Menkumham: Asimilasi dan Integrasi Diapresiasi oleh Warga Binaan
Program asimilasi dan integrasi diapresiasi oleh warga binaan lembaga pemasyarakatan karena dari program ini, sebanyak 42.000 orang lebih warga binaan dikeluarkan dalam rangka mengatasi pandemi Covid-19.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Dari 42.000 orang lebih warga binaan yang dikeluarkan dalam rangka mengatasi pandemi Covid-19, hanya sekitar 5 persen yang mengulangi lagi perbuatannya. Hal ini menunjukkan bahwa program asimilasi dan integrasi diapresiasi oleh para warga binaan.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengatakan hal itu saat meresmikan Sarana Asimilasi dan Edukasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas-1 Malang (SAE L’Sima) di Desa Maguan, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (16/9/2020).
Hadir pada kesempatan ini, antara lain, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Inspektur Jenderal Reinhard Silitonga, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Timur Krismono, dan Bupati Malang M Sanusi.
Bahkan, dimunculkan hoaks setiap saat ada pelanggaran pidana seolah dilakukan oleh warga binaan yang keluar dengan kebijakan asimilasi terintegrasi.
”Kami mengeluarkan 42.000 lebih warga binaan. Awalnya banyak kritik, seolah mengeluarkan narapidana akan membuat ancaman besar bagi Indonesia. Kejahatan akan timbul di mana-mana. Bahkan, dimunculkan hoaks setiap saat ada pelanggaran pidana seolah dilakukan oleh warga binaan yang keluar dengan kebijakan asimilasi terintegrasi,” ujarnya.
Menurut Yasonna, angka 5 persen warga binaan yang mengulangi perbuatannya masih di bawah angka rate of residivisme kondisi normal. Bahkan, di beberapa negara angkanya lebih tinggi, mencapai 9 persen. Mereka yang mengulangi perbuatan pidana program asimilasi dan integrasi mendapat tindakan keras dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Sumbangsih warga binaan
Pada kesempatan ini, Yasonna juga menyebut sederet sumbangsih warga binaan dalam penanganan Covid-19, antara lain ikut memproduksi masker dan hand sanitizer, hingga menyebarkan masker kepada masyarakat. Kemenkumham juga telah bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk melatih ribuan warga binaan dengan keterampilan pertukangan dan konstruksi.
L’Sima merupakan sarana untuk mendidik warga binaan sebelum mereka keluar dan kembali ke tengah masyarakat. ”Ini merupakan proses pemandirian sehingga setelah kembali mereka bisa bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya, keluarga, dan negara. Bahwa mereka pernah tersesat, melakukan pelanggaran hukum, mereka sudah membayar itu,” katanya.
Ahmad Basarah mengatakan, undang-undang memerintahkan Kemenkumham—melalui Dirjen Pemasyarakatan—merehabilitasi para narapidana yang telah melalui putusan hukum yang bersifat final. Oleh karena itu, melalui konsep pembinaan, Kemenkumham telah menjadikan warga binaan siap kembali ke masyarakat.
Di bandingkan dengan sarana asimilasi di tempat lain, kondisi L’Sima memang unik. Berdiri di lahan seluas 22 hektar dengan latar belakang Gunung Kawi, tempat ini nantinya bisa menjadi lokasi wisata edukasi dan olahraga. Di area L’Sima terdapat lahan untuk bertani hortikultura, peternakan, dan trek sepeda down hill.
M Sanusi mengatakan, pemanfaatan L’Sima sebagai tempat wisata diharapkan punya efek samping meningkatkan ekonomi masyarakat setempat. Selain itu, L’Sima juga diharapkan bisa menjadi embrio lapas di Kabupaten Malang karena selama ini lapas hanya ada di Kota Malang.
”Dengan jumlah penduduk sekitar 3 juta jiwa, sebanyak 800 warga Kabupaten Malang saat ini ada di sana. Lapasnya masih nitip di Kota Malang. Ke depan, harapannya Kabupaten Malang punya lapas sendiri,” ujar Sanusi yang berencana membantu memerlebar akses jalan menuju L’Sima dan memasang lampu penerangan jalan.