achmad Fauzi mengatakan, pihaknya telah berkomunikasi dengan serikat pekerja yang ada di setiap daerah kabupaten dan kota untuk menyuarakan aspirasi penolakan UU Cipta Kerja secara besar-besaran agar didengar oleh para pengambil kebijakan.
”Apabila unjuk rasa tidak memungkinkan dilakukan karena situasi pandemi Covid-19, setidaknya para pekerja yang ada di 38 kabupaten dan kota ini harus menyampaikan aspirasi mereka kepada para wakil rakyat di daerah agar diteruskan ke wakil rakyat di pusat,” ujar Fauzi, Senin (5/10/2020).
Fauzi menambahkan, dalam menyampaikan aspirasinya, para pekerja diminta senantiasa menerapkan protokol kesehatan secara ketat untuk mencegah penyebaran virus korona galur baru penyebab Covid-19. Selain itu, pekerja yang turun ke jalan dilarang memaksa, apalagi menakut-nakuti pekerja lain dengan cara mendatangi pabrik-pabrik.
Cara-cara memaksa bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Setiap pekerja dijamin haknya untuk menyampaikan aspirasi, tetapi harus dengan cara yang baik dan tidak memaksa. Ajakan berunjuk rasa dengan cara memaksa dikhawatirkan memicu keresahan dan pecahnya konflik antarpekerja.
Fauzi mengatakan, SPSI Jatim menolak tegas UU Cipta Kerja secara keseluruhan tanpa kompromi. Oleh karena itu, penyampaian aspirasi sangat penting. Namun, kegiatan produksi di pabrik-pabrik tidak boleh terganggu, apalagi sampai terhenti karena situasi ekonomi bisa semakin memburuk.
Adapun alasan menolak UU Cipta Kerja karena substansinya merugikan pekerja dan mengancam kesejahteraan mereka. Hak-hak para pekerja dikurangi sehingga mereka tak lagi memiliki daya tawar tinggi terhadap pemberi kerja. Contohnya ketentuan tentang pengurangan uang pesangon bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Apabila unjuk rasa tidak memungkinkan dilakukan karena situasi pandemi Covid-19, setidaknya para pekerja yang ada di 38 kabupaten dan kota ini harus menyampaikan aspirasi mereka kepada para wakil rakyat di daerah agar diteruskan ke wakil rakyat di pusat.
Selain itu, undang-undang baru dengan konsep sapu jagat ini menghilangan hak-hak cuti khusus bagi pekerja, seperti cuti menikah dan cuti karena orangtua meninggal. Hal itu akan membuat pekerja mengorbankan hak cuti tahunannya.
Hal lain yang juga berpotensi menurunkan kesejahteraan pekerja adalah kebijakan tentang status karyawan. Para karyawan akan terjebak pada sebagai pekerja alih daya selamanya. Mereka tidak lagi memiliki harapan meningkatkan statusnya menjadi karyawan tetap karena ketentuannya mengizinkan.
”Sebelum disahkannya UU Cipta Kerja ini, perusahaan tempat saya bekerja sudah memberlakukan status pekerja alih daya selama lima tahun. Caranya dengan menyiasati perjanjian kontrak kerja. Setelah habis masa kontrak tidak langsung diperpanjang, melainkan ada jeda beberapa bulan,” kata Anindita, salah satu karyawan swasta di Sidoarjo.
Sementara itu, hingga Senin malam ini, pertemuan antara perwakilan serikat pekerja dan sejumlah pimpinan daerah Kabupaten Sidoarjo masih berlangsung. Pertemuan yang digelar di Pendopo Delta Wibawa itu dihadiri perwakilan sejumlah serikat pekerja, Penjabat Bupati Sidoarjo Hudiyono, Kepala Polresta Sidoarjo Komisaris Besar Sumardji, dan Komandan Kodim 0816 Sidoarjo Iswan Nusi.
Pertemuan itu membahas strategi penyampaian aspirasi pekerja yang menolak RUU Cipta Kerja di tengah sebaran Covid-19 yang belum terkendali. Hudiyono meminta semua pihak memberikan perhatian pada upaya mencegah sebaran Covid-19. Pemda akan memfasilitasi penyampaian aspirasi para pekerja dengan mengedepankan protokol kesehatan.
Sumardji meminta pekerja mencari strategi penyampaian aspirasi dengan mengedepankan kesehatan dan keselamatan mereka. Alasannya, unjuk rasa turun ke jalan dengan jumlah massa mencapai ribuan orang rentan memicu kluster baru penularan Covid-19.
Kepala Disnaker Sidoarjo Feny Apridawati menyebutkan jumlah pekerja yang terkena rasionalisasi selama masa pandemi lebih dari 12.000 orang. Mayoritas mereka mengalami kesulitan ekonomi rumah tangga karena kehilangan sumber penghasilan. Upaya yang dilakukan adalah memberikan bantuan sosial seperti bahan pokok.
Selain itu, pemkab memberi kesempatan kepada para pekerja korban PHK untuk mengakses pinjaman modal agar mereka memiliki peluang membuka usaha baru. Salah satunya melalui program dana bergulir dengan suku bunga 4 persen per tahun dan tanpa agunan.