Pemulihan Kesehatan dan Ekonomi Harus Berjalan Beriringan di Tengah Pandemi
Ekonomi dan kesehatan adalah dua hal yang tidak bisa terpisakan dalam pandemi Covid-19. Selain sektor kesehatan menjadi fokus utama, dorongan konsumsi masyarakat menjadi perhatian penting agar ekonomi tidak terpuruk.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Strategi pemulihan ekonomi Indonesia di masa Covid-19 disusun di tengah ketidakpastian akhir dari pandemi. Di samping sektor kesehatan yang menjadi fokus utama, dorongan konsumsi masyarakat menjadi perhatian penting agar laju perekonomian tidak semakin terpuruk.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Penerimaan Mahasiswa Baru Institut Teknologi Bandung, Kamis (10/9/2020), menyatakan, sektor ekonomi dan kesehatan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam pandemi Covid-19. Pemerintah menjadikan kesehatan sebagai fokus utama, tetapi daya beli masyarakat yang lemah berdampak kepada lambatnya laju perekonomian.
”Penanganan Covid-19 menjadi faktor menentukan apakah perekonomian dapat pulih kembali,” ujarnya dalam konferensi video untuk para mahasiswa baru ITB di Bandung.
Sri berujar, pemerintah telah menggelontorkan dana lebih dari Rp 87 triliun untuk pemenuhan kebutuhan pokok, seperti alat pelindung diri, masker, dan pemenuhan kapasitas fasilitas kesehatan rumah sakit. Di samping itu, diberikan juga tunjangan tenaga kesehatan dan garda terdepan penanganan Covid-19.
Dalam penanganan Covid-19, papar Sri, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menjadi cara untuk membatasi persebaran pandemi. Namun, kondisi tersebut berdampak pada turunnya aktivitas produksi, kasus karyawan yang dirumahkan, dan turunnya daya beli masyarakat.
Hal tersebut berpengaruh kepada roda perekonomian. Bahkan, ujar Sri, pertumbuhan ekonomi nasional minus 5,3 persen pada kuartal II-2020. ”PSBB saat Maret-April-Mei memberikan dampak langsung sangat signifikan. Aktivitas ekonomi, baik dari sisi permintaan maupun keuangan, menurun tajam,” ujarnya.
Sri menuturkan, pemerintah meningkatkan dukungan kepada sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama golongan di bawah garis kemiskinan, yang mencapai 20 persen dari kurang lebih 250 juta total penduduk Indonesia. Selain itu, bantuan juga mengarah kepada kelas menengah, berkisar 43-60 persen dari total jumlah penduduk.
Strategi pemulihan ekonomi yang disusun ini diarahkan untuk mendorong daya konsumsi masyarakat dalam bentuk bantuan sosial. Berbagai paket bantuan sosial ini diharapkan bisa membangkitkan kembali daya beli masyarakat. Kementerian Keuangan mencatat, bantuan untuk menyokong perekonomian lewat bantuan sosial di saat pandemi mencapai Rp 203,9 triliun.
”Bantuan keluarga harapan, bantuan sosial, dan akses listrik, semuanya mendukung pemulihan pendapatan dan permintaan. Di samping itu, kami meningkatkan dukungan kepada UMKM dari sisi relaksasi suku bunga dan bantuan modal kerja,” ujarnya.
Peran perguruan tinggi
Tidak hanya dari segi pemenuhan kebutuhan di sektor kesehatan dan ekonomi, Sri mengharapkan akademisi dan peneliti mampu menjawab tantangan bagi Indonesia di tengah pandemi. Produk dan inovasi dari perguruan tinggi serta lembaga riset diharapkan mampu menciptakan Indonesia yang kian kuat.
”Dalam menangani Covid-19, kami terus meningkatkan kapasitas teknologi inovasi dalam strategi pemulihan ekonomi nasional. Insentif perpajakan dan belanja negara diberikan dalam pembiayaan beasiswa dan membangun sumber daya manusia serta teknologi di perguruan tinggi,” ujarnya.
Rektor ITB Reini Wirahadikusumah dalam sambutannya menuturkan, seluruh pihak perlu optimistis melihat masa depan, termasuk pandemi yang muncul sebagai bentuk bencana bagi manusia. Beberapa inovasi dari peneliti dan akademisi ITB memberikan kontribusi dalam penanganan Covid-19, salah satunya ventilator Vent-I.
”Sejarah membuktikan, kehadiran bencana dan permasalahan kehidupan yang lainnya menjadi faktor penting yang memicu perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, serta ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan,” ujarnya.