Melanggar Perbatasan, Dua Nelayan Bintan Diadili di Malaysia
Dua nelayan dari Kabupaten Bintan dijadwalkan menjalani sidang di Mahkamah Kota Tinggi, Malaysia, Minggu (4/10/2020). Sebelumnya, mereka ditangkap penjaga pantai Malaysia karena melanggar perbatasan pada 19 September.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Dua nelayan tradisional di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, dijadwalkan menjalani sidang di Mahkamah Kota Tinggi, Malaysia, Minggu (4/10/2020). Sebelumnya, mereka ditangkap penjaga pantai Malaysia karena melanggar perbatasan pada 19 September 2020.
Ketua Kesatunan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Bintan Syukur Harianto mengatakan, dua nelayan itu warga Desa Mantang Lama, yakni Pendi (43) dan Abdul Gani (35). Pada 22 September 2020, keluarga dua nelayan itu melapor kepada KNTI bahwa Pendi dan Abdul hilang kontak sejak berangkat melaut pada 18 September 2020.
”Kapal mereka ini cuma berukuran 2 gros ton. Nelayan kecil seperti mereka ini biasanya pulang melaut pada hari yang sama dengan hari keberangkatan, maka keluarga sangat khawatir ketika tidak ada kabar selama empat hari,” kata Syukur.
Pada akhir September, Syukur mendapat kabar dari Lembaga Swadaya Masyarakat Jaring, Malaysia, bahwa dua nelayan Bintan yang hilang kontak itu ditemukan oleh Agensi Penguatkuasaan Malaysia (APMM) di perairan yang jaraknya 14,2 mil (sekitar 22 kilometer) dari pesisir Tanjung Siang, Malaysia. Di kapal mereka ditemukan 100 kilogram ikan yang dicurigai diambil dari perairan Malaysia.
Pelaksana Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Johor Bahru Anang Firdaus mengatakan, Pendi yang merupakan nakhoda didakwa melanggar Akta 1985 Perikanan Malaysia dan telah menjalani sidang di Mahkamah Kota Tinggi pada hari ini. Sementara Abdul telah diserahkan kepada pihak imigrasi untuk segera dideportasi.
”Retainer lawyer KJRI, Daud & Co, ditunjuk untuk melakukan pendampingan kepada yang bersangkutan selama menjalani proses pengadilan di Malaysia,” kata Anang melalui pesan tertulis.
Peristiwa penangkapan nelayan Bintan oleh APMM ini bukan yang pertama kali. Pada 15 Agustus 2020, APMM juga menangkap tiga nelayan Bintan di perairan timur laut Pulau Subi, Natuna. Perairan itu merupakan wilayah abu-abu yang masih menjadi sengketa antara Indonesia dan Malaysia.
Syukur menambahkan, sejumlah nelayan di Desa Teluk Sebong, Bintan, juga mengeluh karena sering dihadang APMM di perairan yang seharusnya masih menjadi wilayah Indonesia. Menurut dia, ada nelayan yang mengaku anaknya trauma ikut melaut karena pernah ditodong senjata oleh APMM sekitar Juli.
Kapal aparat Indonesia sangat jarang hadir di sana. (Syukur Harianto)
Perairan sebelah utara Pulau Bintan berbatasan langsung dengan Malaysia, jaraknya lebih kurang 11 mil (sekitar 17 kilometer). Namun, kata Syukur, penjaga pantai Malaysia kerap berpatroli dan mengusir nelayan Bintan di perairan Indonesia yang jaraknya masih 2 mil (sekitar 3 kilometer) dari perbatasan dengan Malaysia. Sementara kapal aparat Indonesia sangat jarang hadir di sana.
”Di perairan yang berjarak sekitar 5 mil dari pesisir Bintan, sinyal komunikasi itu sudah dikuasai Malaysia. Jadi, nelayan kecil yang tidak memiliki telepon satelit akan kesulitan menghubungi aparat kalau ada masalah,” ucap Syukur.