Penanganan Kasus Karhutla Tiga Korporasi di Jambi Molor Setahun
Proses penanganan hukum kasus karhutla di Jambi molor setahun karena memerlukan perbaikan. Untuk mempercepat penanganan, penyidik dan penuntut umum berencana menggelar perkara bersama.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·2 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Penanganan tiga kasus kebakaran hutan dan lahan korporasi di Jambi molor lebih dari setahun. Hingga kini, berkas penanganan kasus-kasus itu telah dua kali dikembalikan penuntut umum kepada penyidik untuk diperbaiki.
Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jambi Fajar Rudi mengatakan, pihaknya dua kali meminta penyidik dari kepolisian untuk memperbaiki berkas penyidikan terkait tiga kasus karhutla di area konsesi hak penguasaan hutan (HPH) PT PBP, kebun sawit PT MAS, dan DSSP. Alasannya, berkas belum lengkap, misalnya masih kurangnya saksi dan ahli.
”Kurangnya saksi yang melihat terjadinya kebakaran. Kami juga minta ahli bidang lingkungan hidup provinsi maupun dari kementerian mengenai dampak kebakaran,” ujarnya, Jumat (4/9/2020).
Menurut Fajar, pemegang konsesi yang tersangkut kasus karhutla kebanyakan tidak melengkapi sarana prasarananya secara memadai. Misalnya, tidak memiliki menara pantau, sekat kanal, serta perlengkapan pemadaman saat terjadi kebakaran pada 2019.
Selain itu, upaya pemadaman juga diketahui tidak maksimal sehingga mengakibatkan kebakaran meluas, bahkan menimbulkan kabut asap. Pada waktu itu dampaknya mengakibatkan kegiatan pendidikan dan juga aktivitas penerbangan serta ekonomi lainnya terganggu.
Fajar mengakui proses penanganan hukum terbilang lama. Apalagi sudah dilakukan dua kali permintaan perbaikan berkas. Karena itu, untuk mempercepat penanganan, dimungkinkan penyidik dan penuntut umum melakukan gelar perkara bersama.
Dimungkinkan penyidik dan penuntut umum melakukan gelar perkara bersama. (Fajar Rudi)
Pengajuan kasasi
Sementara itu, kuasa hukum PT ATGA, Franky, mengatakan pihaknya telah merespons putusan banding Pengadilan Tinggi Jambi pada 6 Agustus lalu yang memvonis perusahaan dengan hukuman bernilai total Rp 590,5 miliar. ”Kami telah menyampaikan kasasi,” katanya. Adapun memori kasasi masih dalam proses pembuatan.
Terkait kasasi yang diajukan perusahaan, Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi Johanis Tanak mengatakan masih menunggu masuknya memori kasasi tersebut. Jika memori kasasi sudah diterima, pihaknya akan mempersiapkan kontra memori kasasinya.
Adapun rincian hukuman berupa ganti rugi materil sebesar Rp 180,3 miliar dan membayar biaya pemulihan lingkungan hidup Rp 430,36 miliar. Selain itu, perusahaan juga diminta membayar perkara sebesar Rp 150.000. Perusahaan dinyatakan harus bertanggung jawab mutlak (strict liability) atas kerugian yang timbul akibat kebakaran yang melanda areal kerjanya.
Sebagaimana diketahui, kebakaran itu terjadi tahun 2015 di lokasi kebun perusahaan yang tersebar di Kecamatan Muara Sabak Timur, Muara Sabak Barat, Dendang, dan Berbak di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Saat itu areal budidaya perusahaan yang luasnya 12.400 hektar mengalami kebakaran seluas 1.500 hektar. Parahnya kebakaran di atas gambut tersebut mengakibatkan kabut asap pekat.