Peningkatan Kasus Covid-19 di Kaltim Lebih Cepat dari Pelacakan Kasus
Penularan Covid-19 di Kalimantan Timur masih tinggi dan belum menunjukkan penurunan dalam sebulan terakhir. Pencegahan di masyarakat dan pelacakan kasus masih perlu ditingkatkan.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Penularan Covid-19 di Kalimantan Timur masih tinggi dan belum menunjukkan tren penurunan dalam sebulan terakhir. Jika tidak dikendalikan secara masif, pelacakan kasus akan selalu kalah cepat dengan laju peningkatannya.
Dalam rapat koordinasi penanganan Covid-19 secara daring, Senin (7/9/2020), Dinas Kesehatan Kaltim mengumumkan ada sekitar 500 kluster Covid-19. Beberapa di antaranya merupakan kluster keluarga. Kluster itu berpotensi meluas dan membentuk kluster-kluster baru, seperti perkantoran, jika anggota keluarga ada yang bekerja di kantor.
”Begitu menjamurnya penularan di wilayah kita sehingga kecepatan pelacakan selalu terlambat dibandingkan peningkatan kasus,” kata juru bicara Gugus Tugas Covid-19 Kaltim, Andi M Ishak.
Hal itu membuat angka incidence rate (rata-rata jumlah kasus baru) Kaltim saat ini 137. Artinya, 137 orang dari 100.000 penduduk Kaltim sudah terjangkit Covid-19. Angka itu meningkat dibandingkan 25 Agustus 2020, sebesar 85. Kasus dengan gejala sedang hingga berat juga tinggi, yakni 38 persen dari total kasus. Angka itu lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional, 24 persen.
Kepala Dinas Kesehatan Kaltim Padilah Mante mengatakan, peningkatan kasus itu membuat Kaltim yang sebelumnya berada di posisi ke-14 nasional menjadi urutan kesembilan nasional, dilihat dari jumlah kasus aktif. Hingga Senin (7/9/2020), total kasus Covid-19 di Kaltim sebanyak 5.181 kasus, 2.001 pasien di antaranya dirawat, 2.963 pasien sembuh, dan 217 orang meninggal.
”Dalam empat minggu terakhir, kasus menunjukkan peningkatan dan belum terlihat penurunan. Kasus terkonfirmasi terbanyak ada di Balikpapan, Samarinda, Kutai Kartanegara, dan Bontang,” ujar Padilah.
Padilah menambahkan, ada beberapa pemicu penularan Covid-19 di Kaltim, seperti pencegahan yang belum berjalan baik dan pelacakan kontak erat yang belum optimal. Selain itu, dipicu belum terpetakannya kapasitas tempat karantina dan fasilitas kesehatan yang belum berjalan maksimal.
Ia menemukan beberapa kasus di Samarinda yang belum mengoptimalkan pelibatan puskesmas dalam melacak kontak erat. Di Samarinda, pihak kecamatan dilibatkan dalam pelacakan kontak erat. Namun, puskesmas perlu dilibatkan lebih untuk bisa menentukan di mana pasien tanpa gejala bisa melakukan isolasi mandiri.
”Perlu dilihat juga apakah rumah si pasien layak untuk isolasi mandiri. Jika rumahnya dihuni banyak orang, pasien itu perlu dikarantina di tempat yang sudah disediakan pemerintah,” kata Padilah.
Ia menilai, hal itu sangat berpengaruh mengurangi potensi munculnya kluster baru keluarga. Jika pasien tanpa gejala tidak melakukan isolasi mandiri dengan baik, dikhawatirkan akan menularkan Covid-19 ke anggota keluarga lain dan orang-orang yang berkontak dengan mereka.
Pembatasan kegiatan
Saat ini, Kaltim sudah menambah kapasitas alat polymerase chain reaction (PCR) dengan kemampuan uji 1.200 spesimen per hari. Namun, penularan kasus masih terjadi di masyarakat seiring pelonggaran kegiatan. Kota Balikpapan yang mencatatkan kasus terbanyak di Kaltim mulai hari Senin ini mulai kembali membatasi kegiatan masyarakat.
Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi mengeluarkan Surat Edaran Nomor 100/438/Pem tentang Pemberlakuan Jam Malam. Dalam surat itu, kegiatan tempat usaha yang berpotensi mengumpulkan banyak orang, seperti kafe, mal, dan restoran, hanya diperbolehkan beroperasi hingga pukul 22.00.
Hal itu dilakukan berdasarkan evaluasi penerapan protokol kesehatan di masyarakat. Dari razia yang dilakukan satuan polisi pamong praja (satpol PP), masih ditemukan kerumunan warga di restoran dan kafe pada malam hari. Pelanggaran razia masker juga menunjukkan pelanggaran terbanyak terdapat di wilayah yang memiliki kasus Covid-19 tinggi.
Oleh karena itu, Rizal mengatakan, tim gabungan satpol PP, TNI, dan Polri akan berkeliling melakukan penertiban. Bagi tempat usaha yang melanggar, ada sanksi administratif berupa denda hingga pencabutan izin.
Peningkatan kasus di Balikpapan terdata masih tinggi, terutama kasus dengan gejala sedang hingga berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit. Dari 306 tempat tidur di delapan rumah sakit, hanya tersisa 48 tempat tidur untuk pasien Covid-19.
”Harapannya, kebijakan ini bisa turut mengurangi potensi penularan dan usaha tetap bisa berjalan meski belum optimal,” kata Rizal.