Pilkada Diklaim Bisa Jadi Media Kampanye Protokol Kesehatan
Di tengah tentangan berbagai pihak, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara menyatakan pelaksanaan Pilkada 2020 dapat memperluas upaya sosialisasi pengenaan masker. Dipelopori Polda Sulut, pemda membagi 1 juta masker.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Di tengah tentangan berbagai pihak, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara menyatakan pelaksanaan Pilkada 2020 dapat memperluas upaya sosialisasi pengenaan masker. Jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Sulut pun terus mengupayakannya dengan membagikan lebih dari 1 juta masker secara gratis.
Sulut telah mengakumulasi 4.551 kasus positif Covid-19 per Minggu (4/10/2020) siang, setelah mendapat tambahan 21 kasus baru sehari sebelumnya. Sebanyak 3.710 orang telah dinyatakan sembuh, 177 meninggal, dan 664 masih berstatus aktif. Angka kesembuhan di Sulut 82,51 persen, lebih tinggi dari tingkat kesembuhan nasional 75,14 persen.
Sementara laju penyebaran kasus Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda melambat, pemerintah kukuh terus melaksanakan tahapan Pilkada 2020 yang kini telah memasuki tahap kampanye. Namun, Pejabat Sementara (Pjs) Gubernur Sulut Agus Fatoni mengatakan, pilkada justru bisa menjadi momentum untuk mengatasi pandemi.
Hal ini senada dengan pesan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam rapat koordinasi analisis dan evaluasi pelaksanaan Kampanye Pilkada 2020. Fatoni mengatakan, pembagian alat pelindung diri (APD) seperti masker dan cairan pembersih bisa meluas.
”Kenapa demikian? Karena pasangan calon dan tim sukses bisa membagikan alat peraga kampanye berupa APD seperti masker. Kita bisa bayangkan, ketika mereka membagikannya kepada publik, ini akan bisa membantu mencegah penyebaran Covid-19,” kata Fatoni.
Kampanye politik yang juga memuat imbauan pengenaan masker mulai tampak di berbagai spanduk dan poster pasangan calon. Sebagian besar paslon juga telah membagikan masker kain maupun scuba dengan logo maupun inisial nama yang tertera di permukaannya. Masker sekaligus menjadi alat peraga kampanye.
Menurut Fatoni, penyebaran Covid-19 hanya bisa diatasi dengan apa yang disebutnya sebagai 4M, yaitu mengenakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 juga telah mengatur pembatasan kerumunan hanya 50 orang dalam rapat umum dan tatap muka selama tahapan kampanye.
Oleh karena itu, ia mengimbau semua warga Sulut disiplin menerapkan protokol kesehatan. ”Kesadaran pemanfaatan masker bisa lebih masif. Seluruh warga harus menjadi lebih disiplin dalam penerapan protokol kesehatan,” kata Fatoni.
Di lain pihak, pengajar Ilmu Pemerintahan Universitas Sam Ratulangi, Ferry Daud Liando, mengatakan, kampanye secara terbatas pada rapat umum maupun tatap muka justru membatasi hak politik masyarakat maupun paslon yang berupaya memengaruhi para pemilih. Pengaruh kampanye hanya terbatas pada pemilih aktif, yaitu pemilih yang memang dimobilisasi dan akan mendukung para calon dengan berbagai cara.
”Mereka bisa mendanai para calon atau menyebarkan informasi positif terkait paslon, sedangkan pemilih pasif yang selama ini belum memiliki kepastian pilihan, tak akan bisa terjangkau kampanye. Keadaan ini malah hanya akan menguntungkan petahana karena sudah dikenal publik,” kata Ferry.
Ia juga menyangsikan, PKPU No 13/2020 memiliki daya gedor kuat untuk menertibkan kegiatan kampanye sesuai protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Sanksi teguran, pembubaran kampanye, atau pengurangan masa kampanye selama tiga hari, menurut dia, tak seefektif diskualifikasi. Sementara sanksi diskualifikasi hanya diatur dalam UU Nomor 10/2016 tentang pilkada. Namun, selama ini hanya terfokus pada pelaku politik uang.
Karena itu, Ferry menyarankan, pemerintah harus mengkaji waktu yang ideal untuk melanjutkan tahapan Pilkada 2020, misalnya saat laju transmisi telah melambat, vaksin telah tersedia, masyarakat telah patuh pada protokol kesehatan, dan keuangan negara telah stabil.
”Kalau sudah begitu, Pilkada 2020 bisa dilanjutkan tanpa menunggu Covid-19 berakhir,” katanya.
Kalaupun harus tetap dilaksanakan, Presiden Joko Widodo bisa merumuskan peraturan presiden pengganti undang-undang (perppu) yang dapat mengubah cara pemungutan suara.
”Diperlukan banyak variasi atau inovasi. Pemungutan suara tidak harus di TPS, tetapi bisa dilaksanakan door to door di wilayah rawan penularan,” tambah Ferry.
Sementara itu, Kapolda Sulut Inspektur Jenderal RZ Panca Putra Simanjuntak memelopori upaya sosialisasi protokol kesehatan dengan Gerakan Sulut Sejuta Masker. Memasuki Oktober, Polda Sulut membagikan masker di kurang lebih 1.500 lokasi di seluruh Sulut.
Tak kurang dari 1,15 juta lembar masker dibagikan kepada warga Sulut, dimulai dari tingkat desa. Satuan Kerja Polda Sulut membagikan masker di 27 lokasi di Kota Manado dan sekitarnya. Gerakan ini diiringi slogan ”Marijo Pake Masker”.
”Kami ingin turut berupaya mencegah penularan Covid-19 di Sulut. Kami sudah melakukannya juga dengan menggelar Operasi Yustisi untuk menegakkan disiplin protokol kesehatan. Kami bekerja sama dengan seluruh jajaran Forkopimda Sulut secara serentak karena kepolisian tidak mungkin melakukannya sendirian,” kata Panca.
Gerakan ini, ujar Panca, juga dilakukan untuk mengingatkan seluruh kontestan Pilkada 2020 agar terus bersama-sama menaati protokol kesehatan dalam setiap tahapan, dari kampanye hingga pengambilan suara. Pengenaan masker pun harus bisa menjadi gaya hidup baru bagi semua elemen masyarakat saat bangsa Indonesia berjuang menghadapi pandemi.