Banyak Warga Masih Mengeyel, Penegakan Hukum di Jateng Diperkuat
Seluruh satpol PP se-Jawa Tengah diminta meningkatkan intensitas penegakan hukum terutama pada warga yang mengeyel dan titik-titik kerumunan. Seperti pada lomba balap lari liar di Kota Semarang.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Masih banyaknya warga yang enggan menerapkan protokol kesehatan, bahkan cenderung mengeyel, menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Patroli penegakan hukum diperkuat agar didapatkan efek jera.
Menurut data pada laman informasi Covid-19 Pemprov Jateng yang dimutakhirkan Senin (14/9/2020) pukul 12.00, terdapat 18.136 kasus positif kumulatif dengan rincian 2.831 dirawat, 13.638 sembuh, dan 1.677 meninggal. Dari catatan, ada penambahan sekitar 1.600 kasus dalam sepekan terakhir.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo di Semarang, Senin, mengatakan telah mengundang seluruh perwakilan satpol PP se-Jateng dalam rapat untuk meningkatkan intensitas penegakan hukum. Selain itu, masker perlu disiapkan untuk diberikan kepada warga yang tak membawa.
Ia juga meminta Satpol PP membuat jadwal penanganan dan memantau momentum acara yang berpotensi mengundang kerumunan hingga akhir tahun. ”Kegiatan masyarakat meningkat, contohnya balap lari (liar) di Semarang, yang ternyata menjadi tren nasional,” katanya.
Sebelumnya, pada Jumat (11/9/2020) malam, ratusan anak muda berkerumun di Jalan Pahlawan, Kota Semarang, untuk menyaksikan balap lari liar tanpa alas kaki. Video kegiatan itu lalu viral di media sosial. Mereka tampak tidak mengindahkan protokol kesehatan.
Ratusan anak muda berkerumun di Jalan Pahlawan Kota Semarang untuk menyaksikan balap lari liar tanpa alas kaki. Video kegiatan itu lalu viral di media sosial. Mereka tampak tidak mengindahkan protokol kesehatan.
Hal-hal seperti itu, kata Ganjar, harus dicegah. ”Maka, patroli penting. Selain itu, juga di warung-warung makan agar jaraknya diatur. Pada industri pariwisata dan pendidikan juga. Kami evaluasi. Di samping itu, kapasitas tes terus kami tingkatkan,” katanya.
Kepala Satpol PP Kota Semarang, Fajar Purwoto, menuturkan, sebagian warga, terutama anak muda, masih mengeyel, dan seakan sengaja melanggar protokol kesehatan agar viral. Di sisi lain, sanksi pada Peraturan Wali Kota Nomor 57 Tahun 2020 dinilainya masih ringan.
Berdasarkan Perwal No 57 2020, sanksi yang bisa diterapkan mulai dari penyitaan KTP dan sanksi sosial menyapu jalan dengan jarak 20-100 meter meski realitasnya hanya 50 meter dan push-up. Adapun sanksi berupa denda, sejauh ini tidak diterapkan.
”Agar jera, yang melanggar kami minta push-up lebih dari 30 kali. Pelanggar paling banyak memang anak-anak muda, sehingga kami optimalkan sanksi sosialnya. Kalau yang tua cukup 5-10 kali. Kalau ada lagi (kerumunan), saya pastikan langsung dibubarkan. Kami patroli bersama TNI, Polri, dan juga dinas kesehatan,” katanya.
Sanksi yang bisa diterapkan mulai dari penyitaan KTP dan sanksi sosial menyapu jalan dengan jarak 20-100 meter meski realitasnya hanya 50 meter dan push-up.
Injak rem
Selain itu, Ganjar memaparkan, ada sembilan daerah di Jateng yang perlu mendapat perhatian khusus dalam penanganan Covid-19. Sembilan daerah itu adalah Kabupaten Pati, Rembang, Boyolali, Sragen, Kudus, Wonosobo, Pemalang, Tegal, dan Kota Semarang.
”Saya minta bupati/wali kota untuk memerhatikan ini. Agar remnya tolong dikendalikan. Event-event dibuat virtual saja. Kalau pun harus ada (digelar acara), jumlahnya sedikit dan protokol kesehatannya harus ketat.”
Kepala Dinas Kesehatan Jateng Yulianto Prabowo menuturkan, tempat-tempat yang berpotensi memicu kerumunan, seperti rumah makan, pasar, dan mal, menjadi perhatian. Terlebih, baru-baru ini ada rumah makan di Kota Semarang yang menjadi kluster penularan Covid-19.
”Sebenarnya lebih banyak pada penerapan protokol kesehatan. Harus jaga jarak, minimal 1,5 meter. Kami sendiri berupaya dengan melakukan screening (penapisan) di tempat-tempat seperti itu,” kata Yulianto.