Presiden Joko Widodo meresmikan jalan bebas hambatan sepanjang 131,5 kilometer yang membentang dari Kota Pekanbaru sampai ke Kota Dumai. Jalan tol itu dinamakan Permai atau singkatan dari Pekanbaru – Dumai.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·5 menit baca
Penantian panjang warga Riau akan kehadiran jalan tol, berakhir sudah. Pada Jumat (25/9/2020), Presiden Joko Widodo meresmikan jalan bebas hambatan sepanjang 131,5 kilometer yang membentang dari Kota Pekanbaru sampai ke Kota Dumai. Jalan tol itu dinamakan Permai atau singkatan dari Pekanbaru – Dumai.
Kalau dihitung-hitung, rencana pembangunan dimaksud sudah dimulai sejak periode Gubernur Riau, Rusli Zainal pada tahun 2007. Rusli memang dikenal gigih memperjuangkan pembangunan jalan tol di daerahnya Ia berencana pembangunan sudah dimulai pada masa kepemimpinannya. Sayangnya, harapan itu tidak terwujud sampai periodenya berakhir.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut mendukung langkah dimaksud. Pada tahun 2007, pemerintah pusat sudah melakukan lelang untuk mencari investor pembangunan. Akan tetapi, lelang itu sepi peminat. Tidak ada investor yang berkenan membangun jalan tol di Pulau Sumatera. Lelang kedua kembali dilaksanakan dan hasilnya tetap nihil. Alasannya sangat sederhana, jalan itu belum layak secara hitung-hitungan ekonomi.
Pada 2011, SBY menyatakan mengambil alih pembangunan tol dimaksud oleh pemerintah. Pemerintah pusat menyediakan dana Rp 142 miliar untuk pembebasan lahannya. Sayangnya, persoalan pembebasan lahan terkendala dan tidak kunjung selesai. Sampai masa kepemimpinan SBY berakhir, jalan tol itu belum juga berwujud.
Sebelum masanya berakhir, SBY menandatangani Peraturan Presiden Nomor 100/2014 tertanggal 18 September 2014. Perpres itu berupa rencana percepatan pembangunan jalan tol di Sumatera, yaitu Medan-Binjai di Sumatera Utara, Pekanbaru-Dumai di Riau, Palembang - Indralaya di Sumatera Selatan dan Bakauheni-Terbanggi di Lampung.
Untungnya, setelah jabatan Presiden berganti, rencana SBY itu berlanjut. Pada masa pemerintahan awal Presiden Joko Widodo (Jokowi), pembangunan Jalan Tol Pekanbaru-Dumai, tidak lagi sekadar wacana dan penantian panjang. Tidak hanya di Riau, dalam rencana besarnya, Jokowi ingin mewujudkan jalan tol sepanjang Pulau Sumatera, dari Aceh sampai Lampung.
Pada 9 Desember 2016, tiang pancang jalan tol sudah berdiri di sudut kota Pekanbaru. Targetnya, pada akhir 2019, tol itu sudah dapat difungsikan. Ternyata target itu meleset atau molor selama sembilan bulan.
Permasalahan utama hambatan itu ada pada tumpang tindih lahan, ditambah masalah ganti rugi yang tidak kunjung usai. Misalnya, pada seksi I Pekanbaru- Minas sepanjang 9,5 kilometer, terdapat 141 lahan masyarakat yang berada dalam konsesi perusahaan minyak PT Chevron.
Ada pula masalah di seksi II, Minas – Kandis Selatan, sebanyak 31 warga mendiami kawasan hutan dalam kebun akasia, konsesi hutan tanaman industri (HTI) PT Arara Abadi (Sinar Mas Grup). Persoalan menjadi lebih pelik karena sebagian warga dimaksud, memiliki alas hak berupa sertifikat hak milik.
Secara hukum, konsesi PT Chevron dan kawasan HTI adalah tanah negara. Nasihat hukum dari Kejaksaan Tinggi Riau kepada tim pembebasan lahan, tidak boleh mengganti rugi lahan warga di tanah milik negara. Belakangan, persoalan itu akhirnya diselesaikan secara “kekeluargaan”.
Masih ada persoalan lain yang tidak sepele. Misalnya, pembangunan jembatan flyover yang berupa perpotongan jalan tol dengan Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) di kilometer 21, Kecamatan Minas, sangat dekat dengan sumur minyak PT Chevron. Ternyata tidak gampang memindahkan pipa-pipa dalam jumlah besar, tanpa didampingi ahlinya. Sampai Juli 2019 atau lima bulan sebelum tenggat Desember 2019, pipa minyak itu masih belum dapat dipindah sehingga mengganggu pembangunan flyover.
Ruas Tol Pekanbaru – Dumai juga memotong beberapa lintasan satwa liar yang dilindungi, terutama gajah. Terdapat dua kantong gajah yang berada dalam ekosistem di sekitar jalan tol, yaitu kantong gajah Minas (Kabupaten Siak) dan Balai Raja (Bengkalis). Di kantong gajah Minas masih terdapat 11 ekor dan Balai Raja sekitar 25 ekor. Gajah Balai Raja sering berpindah tempat, dari sisi kiri (barat) Jalinsum ke kanan (timur) di ekosistem besar Cagar Biosfer Giam Siak Kecil.
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau, mewanti-wanti agar PT Hutama Karya sebagai pelaksana pembangunan jalan tol membuat terowongan, agar gajah dapat melintas. Tanpa terowongan, jalan tol akan merusak habitat “gerombolan si berat”. Sampai pertengahan 2019, terowongan itu masih belum jelas bentuknya. Untungnya, saat ini, terdapat lima terowongan atau underpass yang dapat digunakan gajah untuk melintasi jalan tol tanpa mengganggu kendaraan di atasnya.
Untuk membuat gajah tidak merasa terganggu saat melintas, di sekitar terowongan ditanam beberapa jenis pakan yang disukai gajah seperti pisang dan tebu. Sayangnya, pada saat Kompas meninjau terowongan gajah di Kilometer 72 dan 73 ruas Kandis Utara – Duri Selatan pada Jumat (25/9/2020), tanaman pakan gajah itu tidak terawat. Sebagian besar tanaman sudah merangas dan mati.
Di balik semua itu, Jalan Tol Pekanbaru – Dumai sangat berarti buat warga Riau dan terutama perekonomian daerah. Berdasarkan data Pelindo I, Dumai merupakan pelabuhan terbesar untuk ekspor produk minyak sawit mentah (CPO) di Sumatera dengan volume mencapai 4,75 juta ton pada 2019 disusul Belawan di Medan, sebesar 3,27 juta ton. CPO itu dibawa ke negara India, China, Jepang dan Eropa.
Setiap hari, lebih dari 1.000 truk masuk ke Dumai membawa CPO dari seluruh penjuru Riau. Dengan keberadaan jalan tol, alur lintas CPO dapat lebih cepat sampai ke pelabuhan. Perusahaan sawit 10 kabupaten kota di Riau (dari total 12 kabupaten/kota), kecuali Rokan Hilir, dapat memanfaatkan jalan bebas hambatan itu.
Dengan keberadaan jalan tol, alur lintas CPO dapat lebih cepat sampai ke pelabuhan.
Selama ini, CPO adalah berkah sekaligus petaka buat warga Riau. Banyak truk CPO yang sudah diubah dimensinya sehingga membawa muatan melebihi ketentuan (ODOL/over dimension over load). Akibatnya, Jalinsum lebih cepat rusak dari semestinya. Apabila truk CPO melintas di jalan tol, sanksi atas ODOL harus diperkuat agar kondisi jalan tol tidak cepat rusak seperti Jalinsum.
Buat warga Riau, Tol Pekanbaru – Dumai memang sangat berarti. Meski Riau merupakan hamparan daratan dengan setengah gambut, namun ruas Jalinsum dari Pekanbaru – Kandis (sepanjang 80 kilometer) berupa jalan yang penuh dengan tikungan menurun dan mendaki. Di saat terdapat antrean truk CPO dan truk pengangkut kayu HTI yang berjalan lamban, pengendara akan sangat sulit untuk menyalip.
Akibatnya, dari Pekanbaru menuju Duri sepanjang 110 kilometer saja, harus ditempuh selama empat sampai lima jam. Apabila ada truk mogok di jalan, jalanan dapat macet total berjam-jam. Waktu tempuh ke Dumai sejauh 170 kilometer, biasanya mencapai lima sampai delapan jam.
Dengan jalan tol, waktu tempuh ke Dumai bisa menjadi kurang dari dua jam. Pada Jumat siang, Kompas telah menjajal jalur tol Pekanbaru-Duri (sepanjang 80 kilometer) hanya dalam waktu satu jam saja. Jadi, selamat tinggal Jalinsum.