Lewat Karya, Pemuda di Kalteng Beri Pesan di Tengah Pilkada 2020
Banyaknya konflik lahan di Kalteng membuat para milenial bergerak dengan menitip pesan kepada para pemimpin di tengah konstelasi pilkada serentak 2020 di Kalteng. Pesan itu disampaikan dengan kreativitas dan karya.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
Bakal calon pemimpin daerah Kalimantan Tengah mulai bermunculan. Janji-janji politik pun mulai bertebaran. Di satu sisi, para pemuda mulai bersikap dengan memberi pesan lewat cara-cara kreatif dan karya. Sikap itu dipicu konflik lahan di Desa Kinipan, Lamandau.
Pada Sabtu (5/9/2020), Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalteng dijaga ketat aparat. Tidak sembarang orang bisa masuk ke wilayah itu. Pagar kawat berduri dipasang di depan kantor. Polisi pun beberapa kali mengingatkan warga juga pendukung bakal calon yang mau mendaftar untuk tidak membentuk kerumunan.
Hari kedua pembukaan pendaftaran, bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Kalteng, Ben Brahim dan Ujang Iskandar, datang sebagai pendaftar pertama. Mereka membawa sejumlah pendukung yang tidak semuanya diperbolehkan masuk ke wilayah kantor KPU.
Ben Brahim merupakan Bupati Kabupaten Kapuas yang masih aktif menjabat hingga saat ini, sedangkan Ujang Iskandar merupakan Bupati Kotawaringin Barat periode 2005-2010. Mereka mendaftar dengan membawa dukungan dari lima partai, yakni Partai Gerindra, Demokrat, Hanura, Partai Amanat Nasional, dan Perindo.
Di sela-sela pendaftaran, Ben mengungkapkan keinginannya menjadi gubernur untuk menjadikan Kalteng jauh lebih maju, rukun, damai, kondusif, serta membuat masyarakat sejahtera. ”Beri kami dukungan untuk mewujudkan hal itu,” katanya.
Selain pasangan tersebut, pasangan petahana Sugianto Sabran dan Edy Pratowo juga akan mendaftar. Pada Sabtu malam, keduanya mendeklarasikan keinginan mereka untuk berduet dalam pilkada serentak kali ini di gedung PDI Perjuangan di Palangkaraya, Kalteng. Hingga kini sudah tiga partai yang mengusung pasangan itu, yakni PDI-P, Nasdem, dan Partai Kebangkitan Bangsa.
PDI-P merupakan partai pemenang pemilu legislatif di Kalimantan Tengah dengan perolehan 12 kursi. Tanpa dukungan partai lain pun mereka tetap bisa mencalonkan pasangannya sendiri seperti yang terjadi pada tahun 2015.
Sugianto mengungkapkan akan melanjutkan pembangunan di Kalteng dengan beragam ide kreatif. Semua itu dilakukan untuk kesejahteraan masyarakat.
Di tengah keramaian konstelasi Pilkada Kalteng lengkap dengan janji politik para calon pemimpin, seorang seniman muda dari Institute Tingang Borneo Theatre, Abdul Khafidz Amrullah, memulai pantomimnya di kebun milik Jayadi Paembonan dari Permakultur Indonesia. Kebun itu lebih mirip hutan sekunder karena dipenuhi pohon-pohon tinggi.
Hafidz beraksi di atas tumpukan kulit kelapa. Dari raut wajahnya tebersit kesedihan sambil memeluk ranting-ranting kelapa yang kering.
”Ini respons saya atas kejadian yang menimpa masyarakat adat di Desa Kinipan, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah,” kata Khafidz.
Menurut Khafidz, saat ini, banyaknya konflik lahan antara perusahaan dan masyarakat adat menunjukkan kemerdekaan yang tak sempurna. ”Masyarakat adat yang seharusnya dielukan karena memperjuangkan kemerdekaan malah menjadi yang paling tak merdeka,” ungkapnya.
Khafidz berharap para pemimpin di Kalteng yang menjadi pemenang Pilkada 2020 paling tidak memikirkan nasib masyarakat adat dan hutannya di Kalteng. Ia mengungkapkan, janji-janji yang diumbar para politisi selama ini tak banyak menyentuh isu lingkungan dan masyarakat adat.
Masyarakat adat yang seharusnya dielukan karena memperjuangkan kemerdekaan malah menjadi yang paling tak merdeka.
Hal serupa disampaikan Randi Julian Miranda, CEO sekaligus Founder Handep, sebuah perusahaan sosial yang memproduksi beragam karya rotan. Pada Sabtu sore, Handep menyelenggarakan ”Sustainable Trunk Show” di Rungan Sari, sebuah kawasan hutan sekunder di Palangkaraya. Dalam peragaan produk itu, Handep menunjukkan beragam produk rotan yang dikerjakan oleh kelompok ibu di pelosok-pelosok Kalteng.
Lewat rotan, Randi bersama Handep tidak hanya menunjukkan keunggulan dan ciri khas Dayak, tetapi juga memperlihatkan bagaimana kelompok kecil masyarakat bisa tetap memenuhi kebutuhannya karena hidup menyatu dengan alam.
”Tema kali ini membumi, tujuannya ada dua hal yang tidak dipisahkan, yakni mengajak semua orang untuk menyatu dengan alam dan lebih rendah hati,” kata Randi.
Randi juga mengungkapkan, banyaknya konflik lahan di Kalteng menunjukkan minimnya perhatian terhadap masyarakat adat yang sangat membutuhkan hutan yang utuh. Menurut dia, penyelenggaraan Sustainable Trunk Show juga merupakan bentuk ajakan kepada semua orang, termasuk pemerintah dan pemodal, untuk refleksi diri.
Mereka berharap pesan itu sampai kepada para calon pemimpin mereka, siapa pun yang nantinya berhasil menjadi orang nomor 1 di Kalteng.