Pelanggar Jam Malam dan Protokol Kesehatan di Sidoarjo Naik Dua Kali Lipat
Sanksi sosial menyapu jalan, membersihkan pasar, hingga berdoa tengah malam di tempat pemakaman korban Covid-19 telah diimplementasikan. Namun, alih-alih kesadaran masyarakat membaik, jumlah pelanggar malah naik tajam.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·5 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Beragam sanksi sosial, seperti menyapu jalan, membersihkan pasar, dan teranyar berdoa tengah malam di tempat pemakaman korban Covid-19, telah diimplementasikan. Namun, alih-alih kesadaran masyarakat membaik, jumlah pelanggar protokol kesehatan dan aturan jam malam di Sidoarjo, Jawa Timur, malah naik dua kali lipat.
Dalam operasi pendisiplinan masyarakat yang berlangsung Sabtu malam hingga Minggu (6/9/2020) dini hari, didapati 102 orang yang melanggar protokol kesehatan. Jumlah pelanggar tersebut lebih banyak dibandingkan yang ditemukan saat operasi pendisiplinan Jumat malam, yakni 54 orang.
”Kali ini kegiatan digelar di kawasan sekitar Gelora Delta Sidoarjo yang kerap menjadi pusat aktivitas masyarakat, baik perseorangan maupun komunitas. Di sana juga terdapat banyak warung makan serta tempat untuk nongkrong seperti warung kopi,” ujar Wakil Kepala Polresta Sidoarjo Ajun Komisaris Besar Deny Agung.
Dalam operasi yang melibatkan puluhan aparat dari Polresta Sidoarjo, Kodim 0816 Sidoarjo, Satuan Polisi Pamong Praja Sidoarjo, serta Dinas Perhubungan Sidoarjo itu, pelanggaran terbanyak adalah melanggar jam malam, maksimal kegiatan pukul 22.00. Banyak orang nongkrong dan berkegiatan tidak produktif hingga larut malam.
Kali ini kegiatan digelar di kawasan sekitar Gelora Delta Sidoarjo yang kerap menjadi pusat aktivitas masyarakat, baik perseorangan maupun komunitas, karena banyak warung makan serta warung kopi. (Deny Agung)
Selain tidak bermasker, para pelanggar juga tidak menjaga jarak aman sebagai upaya mencegah sebaran Covid-19. Mereka yang tidak bermasker itu sebagian kecil membawa masker, tetapi tidak dipakai. Ada juga yang dipakai, tetapi tidak sesuai aturan, misalnya masker diletakkan di dagu.
Deny mengatakan, sebanyak 102 pelanggar jam malam dan protokol kesehatan itu diminta mengenakan rompi oranye. Selanjutnya mereka dibawa ke Tempat Pemakaman Umum Delta Praloyo yang belakangan ini menjadi peristirahatan terakhir bagi ratusan korban Covid-19. Mereka mendapat nasihat dari seorang ulama, setelah itu diajak berkirim doa untuk para korban Covid-19.
Tingginya tingkat pelanggaran protokol kesehatan ini memprihatinkan. Masyarakat seperti tidak mengindahkan aturan jam malam yang diterapkan sejak pembatasan sosial berskala besar. Padahal, sosialisasi dan edukasi terus-menerus dilakukan melalui berbagai sarana selama lima bulan belakangan, misalnya sosialisasi melalui Kampung Tangguh di desa-desa.
Tidak beri stigma
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta masyarakat disiplin memakai masker. Dia juga mengajak warga tidak memberikan stigma negatif terhadap orang yang terkonfirmasi positif dan penyintas Covid-19. Stigmatisasi dapat menghambat upaya pelacakan kontak dan penemuan kasus baru.
Pernyataan itu disampaikan Khofifah dalam acara gowes bareng bersama penyintas Covid-19 di Sidoarjo. Acara itu digelar untuk mengampanyekan protokol kesehatan dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mencari informasi yang benar mengenai Covid-19. Warga juga diminta tidak mudah memercayai informasi yang menyesatkan, seperti Covid-19 hanya rekayasa.
”Siapa pun bisa kena Covid-19. Oleh karena itu, patuhi protokol kesehatan untuk melindungi diri dan keluarga. Pakailah masker dengan benar, jaga jarak aman, serta rajin mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun,” kata Khofifah di sela-sela pembagian 2.000 masker gratis.
Kabupaten Sidoarjo merupakan daerah dengan risiko sebaran Covid-19 tertinggi di Jatim. Di Surabaya Raya (Surabaya, Sidoarjo, Gresik), hanya Sidoarjo yang masih bertahan di zona merah peta epidemi. Sementara Surabaya dan Gresik berada di zona oranye. Sidoarjo bersama delapan daerah lain di Jatim berada di zona merah.
Sejak ditemukan kasus konfirmasi Covid-19 pertama di Sidoarjo pertengahan Maret lalu hingga Kamis (3/9/2020), jumlahnya mencapai 5.276 kasus. Jumlah tersebut menempatkan kota satelit Surabaya ini berada di peringkat kedua tertinggi Jawa Timur. Korbannya pun cukup banyak, 340 orang dari berbagai kalangan, ada warga biasa hingga para pejuang di garda depan.
Penambahan kasus baru terus terjadi setiap hari dengan jumlah berfluktuasi. Sebulan belakangan, penambahan kasus baru berada di kisaran 40-180 kasus per hari. Angka itu tergolong tinggi sebab mengalahkan penambahan kasus baru saat kebijakan pembatasan sosial berskala besar diterapkan.
Penambahan kasus
Penambahan kasus baru itu berimplikasi pada angka akumulasi kasus. Sebagai gambaran, dua bulan lalu, akumulasi kasus positif di Sidoarjo hanya 25-35 persen dari akumulasi kasus positif di Surabaya. Contohnya, pada 10 Juli, akumulasi kasus positif di Sidoarjo sebanyak 2.296 kasus atau 33 persen dari akumulasi kasus di Kota Surabaya yang saat itu mencapai 6.882 kasus.
Pada Kamis lalu, akumulasi kasus konfirmasi positif Covid-19 di Sidoarjo menjadi 5.276 kasus atau 42 persen dari akumulasi kasus positif di Surabaya sebanyak 12.436 kasus. Data itu mengindikasikan laju penambahan kasus baru di Sidoarjo sangat tinggi.
Covid-19 juga telah menorehkan duka mendalam bagi warga Kota Delta, julukan Sidoarjo karena berada di delta Sungai Brantas, karena kehilangan putra terbaiknya. Pelaksana Tugas Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin meninggal dunia setelah dirawat enam jam di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo.
Selain itu, sebanyak 38 pegawai pemerintah daerah dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan hasil uji usap massal dengan sasaran 759 orang pegawai ASN dan honorer daerah. Ttujuh pejabat eselon II atau setingkat kepala dinas terkonfirmasi positif. Sebagai tindak lanjut, pemda mengubah formula sistem kerja.
Kepala Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Sidoarjo Arif Mulyono mengatakan, perubahan sistem kerja itu tertuang dalam surat edaran Pelaksana Harian Bupati Sidoarjo Achmad Zaini. Poinnya, antara lain, sebanyak 50 persen pegawai bekerja di kantor dan 50 persen lainnya bekerja dari rumah.
Jam kerja di kantor mulai pukul 08.00 hingga pukul 14.00. Akan tetapi, pegawai yang bekerja dari rumah masuk pukul 08.00 dan selesai pukul 16.30. Pegawai yang bekerja di kantor maupun di rumah akan dirotasi secara bergantian. Tujuannya, mengurangi jumlah orang untuk mencegah kerumunan dan memudahkan penerapan jaga jarak.