Bakal Pasangan Calon di NTB Siap Patuhi Protokol Kesehatan
Pilkada serentak di NTB dikhawatirkan memunculkan kluster baru penularan Covid-19. Untuk mencegah itu, para bakal pasangan calon berkomitmen menerapkan protokol kesehatan pada semua tahapan pilkada serentak.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·5 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Bakal pasangan calon bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota di Nusa Tenggara Barat, Kamis (17/9/2020), berkomitmen mematuhi protokol kesehatan Covid-19 pada seluruh tahapan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020. Hal itu sebagai upaya mencegah munculnya kluster baru penularan Covid-19.
Acara pembacaan deklarasi dan komitmen itu berlangsung di Kantor Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram. Hadir dalam acara itu, Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalillah, Kepala Kepolisian Daerah NTB Inspektur Jenderal M Iqbal, dan Komandan Komando Rayon Militer 162/Wira Bhakti Brigadir Jenderal Ahmad Rizal Ramdhani.
Selain itu, hadir pula Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi NTB Suhardi Soud, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi NTB Muhammad Khuwailid, 13 bakal pasangan calon dari tujuh kabupaten dan kota di NTB yang akan melaksanakan Pilkada 2020, dan pihak terkait lainnya.
Dalam acara itu, para pasangan calon bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota dari tujuh kabupaten kota yang akan melaksanakan pilkada secara bersama-sama membaca lima poin deklarasi dan komitmen. Tujuh kabupaten itu adalah Lombok Tengah, Lombok Utara, Mataram, Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu, dan Bima.
Adapun kelima poin deklarasi dan komitmen itu adalah bakal pasangan calon (paslon) siap bertanggung jawab dan mengendalikan massa pendukung dalam setiap kegiatan dan tahapan pemilukada serentak tahun 2020. Para bakal paslon juga siap dan bersedia membentuk gugus tugas pengendalian massa yang dilengkapi sarana pendukung kepatuhan protokol kesehatan. Itu diwujudkan dengan mematuhi 3M + 1T, yaitu memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan tidak berkerumun.
Selain itu, para bapaslon juga menyatakan siap bertanggung jawab terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19, baik oleh mereka sendiri maupun pendukungnya. Mereka juga siap untuk dites, ditelusuri, dan diobati apabila mengalami gejala Covid-19.
Terakhir, para bakal paslon juga siap dan bersedia menerima sanksi administratif ataupun sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perudang-undangan di bidang protokol kesehatan Covid-19 dan peraturan perundang-undangan yang belum berlaku.
Setelah membacakan deklarasi dan komitmen, para bakal paslon dan pihak terkait membubuhkan tanda tangan. Tanda tangan dilakukan pada papan besar yang mencantumkan nama bakal paslon dan pihak-pihak terkait lainnya.
”Pilkada kali ini istimewa karena ada hal yang harus dikelola. Jangan sampai pilkada serentak menjadi kluster sendiri,” kata Iqbal. Menurut Iqbal, pembacaan deklarasi dan komitmen dilakukan sejak awal dan melibatkan semua bakal paslon dan pihak terkait untuk mereduksi pelanggaran-pelanggaran. Terutama terkait protokol kesehatan.
”Acara hari ini penting agar mereka (bakal paslon) mengoptimalkan protokol kesehatan di kabupaten/kota masing-masing,” kata Iqbal. Pihaknya mengimbau bakal palson mencari strategi yang elegan dan tidak mengorbankan masyarakat.
”Hati-hati, kalau bakal paslon melanggar protokol kesehatan. Ada sanksi yang menunggu, seperti sanksi administrasi dan pidana. Kami tidak akan segan-segan demi menyelamatkan masyarakat kalau misalnya pelanggaran terjadi,” kata Iqbal.
Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalillah menambahkan, para bakal paslon maju karena ingin mengabdikan diri untuk masyarakat di kabupaten kota tempatnya mencalonkan diri. ”Mereka maju karena kasih sayang ke masyarakat di sana. Karena momen pilkada ini bersamaan dengan pandemi, kasih sayang itu ditunjukkan dengan menjaga keselamatan, keamanan, masyarakat dan tidak ada klaster pilkada,” tutur Rohmi.
Seperti halnya Kapolda, Rohmi juga mengajak bakal paslon untuk menjual visi dan misi dengan cara yang tepat saat pandemi. ”Kemenangan bukan seberapa banyak orang berkerumun, melainkan banyak yang mencoblos anda di bilik suara. Ini saatnya gunakan teknologi,” kata Rohmi.
Suhardi menambahkan, setelah ada penundaan, negara akhirnya sepakat pilkada tetap dilanjutkan dengan Protokol Covid-19. Oleh karena itu, semua pihak, kata Suhardi, mulai dari penyelenggara, seperti KPU, Bawaslu, pemerintah daerah, aparat keamanan, paslon dan pendukung, harus menjaga komitmen itu.
Kemenangan bukan seberapa banyak orang berkerumun, melainkan banyak yang mencoblos anda di bilik suara.
Apalagi menurut Suhardi, setelah pendaftaran bakal pasangan calon, tahap berikutnya rawan pengumpulan masa. Tahap itu adalah penetapan pasangan calon pada 23 September 2020, pengambilan nomor urut pada 24 September 2020, dan kampanye mulai 26 September 2020 hingga tiga hari menjelang pilkada pada 9 Desember 2020.
”Oleh karena itu, kami mengimbau agar bapaslon memperhatikan itu agar tidak banyak kerumunan dan mematuhi protokol kesehatan. Mari kita berikhtiar berbasis protokol kesehatan,” kata Ketua KPU NTB itu.
Secara teknis, kata Suhardi, peraturan sudah disiapkan. Tinggal dilaksanakan. Misalnya pembatasan peserta pertemuan terbatas di lokasi tertentu atau di luar ruangan maksimal 50 orang. Atau rapat umum yang hanya boleh diikuti maksimal 100 orang.
”Terkait peraturan itu, teman-teman Bawaslu akan mengawasi secara ketat,” kata Suhardi.
Muhammad Khuwailid berharap NTB bisa membuktikan komitmen melaksanakan pilkada serentak dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. ”Jika tidak, ada sanksi administratif, pidana, dan sekarang ada yang mengusulkan, kalau protokol kesehatan dilanggar, sanksinya hingga didiskualifikasi,” tutur Khuwailid.
Capai 3.000 lebih
Hingga Kamis (17/9/2020), total pasien positif Covid-19 di NTB mencapai 3.006 orang sejak kasus pertama terkonfirmasi pada 24 Maret 2020. Dari jumlah itu, sebanyak 2.388 orang sembuh, 177 orang meninggal, dan 441 orang masih positif.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB Nurhandini Eka Dewi mengatakan, saat ini, secara zonasi, hampir semua kabupaten kota di NTB berwarna oranye (risiko sedang). Kecuali Lombok Tengah dan Dompu yang berwarna kuning (risiko rendah).
”Ada penurunan dibandingkan dengan beberapa minggu lalu yang masih ada daerah dengan risiko tinggi atau zona merah. Itu patut kita syukuri,” kata Eka. Meski demikian, Eka perubahan warna itu tidak semata-mata berlangsung cepat. Tidak semata-mata karena ada atau tidaknya pasien.
”Ada yang protes, pasien tidak ada, tetapi kenapa belum warna hijau. Harus diingat, ada 14 indikator untuk menghitung dan menentukan warna zona itu. Sepuluh indikator epidemiologi, dua indikator surveilan masyarakat, dan dua indikator pelayanan kesehatan,” tutur Eka.
Upaya untuk mengendalikan penularan Covid-19 terus dilakukan. Selain penelusuran riwayat kontak pasien positif hingga ke tingkat dusun, Pemerintah Provinsi NTB juga mulai memberlakukan Peraturan Daerah Provinsi NTB Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran Penyakit Menular.
Perda itu salah satunya mengatur tentang sanksi denda dan sanksi sosial bagi masyarakat dan aparatur sipil negara yang tidak mengenakan masker. Penegakan perda dilakukan dengan operasi yustisi di seluruh kabupaten kota.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi NTB Tri Budi Prayitno mengatakan, denda bukan menjadi tujuan Pemerintah Provinsi NTB, melainkan digunakan untuk mendorong masyarakat agar disiplin menerapkan protokol kesehatan, seperti mengenakan masker, sehingga penularan Covid-19 bisa dikendalikan.