Terdakwa perkara pencemaran nama baik atau penghinaan, I Gede Ari Astina, dan tim penasihat hukum dari musisi yang dikenal sebagai Jerinx, memohon hakim di PN Denpasar agar menyatakan dakwaan jaksa tidak dapat diterima.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Terdakwa perkara pencemaran nama baik atau penghinaan, I Gede Ari Astina dan tim penasihat hukum dari musisi, yang dikenal sebagai Jerinx, memohon majelis hakim di Pengadilan Negeri Denpasar agar menyatakan dakwaan jaksa tidak dapat diterima atau dibatalkan. Pihak terdakwa menilai dakwaan yang diajukan jaksa disusun tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap.
”Kesimpulannya, dakwaan jaksa penuntut umum tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 Ayat 2 huruf b dan Pasal 143 Ayat 3 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,” kata Sugeng Teguh Santoso dari tim penasihat hukum Jerinx dalam sidang pembacaan nota keberatan (eksepsi), Selasa (29/9/2020).
Akan tetapi, apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan yang adil.
Untuk itu, kata Sugeng, pihaknya memohon majelis hakim agar memutuskan, pertama, menerima nota keberatan terdakwa. Kedua, menyatakan surat dakwaan jaksa penuntut umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya menyatakan surat dakwaan harus dibatalkan. Ketiga, membebankan biaya perkara kepada negara. ”Akan tetapi, apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan yang adil,” ujarnya.
Sidang pembacaan nota keberatan dari terdakwa dan penasihat hukumnya itu masih dilangsungkan secara telekonferensi, atau secara dalam jaringan, dari tiga tempat berbeda. Majelis hakim bersidang di Pengadilan Negeri Denpasar, sedangkan Jerinx dan tim penasihat hukumnya berada di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bali.
Sementara tim jaksa penuntut umum mengikuti persidangan dari Kantor Kejaksaan Negeri Denpasar. Adapun persidangan ditayangkan secara langsung melalui kanal Pengadilan Negeri Denpasar di Youtube dan melalui Zoom.
Jerinx berhadapan hukum dan menjalani persidangan dalam perkara pencemaran nama baik atau penghinaan. Dalam sidang sebelumnya, Selasa (22/9), jaksa membacakan dakwaan atas Jerinx yang intinya mendalilkan pelanggaran Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45 A Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Jaksa juga mendalilkan dakwaan alternatif dengan mengenakan Pasal 27 Ayat 3 juncto Pasal 45 Ayat 3 UU ITE juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Hal itu terkait perbuatan terdakwa mengunggah konten gambar atau tulisan (posting) ke media sosial pada 13 Juni 2020 dan 15 Juni 2020 melalui akun @jrxsid.
Eksepsi
Dalam nota keberatan yang dibacakan bergilir oleh tim penasihat hukumnya, terdakwa mengungkapkan unggahannya di media sosial pada 13 Juni dan 15 Juni itu. Unggahan itu adalah bentuk kritiknya terhadap kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 yang berubah-ubah dan membingungkan masyarakat.
Cara itu juga bentuk pertanyaannya kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI) atas kebijakan penerapan uji cepat (rapid test) sebagai syarat administrasi layanan kesehatan di rumah sakit. Terdakwa berpendapat, setiap warga negara berhak menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan yang dinilai tidak logis.
Dalam eksepsinya, pihak terdakwa juga mendalilkan dakwaan penuntut umum tidak memenuhi syarat dan kualifikasi surat dakwaan. Hal itu. antara lain, dalam penyusunan dakwaan alternatif karena dua materi yang diunggah terdakwa dalam akun media sosialnya itu memiliki muatan berbeda sehingga tidak memenuhi syarat dakwaan alternatif. Akibatnya, dakwaan yang disusun jaksa dinyatakan sepatutnya tidak dapat diterima.
Pihak terdakwa juga mempersoalkan kapasitas korban dan pelapor. Dalam pendapat pihak terdakwa, penuntut umum keliru mendalilkan IDI Wilayah Bali sebagai korban karena unggahan dari terdakwa menyebutkan IDI.
Dalam eksepsinya pihak terdakwa juga berpendapat, IDI juga tidak tepat dinyatakan sebagai korban karena IDI bukanlah orang, melainkan lembaga perkumpulan sehingga tidak memiliki kualitas sebagai korban.
Eksepsi terdakwa dan penasihat hukum juga mempersoalkan surat kuasa dari IDI kepada pelapor karena tidak adanya tanda tangan penerima kuasa. Terdakwa dan penasihat hukum berkeberatan dengan dalil jaksa tentang kerugian materiil dan imateriil akibat perbuatan terdakwa karena hal itu tidak termuat dalam unsur pasal yang didakwakan. Penasihat hukum menyatakan dakwaan jaksa juga gagal menguraikan kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan terdakwa.
Atas eksepsi pihak terdakwa dan penasihat hukumnya, tim jaksa penuntut umum menyatakan akan memberikan tanggapan mereka dalam sidang selanjutnya. Majelis hakim yang diketuai Ida Ayu Nyoman Adnya Dewi memutuskan sidang berikutnya dilangsungkan Kamis (1/10).
Menjelang sidang ditutup, Sugeng mengajukan permohonan agar sidang berikutnya digelar secara langsung atau tatap muka. Sugeng juga meminta jawaban hakim terkait dengan permohonan penangguhan penahanan atau peralihan status tahanan atas Jerinx.
Perihal sidang secara langsung, Sugeng mengajukan contoh sidang di Pengadilan Tipikor Negeri Jakarta Pusat. ”Meskipun dalam kondisi PSBB, persidangan atas nama terdakwa Pinangki di Jakarta Pusat dilakukan secara off line,” kata Sugeng.