DPRD Nduga menyatakan puluhan ribu warganya masih mengungsi di hutan dan ke sejumlah kabupaten. Hal ini dipicu konflik berkepanjangan antara pihak keamanan dan kelompok kriminal bersenjata di Nduga sejak Desember 2018.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
DOKUMENTASI DPRD NDUGA
Para pengungsi asal Kabupaten Nduga yang mengungsi di hutan.
JAYAPURA, KOMPAS — Sebanyak 40.000 warga Kabupaten Nduga, Papua, hingga saat ini dilaporkan masih mengungsi akibat konflik antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata di bawah pimpinan Egianus Kogoya. Mereka berasal dari 12 distrik di kabupaten tersebut.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nduga Ikabus Gwijangge, saat dihubungi dari Jayapura, Senin (7/9/2020), mengungkapkan, puluhan ribu warganya mengungsi ke hutan. Sebagian bahkan mengungsi ke sejumlah kabupaten yang berdekatan dengan Nduga, seperti Jayawijaya dan Lanny Jaya.
Warga dari 12 distrik atau kecamatan yang meninggalkan Nduga ke Wamena, ibu kota Jayawijaya, karena ketakutan dengan kontak senjata antara TNI dan kelompok Egianus Kogoya pascapenyerangan pekerja PT Istaka Karya pada 2018.
Kelompok Egianus terlibat dalam insiden penembakan 28 pekerja PT Istaka Karya pada 2 Desember 2018 di Bukit Kabo, Distrik Yigi, Nduga. Sebanyak 17 orang meninggal, 7 orang selamat, dan 4 orang belum ditemukan hingga saat ini.
KOMPAS/FABIO MARIA LOPES COSTA
Ketua DPRD Nduga Ikabus Gwijangge (tengah) bersama bersama Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Theo Hesegem (kanan) menyerahkan laporan investigasi konflik Nduga ke Komnas HAM di Kota Jayapura, pada 31 Agustus 2020.
”Para pengungsi berasal dari 12 distrik, seperti Mapenduma, Kageyam, dan Mugi. Kondisi para pengungsi sangat memprihatinkan karena kelaparan dan tidak mendapatkan pelayanan kesehatan,” ujar Ikabus.
Ikabus menuturkan, DPRD Nduga bersama bersama Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua telah menyerahkan laporan investigasi dampak konflik militer di Nduga ke Komisi Nasional Hak Asasi Perwakilan Provinsi Papua di Jayapura pada 31 Agustus 2020.
Ikabus juga menyerahkan surat pernyataan sikap pemkab dan DPRD Nduga kepada Komnas HAM yang berisi 12 poin. Di antaranya adalah meminta Presiden Joko Widodo menghentikan operasi militer di Nduga yang telah berlangsung sejak akhir tahun 2018, meminta satuan militer nonorganik meninggalkan Nduga, dan menuntut Satgas Yonif 330 bertanggung jawab atas penembakan dua warga sipil di Nduga, yakni Elias Karunggu dan anaknya, Selu Karunggu.
Kami ini adalah bagian dari NKRI. Mengapa warga sipil harus menjadi korban dari konflik militer di Nduga?
”Negara harus bertanggung jawab dalam kasus penembakan Elias, Selu, dan Hendrik Lokbere. Kami ini adalah bagian dari NKRI. Mengapa warga sipil harus menjadi korban dari konflik militer di Nduga?” kata Ikabus.
Theo Hesegem, Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua yang juga Ketua Tim Investigasi Nduga, mengungkapkan, sebanyak 263 warga Nduga, termasuk pekerja PT Istaka Karya, meninggal akibat konflik di Nduga.
Theo memaparkan, pihaknya mendata 184 orang meninggal sejak 2 Desember 2018 hingga 2019. Sementara, pada akhir 2019 hingga 2020, terdapat 59 warga yang meninggal.
KOMPAS/FABIO M LOPES COSTA
Tampak anak-anak asal Nduga yang mengungsi di Distrik Walesi, Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Senin (22/7/2019).
”Para korban meninggal karena seperti tertembak senjata api, kelaparan, dan sakit. Warga yang meninggal karena kelaparan ketika mengungsi ke hutan,” kata Theo.
Theo pun berharap Panglima Kodam XVII/Cenderawasih, Kapolda Papua, dan Komnas HAM segera membentuk tim investigasi ke Nduga. ”Konflik Nduga harus segera diselesaikan. Aparat keamanan yang bertugas di Nduga dalam melaksanakan upaya penegakan hukum harus sesuai prosedur dan terukur,” katanya.
Kepala Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Wilayah Papua Frits Ramandey mengatakan, pihaknya akan mempelajari laporan investigasi Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua tentang dampak konflik di Nduga.
”Yayasan ini menjadi mitra kami dalam penyelidikan masalah penembakan warga di Nduga. Kami akan mengirim laporan ke Pemprov Papua, Kodam XVII/Cenderawasih, dan Polda Papua terkait permintaan pembentukan tim investigasi gabungan,” tutur Frits.
Kepala Penerangan Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih Letnan Kolonel (Arm) Reza Nur Patria mengatakan, pihaknya belum mendapatkan informasi tentang permintaan investigasi konflik di Kabupaten Nduga.
”Kami belum mendapatkan informasi dari Pemda Nduga. Pada dasarnya kami siap melaksanakan investigasi apabila sudah ada permintaan dari pemerintah setempat,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III Kolonel (Czi) Gusti Nyoman Suriastawa membantah tuduhan Satgas Yonif 330 menembak mati dua warga sipil pada 18 Juli 2020. Ia menegaskan, Satgas Yonif 330 yang berada di bawah Kogabwilhan III menembak dua anggota kelompok separatis bersenjata yang dipimpin Egianus Kogoya.