Penyebaran Covid-19 di lingkungan keluarga yang sudah mulai muncul di Kalimantan Timur perlu diwaspadai. Mekanisme penempatan tempat isolasi juga harus dievaluasi.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Penyebaran Covid-19 di lingkungan keluarga yang mulai muncul di Kalimantan Timur harus diwaspadai. Kedisiplinan warga menerapkan protokol kesehatan dan penempatan orang tanpa gejala saat isolasi mandiri ikut menentukannya.
Kepala Dinas Kesehatan Kaltim Padilah Mante Runa mengatakan, ada 100 kluster keluarga di Kaltim. Kluster keluarga terbanyak terdapat di Samarinda, dengan 55 kluster, diikuti Kota Bontang (24), dan Balikpapan (21).
”Kepatuhan masyarakat menaati protokol kesehatan perlu ditingkatkan untuk menekan kluster keluarga baru. Perlu juga dipastikan kelayakan rumah bagi pasien untuk menjalankan isolasi mandiri,” ujar Padilah ketika dihubungi, Kamis (10/9/2020).
Padilah mengatakan, tidak semua pasien terkonfirmasi Covid-19 yang tanpa gejala bisa dikarantina mandiri di rumah. Sebab, ada rumah-rumah warga yang padat penghuni sehingga tidak memungkinkan jika pasien harus isolasi mandiri di rumah.
Berdasarkan rapat koordinasi penanganan Covid-19 Pemprov Kaltim pada Senin (7/9/2020), Padilah menemukan kelemahan dalam menyurvei rumah pasien tanpa gejala. Di Samarinda, pihak kecamatan dilibatkan dalam pelacakan kontak erat. Namun, puskesmas belum dilibatkan di beberapa tempat. Padahal, petugas puskesmas bisa menentukan di mana pasien Covid-19 tanpa gejala bisa melakukan isolasi mandiri.
”Perlu dilihat, apakah rumah si pasien layak untuk isolasi mandiri. Jika rumahnya dihuni banyak orang, pasien itu perlu dikarantina di tempat yang sudah disediakan pemerintah,” kata Padilah.
Padilah mengatakan, jika karantina mandiri tidak dipetakan dan dijalankan dengan baik, kluster keluarga akan meluas dan membentuk kluster-kluster baru. Hal ini ditakutkan akan menambah jumlah pasien dengan gejala sedang hingga berat yang butuh perawatan di rumah sakit.
Jika itu terjadi, rumah sakit dikhawatirkan kerepotan menampung pasien. Di Balikpapan, misalnya, dari 306 tempat tidur untuk pasien Covid-19 di rumah sakit, saat ini sudah terisi 268 unit. Artinya, tempat tidur untuk menampung pasien Covid-19 dengan gejala sedang hingga berat hanya tersisa 38 tempat tidur.
Pembatasan kegiatan
Total kasus positif Covid-19 di Kaltim 5.446. Rinciannya, 1.971 pasien dirawat, 3.245 sembuh, dan 230 meninggal dunia. Angka itu jauh meningkat sejak Juli.
Hal tersebut membuat angka incidence rate (rata-rata jumlah kasus baru) Kaltim saat ini 146. Artinya, 146 orang dari 100.000 penduduk Kaltim sudah terjangkit Covid-19. Angka itu meningkat dibandingkan Agustus 2020, sebesar 85.
Untuk menekan penambahan kasus dan mengurangi mobilitas warga, Pemkot Samarinda dan Pemkot Balikpapan sudah membatasi kegiatan warga. Tempat usaha, seperti kafe, restoran, dan mal, dibatasi waktu operasionalnya hingga pukul 21.00 Wita hingga 22.00 Wita saja. Sanksi administratif disiapkan bagi yang melanggar.
”Pendisiplinan warga akan terus dilakukan sambil mempercepat pelacakan kasus di Balikpapan,” kata Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi.
Sebelumnya, pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman, Ike Anggraeni, mengatakan, pelacakan kasus yang cepat adalah kunci untuk memutus rantai penularan. Semakin cepat pelacakan, semakin cepat orang yang terjangkit Covid-19 diisolasi.
”Protokol berasumsi bahwa pelacakan kontak sudah memadai jika paling tidak 80 persen kontak dari kasus sudah dapat diidentifikasi dan dikarantina setidaknya dalam waktu 72 jam setelah kasus ditangani,” ujar Ike.
Selain itu, tes sebanyak-banyaknya warga juga penting dilakukan untuk mengetahui sebaran kasus yang sebenarnya di masyarakat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan untuk melakukan tes 1 orang per 1.000 penduduk per pekan untuk mengetahui skala penularan sesungguhnya di masyarakat.
Dengan jumlah penduduk 3,7 juta jiwa, Kaltim seharusnya melakukan tes usap bagi 3.700 orang per pekan. Saat ini, rata-rata kaltim baru melakukan tes 1.200 spesimen per pekan.