Status Empat Cagar Budaya di Palembang Bakal Diperbarui
Empat cagar budaya di Palembang akan diperbaharui statusnya. Keempatnya adalah Benteng Kuto Besak, Masjid Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo Palembang, Situs Pemakaman Ki Gede Ing Suro, dan Makam Sabokingking.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS—Empat bangunan situs cagar budaya di Palembang akan diperbaharui statusnya. Keempatnya adalah Benteng Kuto Besak, Masjid Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo Palembang, Situs Pemakaman Ki Gede Ing Suro, dan Makam Sabokingking. Langkah ini dilakukan agar pemeliharaan dan pelestarian bangunan-bangunan itu bisa lebih optimal.
Hal ini disampaikan Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Palembang, Retno Purwanti, setelah dilantik Walikota bersama keenam pengurus lainnya, Kamis (10/9/2020). Dia menyampaikan, keempat cagar budaya tersebut merupakan produk Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 5 tahun 1992. Saat itu, semua cagar budaya di segala tingkatan ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Namun, sejak Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 11 tahun 2010 disahkan, status keempat cagar budaya ini perlu diperbarui. “Sekarang, status cagar budaya itu ditetapkan oleh pemerintah daerah seturut dengan tingkatannya, baik kota atau provinsi. Dengan penetapan itu, pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk memastikan cagar budaya tersebut tetap lestari,” jelas Retno yang juga merupakan Peneliti dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan.
Rencana ini bisa langsung dilaksanakan jika ada usulan dari Dinas Kebudayaan Pemerintah Kota Palembang. Sebenarnya pembaruan status ini tidak sulit karena data ilmiah dan kajiannya terkait empat bangunan dan situs cagar budaya ini, sudah ada. Keempat obyek cagar budaya ini memiliki nilai yang cukup kuat. Keempatnya dibangun pada masa Kerajaan Palembang hingga masa kolonial.
Untuk menetapkan sebuah benda atau bangunan menjadi cagar budaya, obyek tersebut harus memiliki signifikansi dan nilai penting baik dari aspek sejarah, budaya, ilmu pengetahuan, dan aspek penting lainnya. Tugas TACB Kota Palembang adalah untuk memverifikasi dan menyidangkannya obyek tersebut untuk kemudian memberikan rekomendasi kepada Wali Kota Palembang apakah bisa ditetapkan sebagai cagar budaya atau tidak. “Nantinya, Wali Kota Palembang lah yang menetapkan,” kata Retno menjelaskan.
Apalagi, saat ini keanggotaan TACB Kota Palembang sudah lengkap alias telah korum karena di dalam tim ada tujuh orang yang telah tersertifikasi sebagai tim ahli. Tahun 2015 lalu, sebenarnya sudah terbentuk TACB Kota Palembang, hanya saja belum korum karena dari lima anggota hanya tiga orang yang tersertifikasi. Padahal untuk bisa korum butuh lima anggota TACB yang tersertifikasi.
Di dalam tim ada tujuh orang yang telah tersertifikasi sebagai tim ahli.
Sebenarnya, ujar Retno, ada satu bangunan yang ditetapkan sejak diterbitkannya UU Cagar Budaya Nomor 11 tahun 2010 yakni Pasar Cinde. Pasar yang menjadi simbol modernisasi Kota Palembang itu, ditetapkan sebagai cagar budaya pada 31 Maret 2017 berdasarkan Surat Keputusan Walikota Palembang Nomor 179a/KTPS/DISBUD/2017. “Namun yang memberikan rekomendasi kepada Wali Kota Palembang saat itu adalah TACB Provinsi Sumsel yang sudah lebih dulu korum,” ucapnya.
Namun, status cagar budaya itu tidak bisa melindungi bangunan Pasar Cinde dari kehancuran. Kini, sebagian besar bangunan Pasar tradisional itu telah hancur dengan hanya menyisakan fasad depan karena akan dibangun pusat perbelajaan modern.
Menurut Retno, sebagai kota tertua di Indonesia, sudah selayaknya Palembang memiliki banyak cagar budaya. Karena itu, dibutuhkan komitmen dari semua pihak untuk melestarikan peninggalan berharga itu.
Potensi pariwisata
Kepala Bidang Cagar Budaya dan Permuseuman Dinas Kebudayaan Kota Palembang Rudi Indawan menuturkan, sedikitnya ada 463 obyek diduga cagar budaya yang telah masuk dalam sistem registrasi nasional (regnas). Sebagian besar obyek tersebut adalah rumah tua yang sudah dibangun sejak zaman Kesultanan Palembang Darussalam hingga masa kolonial.
“Dengan ditetapkannya sebuah peninggalan sebagai cagar budaya, maka diharapkan keberadaannya akan tetap lestari dan bentuk aslinya tidak banyak berubah,” ucap Rudi.
Rudi mengatakan, dengan terbentuknya TACB, obyek yang diduga cagar budaya itu secara bertahap akan diusulkan untuk menjadi cagar budaya. Namun, proses pembaruan keempat cagar budaya tersebut akan diprioritaskan.
Saat ini, lanjut Rudi, pemerintah sedang merancang Peraturan Daerah Cagar Budaya. “Draf sudah selesai dan telah diajukan, semoga bisa dapat disahkan segera,” ucap Rudi. Ini adalah tindak lanjut dari UU Nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya.
Rudi menuturkan, dengan banyaknya cagar budaya, maka pelestarian benda dan bangunan bersejarah akan semakin optimal. Hal ini tentu akan menjadi daya tarik tersendiri terutama di sektor pariwisata.
Wali Kota Palembang Harnojoyo berharap pelestarian peninggalan sejarah tidak boleh berhenti hanya pada barang saja, tetapi juga bentang alam. Palembang memiliki banyak aliran sungai dengan induknya adalah Sungai Musi.
Dulu sebelum kemerdekaan Indonesia, Palembang memiliki 371 anak sungai, namun saat ini jumlahnya tinggal 104. Padahal dulu, Palembang dijuluki Venesia dari timur karena masyarakat menjadikan Sungai Musi sebagai urat nadi aktivitas mereka. “Saya berharap, dengan adanya komitmen dari semua pihak, kita bisa mengembalikan lagi julukan tersebut,” ujar Harnojoyo.