Angka Kematian dan Kesembuhan Jadi Catatan Pusat untuk Jawa Tengah
Tingkat kematian Covid-19 di Jawa Tengah mencapai 9,2 persen atau tertinggi di antara lima provinsi dengan kasus Covid-19 terbanyak di Indonesia. Adapun tingkat kesembuhan 75,1 persen. Ini jadi perhatian Kemenkes.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Angka kematian tinggi dan tingkat kesembuhan yang belum optimal di Provinsi Jawa Tengah menjadi catatan Kementerian Kesehatan. Koordinasi terus dilakukan, termasuk soal bantuan penyediaan reagen untuk tes massal.
Menurut laman informasi Covid-19 Pemerintah Provinsi Jateng yang dimutakhirkan Kamis (17/9/2020) pukul 12.00, terdapat 18.921 kasus positif kumulatif dengan rincian 2.971 dirawat, 14.212 sembuh, dan 1.738 meninggal. Selama 24 jam terakhir, terdapat tambahan 326 kasus.
Merujuk data itu, tingkat kematian (CFR) Covid-19 di Jateng mencapai 9,2 persen atau tertinggi di antara lima provinsi dengan kasus terbanyak. Adapun tingkat kesembuhan 75,1 persen.
Pada Kamis di Kota Semarang, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo berdiskusi dengan Kementerian Kesehatan terkait penanganan Covid-19 di provinsi itu. Jateng adalah satu dari sembilan provinsi yang dipantau pemerintah pusat karena tingginya kasus Covid-19.
”Intinya diminta menurunkan penularan, penurunan angka kematian, dan meningkatkan angka kesembuhan. Kemudian ditanya masalah apa yang perlu dibantu. Klasik sebenarnya, sama (dengan daerah lain), soal reagen. Akan dibantu,” kata Ganjar.
Intinya diminta menurunkan penularan, penurunan angka kematian, dan meningkatkan angka kesembuhan. (Ganjar Pranowo)
Dengan peningkatan kapasitas tes, diharapkan deteksi dini dapat dilakukan sehingga penularan dapat dicegah. Hingga Senin (7/9/2020), tes sudah dilakukan pada 215.173 spesimen di Jateng. Jumlah pemeriksaan reaksi rantai polimerase (PCR) berkisar 3.000-4.000 per hari.
Penegakan hukum dan sinkronisasi data juga menjadi perhatian Kemenkes. ”Penegakan hukum sudah jalan. Berikutnya, mereka (tim Kemenkes) akan berkeliling untuk mengecek, juga terkait gagasan kami untuk menyamakan data. Butuh sinkronisasi,” kata Ganjar.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Abdul Hakam mengemukakan, sejauh ini ada 40 kluster penularan Covid-19 di daerah itu. Beberapa di antaranya kluster pasar, perusahaan, perkantoran, dan tenaga kesehatan. Oleh karena itu, pihaknya pun menggelar tes menyasar orang-orang di daerah atau tempat umum dengan kesadaran protokol kesehatan rendah.
Tracking dan tracing kontak erat pasien Covid-19 juga terus digencarkan, terlebih tingkat kematian di Kota Semarang masih sekitar 9 persen. ”Kami kejar terus (kontak erat), sebab tidak mudah untuk mencari indeks kasus (pada pasien Covid-19),” ujar Hakam.
Belum optimal
Secara terpisah, Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Jateng Taufik Kurrachman menyebutkan, penerapan protokol kesehatan oleh warga Kota Semarang dan Jateng pada umumnya belum optimal. Masih banyak warga yang tak menjaga jarak, seperti di tempat-tempat makan.
Oleh karena itu, perlu ada penguatan edukasi di tengah warga dengan melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk menyosialisasikan protokol kesehatan. ”Sebab, omongan mereka akan didengar. Selain itu, pemberdayaan masyarakat juga sangat penting agar sama-sama patuh dalam menerapkannya,” kata Taufik.
Menurut dia, salah satu kendala penerapan protokol kesehatan adalah budaya persaudaraan di antara masyarakat Indonesia yang masih kuat. Kerap kali protokol kesehatan seperti jaga jarak tak diterapkan oleh mereka yang sebenarnya bukan keluarga dekat. Padahal, ada potensi penularan Covid-19 di antara mereka.